✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
📍 Genova, Italia.
Maretti Logistic adalah sebuah perusahaan yang di bangun oleh mendiang Alan Morino dan istrinya, Aille Ricci. Perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman barang ini dirintis sejak keduanya pacaran. Berkat ketekunan dan keuletan keduanya, perusahaan yang awalnya hanya ruko kecil kini telah berkembang menjadi sebuah perusahaan nasional, yang memiliki gedung perkantoran.
Maretti Logistic terus berkembang, bahkan saham perusahannya telah di perdagangkan di bursa saham. Memungkinkan kepemilikan saham oleh publik, baik individu, institusi, maupun investor asing.
Sejak awal, Alan dan Aille memiliki visi yang sama membangun perusahaan logistik yang bisa diandalkan dan dipercaya oleh masyarakat. Mereka bekerja keras untuk membangun jaringan logistik yang luas dan meningkatkan kualitas layanan terhadap pelanggan. Hasilnya, Maretti Logistic menjadi salah satu perusahaan logistik terkemuka di negara ini.
Namun, kematian Aille menjadi titik balik bagi perusahaan. Alan sangat terpukul dengan kepergian istrinya, karena ia menjadi penyebab utama kematian itu. Alan ketahuan bermain api dengan sekretaris nya, Matilda De Luca. Hal itu tentu membuat Aille terguncang, hubungan keduanya baik-baik saja dan tiba-tiba suaminya selingkuh. Istri mana yang tidak kecewa dan sakit hati? Kenyataan pahit itu seolah mengambil separuh jiwanya, ia kehilangan semangat hidup, depresi, dan sakit-sakitan hingga meninggal.
Setelah kematian Aille, Alan bekerja keras untuk melanjutkan visi dan misinya di tengah kesulitan yang dihadapi perusahaan. Ia berusaha menebus kesalahannya dan membuktikan bahwa ia masih bisa menjadi pemimpin yang baik untuk Maretti Logistic. Namun bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya, membuat perjalanan perusahaan terasa berat, hingga Matilda mengambil alih kepemimpinan saat Alan jatuh sakit.
Matilda memanfaatkan kondisi Alan yang lemah untuk menguasai perusahaan sepenuhnya. Dan saat kematian Alan, Matilda benar-benar manjadi pemimpin perusahaan dengan cara liciknya.
Namun, kemenangan Matilda sudah berakhir, karena Oddie berhasil membeli 60% saham Maretti Logistic dari pemegang saham sebelumnya. Oddie bekerja dengan cepat sesuai instruksi Jake, membuat Matilda kalang kabut karena Jake menunjukkan bukti konkrit jika dirinya lah pemimpin yang baru.
"Aku tidak terima ini! Aku tidak mengenalmu! Kenapa kau mengusik hidupku!" sungutnya tidak terima.
Oddie tertawa remeh melihat penolakannya. "Kita tidak harus kenal nyonya, aku punya uang dan kepintaran. Karena itu aku berdiri disini." Oddie berjalan menuju kursi kebesaran yang menjadi tempat duduk pemimpin utama. Ia menarik kursi itu lalu duduk, membuat Matilda semakin berang.
"Berani sekali kau duduk di kursi ku!" seru nya marah.
Oddie terkekeh kecil dan mengambil cerutu dari dalam sakunya, lalu menyulut dengan korek. "Kursi ini milikku sekarang, kau bahkan tidak berhak berada di lingkungan perusahaan." ia menghembuskan asap putih dari hidungnya.
Sikap santai Oddie membuat Matilda semakin marah dan tidak bisa menahan emosinya, ia mengambil sebuah vas kaca yang ada di dekatnya dan melemparkannya kearah Oddie, tepat mengenai pelipisnya hingga mengeluarkan banyak darah.
Oddie yang tadinya terlihat santai, kini menatap dingin Matilda. Wanita paruh baya itu menelan ludahnya dengan kasar, karena tatapan mata Oddie begitu menghunus, ia juga heran kenapa pria itu tidak menghindar saat ia melemparkan vas kaca.
Oddie menyentuh darah yang menetes hingga bahunya tanpa mengalihkan pandanganya pada Matilda. "Ini tidak gratis, Nyonya." ujarnya datar, namun mampu membuat tubuh Matilda bergetar.
Tak lama pintu ruangan itu terbuka, beberapa karyawan terkejut melihat apa yang terjadi pada Oddie. "Wanita ini telah melakukan penganiayaan padaku, bawa dia ke kantor polisi." ucap Oddie.
"Jangan berani menyentuhku!" teriak Matilda menatap tajam para karyawannya, hingga mereka tertunduk takut.
"Kalian tidak perlu takut, karena aku pemimpin baru perusahaan ini. Jika kalian masih ingin bekerja, lakukan apa yang aku perintahkan." Oddie tahu jika karyawan terintimidasi oleh sikap Matilda.
"CEPAT LAKUKAN!" teriak Oddie, hingga semua karyawan menyeret Matilda keluar dari ruangan.
"INI BUKAN SALAHKU! KALIAN JARANG KURANG AJAR PADAKU! ATAU AKU AKAN MEMECAT KALIAN! LEPASKAN AKU!" teriaknya memberontak karena ditarik paksa oleh karyawan yang jumlahnya tidak sedikit.
Di dalam ruangan, Oddie sedikit meringis dan mengelap darah yang membasahi kelopak matanya. "Sialan gara-gara ide konyol Jake, wajah tampanku jadi berdarah." gerutunya, kemudian ia beranjak untuk pergi kerumah sakit. Ia harus melakukan visum sebagai barang bukti jika Matilda benar-benar melakukan kekerasan padanya.
.....
📍 Moskow, Rusia.
Jake dengan percaya diri memberikan laporan pada Max, jika pekerjaannya sudah ia selesaikan dengan baik, meskipun harus mengorbankan wajah Oddie untuk memperlancar rencananya. Namun luka seperti itu tidak seberapa bagi seorang pria, meskipun Oddie harus mendapatkan beberapa jahitan di wajahnya, tapi bekas jahitan itu akan membuatnya terlihat lebih garang, itulah yang Jake pikirkan.
"Kau bekerja sangat cepat." ucap Max setelah menerima laporan Jake.
Jake tersenyum dan menjelaskan, "Perusahaan itu sudah tidak solid, Tuan. Matilda tidak tahu bagaimana cara memimpin perusahaan yang benar. Ia pernah memikirkan kualitas layanan, loyalitas para karyawan juga tidak di hargai, reputasi, strategi pemasaran yang berantakan. Semua itu mempermudah kita membeli saham dari para investor kecil dan beberapa institusi. Dengan harga yang kita tawarkan, mereka tidak berpikir dua kali untuk menjual saham nya." Max tersenyum puas dengan cara kerja Jake. Pria 35 tahun itu selalu totalitas dan memberikan loyalitas terbaiknya dalam bekerja.
"Apa langkah selanjutnya?" tanyanya tidak sabar.
"Oddie akan mengajukan tuntutan atas tindak penganiayaan yang dilakukan Matilda, dan aku berencana mengajukan tuntutan atas nama nona Mighty." Max menautkan alisnya mendengar nama sang istri disebut.
"Matilda melakukan pemalsuan dokumen atas beberapa aset tuan Alan. Seperti rumah, mobil, dan beberapa hunian yang menjadi investasi tuan dan nyonya Morino semasa hidupnya. Karena itu saya berniat mengajukan tuntutan atas nama nona Mighty, karena beliau adalah pewaris tunggal keluarga Morino." imbuh Jake menjelaskan, Max mengangguk paham, ternyata ia tidak perlu mendikte apa yang harus dilakukan bawahannya. Karena Jake mampu menyelesaikan semuanya dengan sekali perintah.
Seringai tipis terbit di bibir Max, ia menyandarkan tubuhnya di kursi. "Seperti biasa, kau memang sangat bisa di andalkan, Jake. Aku akan memberikan bonus besar atas kerja kerasmu." ucap Max, tidak salah jika dirinya mempekerjakan Jake disampingnya.
"Terimakasih, Tuan." ucap Jake menundukkan kepalanya, ekspresinya biasa saja mendengar kata bonus besar yang Max janjikan.
"Ada apa? Kau butuh sesuatu?" melihat wajah Jake datar.
"Tidak, Tuan." sahutnya.
Max mencebikkan bibirnya. "Pergilah berkencan, Jake. Agar hidupmu tidak datar, kau sama sekali tidak bisa bersenang-senang menikmati hidup." nasehat Max terasa menyesakkan dadanya.
Jika boleh memilih, Jake lebih suka Max memberikan cuti selama satu bulan penuh dari pada bonus besar dalam bentuk uang. Karena gajinya cukup besar, dan selama ini ia tidak pernah menggunakan uangnya untuk bersenang-senang seperti yang dikatakan Max.
"Terimakasih atas nasehatnya, Tuan. Saya permisi." ucapnya undur diri.
Max menatap datar asisten setianya yang menjulang dibalik pintu. "Apa Jake tidak suka wanita seksi?" gumamnya, karena ia tidak pernah melihat Jake bersenang-senang bersama wanita. Max menggelengkan kepalanya, apapun yang disukai Jake, bukan urusannya, ia kembali bekerja dan ingin segera pulang bertemu sang istri.
*
*
*
*
*
TBC
Sampai bab ini, kalian udah paham belum alur ceritanya? Apa masih ada yang bingung?
semangat 💋