Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Tidur terpisah.
Beberapa hari kemudian ...
"Mas, makan!" Azmi berteriak memanggil suaminya yang masih berkecimpung dengan pekerjaannya didepan laptop.
Katanya sih, lagi seminar. Entah seminar apaan, Azmi tak tahu. Yang jelas seharian ini suaminya cukup sibuk meski tidak pergi kekampus. Sehingga ia memasak sendirian, sebisanya dia karena suaminya bilang terserah mau masak apa saja.
"Mas!" panggilnya lagi.
Karena tak ada sahutan, ia pun menyusul si bapak ke ruang kerjanya. Biasanya sih, nyaut, walaupun jarak antara dapur ke ruang kerjanya itu terhalang dinding cor. Alias dapur itu berada dibawah lantai kamar yang dipakai untuk kerja.
Azmi naik kelantai dua dimana suaminya itu berada, tanpa mengetuk pintu ia langsung membuka papan yang menjadi sistem buka tutup ruangan tersebut.
"Suamiku sayang, ayo makan!" ucap Azmi dengan lembut dan tersenyum bak istri sholehah.
Athar menoleh padanya, "Sebentar lagi, ya."
"Kalau sebentar-sebentar lagi, makananya jadi dingin. Nanti gak enak rasanya," ucap Azmi.
"Aku lagi ada seminar, bentar lagi, ok!"
"Ya udah," ucap Azmi akhirnya, membalikkan tubuhnya dan pergi.
Saat Athar kembali fokus pada laptopnya, ia mendengar dan melihat beberapa dosen dan rekan lainnya tersenyum mendengar interaksi pasutri tersebut. Cukup malu sih, tapi ia sudah mulai terbiasa dengan sikap istrinya yang kadang mengganggunya bekerja, hanya untuk mengajaknya makan.
"Romantis banget, ya. Jarang loh pak, ada istri yang ingetin suaminya makan," ucap rekan seperjuangannya.
Athar hanya tersenyum saja mendengar perkataan rekannya tersebut. Harap maklum, sih. Meski sudah sebulan mereka berumah tangga, dia merasa enjoy saja hidup dengan gadis polos se-absurd Azmi.
Kadang pula banyak tantangan dan halangan yang mereka lalui, obatnya emang sabar walau kadang ingin mengeluarkan emosi yang tertahan. Ia memakluminya, karena ini pun bukan atas dasar keinginan istrinya.
Lalu Azmi, Hanya bisa mendengus menikmati makanannya sendirian. Berumah tangga diusia muda tidaklah mudah baginya. Banyak rintangan dan ujian yang kadang bikin kepala pusing, pening dan mumet. Apalagi suaminya adalah dosen sendiri. Yang kadang membuatnya bingung dan linglung, termasuk sifat mereka yang saling berbalik.
Yang dirasakan gadis muda itu, berumah tangga itu gampang-gampang susah atau sebaliknya. Kadang kudu nurut disaat ingin membangkang, ya, dia kan ingin menikmati hidupnya yang masih muda.
Athar akhirnya datang, disaat Azmi sudah selesai makan. Sebenarnya sarapan, karena Azmi harus membereskan rumah terlebih dulu mumpung libur, hingga ia lupa untuk memasak.
Dengan sigap Azmi menyiapkan nasi putih yang berada didekatnya, tak lupa air putihnya. Setelah itu ia beranjak dari tempatnya.
"Mau kemana kamu?" tanya Athar sembari mengambil lauk yang apa adanya itu.
"Mau kekamar, aku udah makannya. Nanti tinggal mas beresin sendiri aja meja makannya," jawab Azmi seenaknya sendiri.
"Gak bisa gitu dong, Mi. Temenin aku makan, ayo duduk!" kata pak Athar yang didalamnya ada perintah.
"Manja banget, sih. Aku makan tadi sendirian kok, ga minta ditemenin," protes Azmi tak terima.
"Siapa suruh makan duluan?" Azmi mencebik mendengarnya.
"Perut aku bisa kelaperan kalo nungguin mas selesai, aku udah capek beresin rumah sendirian. Beresin inilah, itulah. Kaki dan tangan aku pegal-pegal, mas juga gak mau nyuci daleman punya mas," gerutu Azmi mencecar pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
"Sedangkan mas cuma ongkang-ongkang aja, alih-alih bantuin. Tiap malem juga aku pijitin sampe mas tidur. Itu gak adil namanya," tambah Azmi meluapkan sikap demokratisnya.
Athar tersenyum saja, ia melahap makanan yang dimasak istrinya. Rasanya lumayan sih, walau jauh dari masakan padang kesukaannya. Setidaknya istrinya mau melakukan kegiatan rumah tangga.
Lelaki itu menelan makanannya lalu meminum air putih sedikit untuk melegakan tenggorokannya yang terasa asin.
"Kamu mau dipijit, nanti aku pijitin tapi ...." Athar meminum air lagi karena rasa asinnya nempel dilidah.
"Tapi apa?" tanya Azmi penasaran, ia menatap wajah suaminya intens.
"Tapi gak gratis, aku harus dapat bayaran dong. Ingat! Dosen itu bayarannya gak murah," ujar Athar siap membuat kesepakatan, siapa tahu malam ini dia bisa buka puasa.
Wajarlah baru sekali dirasa malah susah minta jatah, kata orang kalau istri udah ngerasain pasti ketagihan ini malah trauma dan gak ma disentuh lagi. Athar harus makin pinter nge-bujuk rayu istrinya itu, meski lelah juga sih.
"Yang kerja, kan mas. Kok malah minta bayaran ke aku sih, istri itu gak wajib kerja. Yang harusnya dapat bayaran itu istri kalau suaminya kerja, jadi kalau suami pijitin istri itu harusnya gratis karena istri beresin rumah juga gratis," protes Azmi kian membara, ia tak terima jika harus membayar suaminya. menurutnya rumah tangga itu harus adil.
"Maksud aku bukan soal uang," ralat Athar menjelaskan kesalah pahaman.
"Terus maksudnya apa?" alis Azmi bertaut.
"Jatah, kasih aku jatah malam ini mi. Mau sampai kapan kita begini? Kita suami istri, kan, bukan pacaran. Kamu pasti tahu kalau suami juga butuh nafkah batin," papar Athar meminta hak-nya.
"kita sudah sebulan menikah, masa kamu mau begini terus. Kalau pun kamu hamil semua orang juga tahu kalau kamu sudah punya suami," sambung Athar.
Pak dosen berdiri dari tempatnya, ia membereskan meja makan bekas mereka makan. Ia juga mencuci piring kotor di wastafel tanpa menyuruh istrinya, padahal Azmi ada didekatnya tengah bergulat dengan pikirannya.
"Tapi aku belum siap, aku takut hamil. Aku masih ingin mengejar karirku," ujar Azmi yang membuat Athar menghentikan aktivitas mencuci piringnya.
Jawaban Azmi masih sama, ini ke tiga kalinya ia minta dengan halus. Sementara ibunya terus menuntut cucu. Tentu Athar juga tak mau kejadian di Hotel terulang, hingga membuat Azmi terpaksa melayani nafsu halalnya. Mereka sudah menikah, sah saja kalau Athar meminta jatah. Namun, pak dosen ingin jatah yang ridho dari istrinya bukan karena sebuah keterpaksaan.
Azmi paham soal kewajibannya, hanya saja ia memikirkan hal yang mungkin membuatnya harus cuti kuliah. Sehingga membuatnya lambat untuk lulus dan akan lambat pula ia mengejar karir yang ia inginkan.
"Aku harap, bapak memakluminya. Aku masih mahasiswi, aku masih ingin menikmati masa muda aku," ujar Azmi, ia beranjak dari tempatnya. Meninggalkan pak Athar, yang mematung sendirian didepan air yang masih mengalir membasahi tangannya.
Menghela nafas dengan pelan.
🌿🌿🌿
Malam ini suasana rumah pak dosen cukup sunyi, tak ada debatan, tak ada teriakan. Hanya keheningan yang menerpa kedua insan yang berstatus pasutri itu.
Athar memilih berdiam diri di kamar lain yang ada dilantai bawah, sembari menghadap komputer yang ada di kamar tersebut. Dulu kamar ini miliknya, tapi karena ia akan menikah ia berpindah kekamar atas yang lebih luas dan dekat dengan ruang kerjanya.
Ia sempat berpikir rumah tangga itu gampang, ternyata tak mudah apalagi ia menikahi mahasiswinya yang usianya jauh lebih muda darinya.
Athar melirik arlojinya, ia sempat lihat Azmi sudah tidur sedangkan ia masih suntuk. Bukannya tak ingin tidur bersama istri, tapi ia tak bisa menahan diri. Melihat bagaimana Azmi berpakaian saja membuatnya panas dalam, jadi ia memilih untuk tidur terpisah dari pada nanti ia harus menyentuh istrinya dengan paksa.
Ia merebahkan tubuhnya yang lelah dan mulai memejamkan matanya.
Sementara di kamar atas Azmi terbangun, ia merasa kasur disampingnya kosong. Aura dingin di kamar itu membuatnya kedinginan, ia pun beranjak untuk mencari suaminya.
"Mas Athar kemana, ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Ia sudah mencari lelaki itu di kamar mandi, kemudian di ruang kerjanya. Berpikir Athar mungkin mengambil minum, ia pun turun ke lantai bawah. Namun yang ia temukan hanya kesunyian, ia mulai memeluk tubuhnya sendiri, merasa sendirian.
"Apa mas Athar pergi, ya? Malam-malam begini, mungkin lagi bagian ngeronda," ujarnya, hendak pergi tapi ia tak sengaja melihat kamar depan yang biasanya gelap begitu terang.
Ia pun mendekati kamar tersebut untuk memastikan, setelah membukanya ia melihat suaminya yang terlelap diranjang kamar itu, dengan memeluk guling. Hal yang selalu Athar lakukan ketika tidur.
"Kenapa beliau tidur disini?" gumam Azmi penuh tanya.
"Masa bodo! Dari pada ia minta jatah," ucapnya bergidik dan segera pergi dari kamar itu.