Zhiyuan, menantu keluarga Liu yang dulu dicap tak berguna dan hanya membawa aib, pernah dipenjara tiga tahun atas tuduhan yang tidak pernah ia lakukan. Selama itu, dunia menganggapnya sampah yang layak dilupakan. Namun, ketika ia kembali, yang pulang bukanlah pria lemah yang dulu diinjak-injak. Di balik langkahnya yang tenang tersembunyi kekuatan, rahasia, dan tekad yang mampu mengguncang keluarga Liu—dan seluruh kota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 Ancaman Liu Tiehshan
Keesokan harinya, bahkan sebelum gosip tentang Liu Zhiya reda, gadis itu sudah bersiap pergi ke Jinyao. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran—ia yakin akan jadi bahan cemoohan lagi.
Namun, begitu tiba di aula utama, langkahnya terhenti.
Di layar besar gedung Jinyao, wajah cantik Jin Yimei terpampang jelas. Suaranya terdengar lantang.
“Terima kasih atas dukungan media. Hari ini, saya akan secara terbuka menyingkirkan rumor di perusahaan…”
Liu Zhiya menatap spanduk yang terpasang:
“Konferensi Pers: Pengungkapan Konspirasi Menjatuhkan Liu Zhiya”
'Jadi… pelakunya sudah tertangkap? Tapi kenapa aku tidak diberitahu apa-apa?'
Dengan bingung, ia mendorong kerumunan. Orang-orang yang mengenalnya segera memberi jalan, tatapan mereka penuh rasa bersalah dan simpati.
Liu Zhiya hanya tersenyum tipis, menandakan ia tak mempermasalahkan hal itu. Namun, begitu melihat siapa yang ditahan di panggung, tubuhnya bergetar hebat.
Yu Dayong!
Darahnya mendidih. Kalau bukan karena menjaga citra, ia sudah menancapkan sepatu hak tingginya ke bola mata pria itu.
Wartawan menghujani Yu Dayong dengan berbagai pertanyaan tajam.
“Kenapa kau menjebak Liu Zhiya? Apa ada yang menyuruhmu?”
“Benarkah kau sering menggertak artis di bawahmu?”
“Apakah kau menggunakan jabatanmu untuk menipu banyak gadis?”
Seperti tembok yang runtuh, aibnya terbongkar satu per satu. Nama Yu Dayong hancur seketika, dari wakil manager yang dihormati menjadi bajingan yang dipermalukan seantero negeri.
Ia berusaha membela diri, ingin mengatakan bahwa semua ini ada dalangnya. Tapi lidahnya kelu, seolah terkunci. Saat itulah ia teringat air yang diberikan Jin Yimei tadi malam.
'Jangan-jangan… Ini air yang sama dengan yang kuberikan pada Liu Zhiya?' pikirnya panik, mengira segala rencana busuknya berbalik kepadanya.
Tatapannya beralih pada Zhiyuan yang berdiri jauh di belakang dengan senyum dingin.
Sementara itu, Zhang Yingying yang ikut menyaksikan, merasakan firasat buruk. Begitu Yu Dayong tumbang, ia sadar giliran dirinya akan tiba. Dengan panik, ia segera menyamar lalu melarikan diri di antara kerumunan.
Namun dalam hatinya, amarah membara. 'Liu Zhiya… aku akan kembali untuk membalasmu!'
Zhiyuan baru saja hendak bernapas lega setelah masalah Liu Zhiya terselesaikan, ketika dering telepon tiba-tiba memecah keheningan.
Nama Liu Yuxin tertera di layar. Ia mengangkat, namun suara di seberang membuat hatinya langsung bergetar.
“Zhiyuan… ini gawat!” suara Yuxin terdengar panik, disertai desahan terputus-putus seakan ia tengah dikejar sesuatu.
Wajah Zhiyuan seketika mengeras. “Liu… Tiehshan!” geramnya. Rahangnya menegang, matanya merah berkilat.
Lau Xiaoxiao yang berdiri di dekatnya sontak merinding. Itu pertama kalinya ia menyaksikan atasannya tersebut benar-benar murka.
“Apa aku perlu aku kirim orang—”
“Tidak perlu,” potong Zhiyuan dingin.
Ia berbalik dan mulai melangkah, auranya dipenuhi niat membunuh yang membuat siapa pun tak berani mendekat.
Tiba-tiba, sebuah pesan singkat muncul di layar ponsel Zhiyuan.
“Temui aku sendiri sekarang juga di Maple Leaf Sea, sepuluh mil dari perbatasan. Kali ini, Kakek ingin berurusan denganmu.”
Zhiyuan mengepalkan tangan. Ia tahu, Liu Tiehshan telah melangkah terlalu jauh: berani menjadikan Liu Yuxin, istrinya, sebagai sandera.
Di sisi lain, Liu Zhiya yang baru mendapat kabar itu dari ibunya menjadi pucat pasi.
“Kakak ipar, kakakku dalam bahaya bukan? Aku harus ikut denganmu! Kalau terjadi apa-apa—”
Namun Zhiyuan menggenggam tangannya dengan tegas. “Zhiya, justru karena kau ikut, kau akan jadi beban. Percayalah padaku.” Tatapannya menusuk, penuh keyakinan. “Aku akan membawa Yuxin pulang dengan selamat.”
Air mata menumpuk di sudut mata Zhiya, tapi ia menggigit bibir dan mengangguk. Hanya doa yang bisa ia panjatkan, sementara sosok Zhiyuan melangkah pergi, dikelilingi aura membunuh yang semakin pekat.
Sepanjang perjalanan, tidak ada sepatah kata pun terucap. Hanya suara mesin yang meraung memecah kesunyian malam. Di benaknya, hanya satu nama berulang-ulang bergema—Liu Tiehshan.
Maple Leaf Sea berada sepuluh mil dari perbatasan kota. Saat mobil berhenti, udara lembap dari laut langsung menyergap. Cahaya lampu taman Feng Ting terlihat samar di kejauhan, redup tertutup kabut tipis.
Zhiyuan turun, setiap langkahnya bergema di jalan berbatu. Bayangan pepohonan maple menjuntai, dedaunan berguguran ditiup angin malam.
Dan di sanalah ia melihatnya.
Seorang lelaki tua duduk santai di bangku batu, dikelilingi beberapa orang kepercayaan. Tangannya memegang cangkir teh, seakan semua ini hanyalah pertemuan keluarga biasa.
Suara parau itu menyambutnya, tenang namun penuh ejekan. “Kau di sini akhirnya?”
Tidak ada jawaban dari Zhiyuan.
“Kau tampak cukup santai!” tambah Liu Taeshan.
Dalam sekejap, sosok Zhiyuan melesat dan berdiri tepat di depannya. Gerakannya begitu cepat hingga Tiehshan terkejut, cangkir di tangannya hampir terlepas.
Namun lelaki tua itu segera menarik napas panjang, menahan ketakutan yang sempat merayap. Senyum tipis muncul di wajahnya.
“Apa boleh buat? Aku sudah tua. Kalau si bocah itu gelisah lagi, yang bisa kulakukan hanya mencuri sedikit waktu santai.”
“Jangan banyak omong.” Suara Zhiyuan dingin, dan dalam sekejap ia mengayunkan tangannya.
BRAK!
Meja batu itu hancur berkeping, menjadi debu yang beterbangan.
Tiehshan tersedak debu, matanya melebar ketakutan. Namun ia memaksakan diri bersuara lantang. “K-Kau... apa maksudmu? Mau menakutiku?”
Zhiyuan menatapnya tajam. Tangan yang nyaris meraih leher Tiehshan terhenti—ia tahu, jika lelaki tua itu merasa benar-benar terancam, kemungkinan besar Liu Yuxin yang disandera akan berada dalam bahaya.
“Dimana Yuxin?”
Tiehshan menepuk dadanya yang berdebar, lalu setelah hening sesaat, ia melirik ke arah setengah daun maple yang berguguran.
Senyum licik terbit di wajahnya. “Kalau kau mau tahu, kau harus bayar harganya.”
Zhiyuan menggelap. “Katakan saja apa maumu.”
“Heh, kau lihat ini.”
Salah satu anak buah Tiehshan mengangkat sebuah tablet, menampilkan Liu Yuxin yang mulutnya ditutup rapat dengan selotip. Matanya merah, wajahnya penuh keringat.
“Kalau aku sedikit saja terluka, istrimu akan menanggung sepuluh kali lipat penderitaan itu.”
“Bajingan…!”
Nafas Zhiyuan memburu. Ia nyaris tak bisa menahan niat membunuh yang membara.
“Aku ingin semua saham Vanguard dipindahkan ke keluarga Liu. Kalau kau melakukannya sekarang, istrimu akan baik-baik saja,” ucap Tiehshan sambil terkekeh. “Pilihannya sederhana: perusahaanmu, atau hidup istrimu.”