Nareshpati Sadewa Adibrata akhirnya bertemu lagi dengan.gadis yang sudah menolaknya delapan tahun yang lalu, Nathalia Riana.
Nareshpati Sadewa Adibrata
"Sekarang kamu bukan prioritasku lagi, Nathal."
Nathalia.Riana
"Baguslah. Jangan pernah lupa dengan kata katamu."
Semoga suka♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mangkel
"Mau jenguk Bu Lilis? Aku tau kamarnya," ucap Luna memberi usul.
"Kapan?" tanya Ayra.
"Sekarang aja, mau?" tawar Luna.
"Nathal, kamu sekalian ngasih kebayanya," sambung Luna lagi.
"Hemm....," Nathalia memjawab ogah ogahan.
"Ya udah pergi sekarang aja,' ucap Karla.
Mumpung Haykal lagi sibuk, batinnya lagi.
"Kamu ngga lelah?" ledek Ayra penuh arti. Wajah Karla masih agak pucat.
"Justru aku butuh udara segar," kesal Karla membuat yang lainnya tergelak. Wajahnya merengut kesal.
Aku tuh kekurangan vitamin D, sungutnya dalam hati. Haykal ngga suka menyibakkan gorden kamar mereka agar cahaya matahari bisa masuk ke kamar mereka.
"Siap siap aja kalian kalo udah nikah nanti," katanya agak mengancam Nathalia dan Nevia.
Nathalia dan Nevia bereaksi sama, melengos malas. Sudah bisa membayangkan apa yang terjadi pada Karla.
Malam itu Nathalia juga melihat wajah Kayana yang sama letihnya seperti Karla.
Bisa bisanya Fadel tetap membiarkan istrinya mengambil pesanannya, sungut Nathalia kesal dalam hati.
Dasar laki laki egois, batinnya lagi.
Sementara Adelia, Luna dan Ayra makin tergelak.
"Ya udah, kita pergi sekarang," tukas Adelia memutuskan. Dia merapikan dandanannya sekenanya saja.
"Iya, sekarang aja. Masih sore,' timpal Ayra.
Nahalia meraih dua buah paper bag, masih dengan gaya malasnya.
"Lihat, ya, pilihan kamu," ucap Adelia sambil mengeluarkan isi kedua paper bag.
"Ini buat anaknya?" tanya Adelia lagi yang diangguki Nathalia.
"Anaknya udah gede berarti, ya," ucap Ayra saat melihat ukuran baju itu.
"Iya. Manis juga, mirip Bu Lilis," timpal Luna yang sudah pernah ketemu.
"Bu Lilis lebih kurus," sambungnya lagi. Dia juga merapikan dandanannya
"Ooo....," komentar Ayra yang kemudian membantu menyimpan dua kebaya itu ke dalam paper bag yang berbeda.
Nathalia.hanya diam saja.
"Nath, kakimu udah ngga apa apa, kan" tanya Adelia agak khawatir.
"Jalannya pelan pelan aja."
"Oke."
*
*
*
Bu Lilis terharu ketika melihat kedatangan mantan siswi siswinya dulu.
Adelia menyodorkan paper bag paper bag itu pada anak Bu Lilis.
"Dari Nathalia, bu. Buat resepsi nikahnya. Nevia juga bareng nikahnya nanti," ucap Adelia.
"Makasih, ya, Nathalia. Semoga ibu dan Ratna bisa datang."
"Sama sama bu. Semoga sudah lebih sehat, bu." Nathalia merasa tatapan Bu Lilis agak berbeda padanya.
"Ternyata kamu yang akan menikah dengan Naresh," ucapnya penuh arti.
"Udah kecintaan mereka selama delapan tahun, bu," kompor Nevia membuka rahasia.
Kening Bu Lilis mengernyit.
"Delapan tahun?" tanyanya bingung. Seingatnya keduanya tidak berpacaran. Naresh dengan kesendiriannya, sedangkan Nathalia selalu dengan para sepupunya.
"Naresh, bu. Sudah naksir berat sama Nathalia. Eh, sebelum jadian malah ada musibah." Luna ikut menambahkan, membuat dia dan sepupu sepupunya tertawa bersama.
Nathalia mendelik, ingin rasanya menginjak kaki Luna dan Nevia
Mereka ngga tau situasi yang sebenarnya.
"Oh ya?" Bu Lilis agak kaget. Dia sama sekali tidak pernah mendengar cerita ini. Seingatnya tidak ada gosip tentang keduanya, bahkan sampai kepergian Naresh.
"Namanya juga jodoh, bu." Ayra ikut menimpali.
Bu Lilis nampak berusaha keras untuk ikut tertawa. Sedangkan senyum Ratna tampak dipaksa. Begitu yang dirasakan Nathalia. Dia jadi merasa sebal sendiri.
"Oh iya, Karla. Maaf, ya, ibu ngga bisa datang waktu nikahan kamu dan Fadel," ucap Bu Lils setelah beberapa saat kemudian.
"Ibu lagi kemo." Kali ini Ratna yang menjawab, setelah sekian lama tadi hanya menyimak saja.
"Oooh.... Kita beneran baru tau," sesal Karla.
"Oh iya, Ratna sudah kerja?" tanya Karla lagi.
Ratna menatap ibunya seakan sungkan memberikan jawaban.
"Ratna bantu bantu di TU sekolah. Tapi tadi barusan Ibu minta tolong dengan Naresh agar bisa kerja di perusahaannya."
DEG. Ada degupan keras di dada Nathalia.
Para sepupunya saling tatap. Kemudian berbalik menatap Nathalia yang berusaha tetap tenang.
"Tadi Naresh memberikan ibu kartu namanya, katanya kalo butuh apa apa bisa hubungin dia. Mungkin kalian masih ingat kalo dulu Naresh murid kesayangan ibu." Bu Lilis menjelaskan tanpa beban dan mengakhiri dengan tawa. Seolah menyadari atmosfir yang sudah mulai berubah.
"Oooh.... Iya. Dulu Naresh pintar banget matematika." Luna tertawa, tapi anehnya dia merasa suara tawanya beda.
"Nathalia selalu dibuatkan pr matematika sama Naresh. Padahal ngga minta." Adelia jadi teringat masa lalu. Kembarannya suka menolak karena sudah membuat pr sendiri. Jadinya Adelia dengan suka cita mengambil kesempatan emas itu.
"Oh iya. Trus prnya kita salin rame rame," tawa Karla ikut mengenang juga.
Ratna sampai membulatkan mata ngga percaya. Ayra melihatnya dan dia mulai ngga suka. Perasaan itu muncul begitu saja.
"Naresh dulu secinta itu sama Nathalia. Sekarang juga begitu. Baru juga ketemu sudah minta dinikahkan."
Nathala menatap Ayra dengan tatapan sulit ditebak.
Dia tau?
Bu Lilis menampakkan jelas ekspresi kagetnya.
"Oooh.... Syukurlah kalo begitu. Ibu sempat berpikir pernikahan bisnis. Maaf, ya, Nathalia. Tadi Naresh ngomong ke ibu kalo kalian saling suka, kok."
Nathalia tersenyum, berusaha menahan gelenyar aneh di hatinya.
Saling suka? Sebentar sebentar. Naresh menyukainya? Begitu maksud Bu Lilis?
"Bukan pernikahan bisnis, bu. Mereka memang saling suka," ralat Karla. Begitu juga antara dia dan Haykal. Bisnis mengikuti pernikahan mereka.
"Ya, ya. Ibu senang mendengarnya. Naresh laki laki yang baik. Walaupun sudah delapan tahun ibu juga tidak pernah bertemu dengannya, tapi ibu tetap yakin hal itu."
Sampai mau dijodohkan dengan anaknya, ya, bu, batin Nathalia agak sinis.
"Kamu jadinya diterima kerja sama Naresh, Ratna?" tanya Ayra mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya, kak."
Ayra penasaran, gadis ini kerja di posisi apa.
Jangan sampai jadi aspri si Naresh.
"Sebagai apa?"
"Jadi asisten documen control, Kak," ucap Ratna.
Wow, langsung diterima, dan Naresh tidak mengatakan apa apa padanya, batin Nathalia gedeg.
"Ratna belum berpengalaman. Jadi bekerja sekalian belajar," sambung Bu Lilis.
"Ya, bu."
"Ibu sudah sakit sakitan. Kankernya terlalu cepat bermetastasis."
"Jangan ngomong gitu, Bu." Ratna menggelengkan kepalanya.
Suasana jadi hening.
"Ibu lega bertemu kalian. Selain dengan Naresh, ibu bisa menitipkan Ratna juga pada kalian, kan?"
DEG
Nathalia makin ngga nyaman mendengarnya.
"Ya, bu," sahut Luna sambil melirik wajah Nathalia, yang ketenangannya sedikit memudar.
Adelia juga merasakan ketegangan di wajah Nathalia.
"Kalo sama kita, dengan senang hati diterima, Bu. Tapi kalo dengan Naresh, ada batasan yang harus dijaga. Kan, bukan saudara kandung," ucap Ayra seolah memberikan peringatan walau dikatakan dengan dengan nada yang lemah lembut.
Hening hingga senyum maklum terukir di wajah Bu Lilis.
"Tentu." Dia menyadari mantan siswanya sudah menjelaskan posisi seharusnya untuk putrinya terhadap Naresh.
"Nathalia, jangan salah paham, ya. Dulu Ratna cukup dekat dengan Naresh dan almarhum neneknya. Jadi begitu ketemu Naresh lagi, ibu pikir kedekatan itu belum berubah," ucap Bu Lilis ambigu.
Nathalia ngga menjawab. Hanya tersenyum. Tapi Adelia dan sepupu sepupunya tau, kalo Nathalia sedang menahan rasa muaknya.
abiyan jgn sampai jatuh cinta sm ratna