Ganti Cover dari NT yah
Mencintai dengan sepenuh hati ternyata belum tentu membawa kebahagiaan bagi Alia Valerie Putri, gadis yang kurang beruntung dalam hubungan keluarga dan ternyata tak beruntung juga dalam urusan cinta.
Setahun berusaha menjadi kekasih terbaik bagi Devan Bachtiar, berharap mendapatkan kisah romansa bak film Drama Korea, justru berujung duka.
Hubungan penuh tipu daya yang dilakukan Devan, membuat luka di dalam hati Alia. Hingga takdir membawanya bertemu dengan Sam Kawter Bachtiar yang semakin membuat hidupnya porak poranda.
Siapa sebenarnya Sam Kawter Bachtiar? Lalu bagaimana kelanjutan hubungan Alia bersama Devan Bachtiar? Akankah Devan menyesali perbuatannya?
Akankah masih ada kesempatan baginya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Mungkin!
Seminggu telah berlalu. Alia hari ini pergi menemui dosen pembimbingnya. Setelah hampir dua Minggu ia tak pernah pergi, akhirnya Sam mengizinkannya pergi karena Alia memohon kepadanya.
Alia harus cepat wisuda, ia harus mencari pekerjaan yang layak untuk mengganti semua uang Sam yang telah membeli dirinya.
Ia menggenggam map berwarna biru dengan erat. Senyum bahagia tersungging di bibirnya.
"Terima kasih Bu," tutur Alia kepada Bu Dian, dosen pembimbingnya karena skripsinya telah lulus.
Hari pun telah sore, Alia memang sengaja menghabiskan hari hingga sore sampai skripsinya selesai dan tak ada revisi atau bimbingan lagi, agar semakin dekat dengan kelulusannya.
Alia pun berbalik dan berjalan meninggalkan fakultas menuju halte, tempat ia biasa menunggu kendaraan untuk pulang. Tadi pagi ia memang diantar oleh supir, tapi Alia memintanya pulang karena ia merasa tidak enak jika membiarkan supir itu menunggunya.
Tiba-tiba saja dua mobil hitam berhenti di dekatnya. Sejenak Alia tercekat, namun ia mencoba untuk tetap tenang.
Apakah itu Sam?
Alia pun memperhatikan, dua orang pria muda berjas hitam keluar dari mobil dan menghampiri dirinya.
"Nona Alia, silahkan masuk," ucapnya menunduk.
Melihat itu Alia sedikit salah tingkah. Mengapa ia diperlakukan seperti Tuan Putri? Namun beberapa saat kemudian Alia pun mengikuti mereka untuk masuk ke dalam mobil.
Mobil itu terasa berbeda. Interiornya dipenuhi degan warna abu dan hitam. Kaca mobil pun berwarna hitam, Alia tidak bisa memandang ke luar jendela.
Sam tak pernah membawaku naik mobil ini. Mobil yang aneh, dimana-mana kaca hitam itu untuk terlihat dari luar, agar yang di luar tak bisa lihat ke dalam. Ini kenapa di dalam juga dipasang kaca hitam?
Alia tertawa geli membayangkan tingkah Sam yang aneh itu.
Untuk apa coba?
Alia pun mencoba untuk melihat ponselnya. Ia mengambil benda pipih itu dari dalam tas.
"Ah ternyata baterai nya lemah," gumam Alia.
Ia pun mencari powerbank yang biasa ia bawa, untuk mengisi daya selama dalam perjalanan.
Belasan menit berlalu, tak ada seorangpun yang mengajaknya bicara. Namun Alia sempat mendengar suara salah satu dari pria berjas hitam yang duduk di depan itu.
"Nona aman dan sudah dalam perjalanan Tuan."
Sam kenapa berlebihan banget? Memangnya dia pikir aku akan kabur lagi apa?
'Mana berani aku kabur darinya, baru hilang sebentar saja dia pasti sudah menemukanku, lalu aku akan dicincang dimaki-maki atau paling parah dilempar ke kolam buaya' batin Alia.
Beberapa saat kemudian, mobil yang ia tumpangi itu pun berhenti. Alia melihat ke arah kiri dan kanan, tapi hanya warna hitam dan gelap di pandangannya. Kaca itu benar-benar tak tembus pandang sama sekali.
"Kenapa cepat sekali ya? Perasaan rumah Sam agak jauh dari kampus, kenapa ini rasanya lebih dekat?" gumam Alia berpikir.
Ah mungkin hanya perasaanku, aku terlalu asik memikirkan hal-hal yang tidak perlu sepanjang jalan, sehingga membuat jarak terasa dekat.
Alia pun tersenyum merasa bodoh.
Tiba-tiba pintu Alia pun terbuka, pria berjas hitam itu menyambut dirinya lagi.
"Silahkan nona," pintanya.
Alia pun tersenyum lalu segera keluar dari mobil itu. Namun saat kakinya menyentuh tanah, pandangan Alia pun terhenti pada bangunan megah yang ada di hadapannya.
Gedung pencakar langit dengan design mewah dan elegan. Apartemen.
Alia mengerutkan keningnya merasa heran.
Ini bukan rumah Sam.
Alia terus memperhatikan, ia benar-benar merasa asing di tempat ini. Ia tak pernah kesini sebelumnya.
Apa Sam membeli apartemen dan ingin aku tinggal terpisah dengannya?
Membayangkan pikiran itu pun membuat Alia tersenyum senang. Akhirnya Sam tak membuat dirinya terkurung bersama di rumah itu, pikir Alia.
"Mari nona," pria berjas itu kembali mempersilahkan Alia dengan sopan.
Alia pun menganggukkan kepalanya dan berjalan dengan langkah yang ringan. Ia begitu bersemangat untuk masuk ke dalam hunian barunya yang terbebas dari sosok Sam Kawter.
Alia memasuki lobi dan ternyata di sana telah ada beberapa pria berjas hitam yang menunggunya. Alia merasa seperti orang terhormat saja dikawal oleh beberapa orang seperti itu.
'Sam ini, apakah harus memberi pengawalan sebanyak ini? Jika dia memintaku tinggal di sini aku juga tidak akan kabur, aku malah senang' batin Alia heran.
Mereka pun masuk ke dalam lift, dan pengawal itu menekan tombol lantai 25. Alia tersentak melihatnya.
'Tinggi sekali, kenapa dia tak memberiku kamar di lantai dua saja? Dia benar-benar ingin menyusahkan ku!' gerutu Alia di dalam hatinya.
Hening.
Hingga lift terhenti di lantai tujuan. Mereka pun membawa Alia sampai di depan pintu salah satu unit. Suasana lorong begitu nyaman, desainnya sederhana namun memancarkan kesan modern dan hangat. Aroma harum yang lembut tercium samar, menenangkan hati Alia yang masih diliputi tanda tanya.
Sampailah mereka di depan sebuah pintu unit apartemen. Pria itu merogoh saku, mengambil kunci elektronik, lalu klekkk!—pintu terbuka dengan mulus.
"Silakan, Nona," ucap pria itu dengan suara datar namun sopan, sembari sedikit menunduk memberi hormat.
Alia menatap sejenak, lalu melangkah masuk tanpa ragu. Matanya langsung disambut pemandangan sebuah ruang yang elegan. Perabotan tertata rapi, dominasi warna-warna netral berpadu dengan sentuhan aksen kayu yang hangat.
Cahaya lampu temaram menambah kesan mewah namun tetap menenangkan. Semua terasa terlalu sempurna, seolah tempat itu telah lama dipersiapkan untuk kedatangannya.
Tiba-tiba saja pintu tertutup kembali. Alia pun tersentak dan menoleh ke arah pintu.
Kosong.
Tidak ada satupun orang di ruang itu. Ia kini hanya berdiri sendiri di sana.
"Kemana mereka semua?" gumam Alia sedikit panik.
Pasalnya, mereka tak memberikan kunci pada Alia untuk mengakses pintu itu. Alia pun berjalan tergesa menuju pintu, mencoba memutar knopnya, namun terkunci.
"Bagaimana ini? Mereka lupa atau—"
"Alia..."
Ucapan Alia pun terhenti dengan suara yang begitu Alia kenali. Tiba-tiba saja tubuhnya menegang, jantungnya berpacu dengan waktu. Tubuhnya seakan membeku menatap pintu.
Tidak mungkin!
Devan?
jangan bertempur dengan masa lalu karena terlalu berat