Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : LOFY
Secangkir Americano dan segelas milkshake strawberry sudah tersaji di atas salah satu meja pelanggan disebuah outdoor cafe. Sudah hampir dua puluh menit lamanya Arman dan Viola duduk saling berhadapan dan mereka masih saling diam.
Arman meraih gagang cangkir miliknya dan menyesap kopinya sedikit, "Om sudah dengar tentang kasus yang menimpa papa kamu. Om turut prihatin." ucapnya meletakkan kembali cangkir kopi diatas meja.
"Makasih, Om." jawab Viola. Dia masih bingung kenapa tiba-tiba papanya Raka mengajaknya untuk bicara berdua.
"Kasus yang menimpa papa kamu ini bukan kasus kecil, dan bisa berdampak negatif bagi orang-orang sekitar juga." Arman menghela napas panjang, menyenderkan tubuhnya pada kursi. "Sebentar lagi Raka akan kembali, Om hanya tidak mau namanya ikut terseret, menjadi bahan olokan orang-orang."
"Maksud, Om?" Viola mengernyitkan kening, wajahnya terlihat sedikit tegang.
"Kamu pasti paham maksud Om, Viola. Om hanya tidak mau Raka ikut terbawa-bawa namanya atas apa yang sedang menimpa pada keluarga kamu sekarang. Orang-orang pasti akan memandang sebelah mata, siapa sih yang mau menjalin hubungan dengan anak seorang koruptor, apalagi Raka punya masa depan yang cerah. Dia pantas mendapatkan perempuan yang lebih baik, lebih layak, dan yang pasti sejajar dengannya, jelas bibit dan bobotnya." Arman berkata dengan lantang, menatap Viola yang terlihat mulai resah.
Kedua tangannya saling meremas kuat diatas pangkuan, milkshake strawberry yang ada dihadapannya sekarang bahkan sudah tidak menarik lagi untuk dicicipi. Kata-kata Om Arman terlalu jujur, terlalu menyakitkan untuk dia dengar.
Viola tahu saat seperti ini pasti akan ada, tapi ini terlalu cepat, dan dia belum siap.
"Putuskan hubungan kamu dengan Raka, jangan menghubungi apalagi sampai menemui dia lagi. Biarkan Raka hidup tenang, tanpa harus terbawa namanya atas kasus yang sedang menimpa keluarga kamu." tambah Arman masih dengan raut tenangnya.
Ada keheningan sesaat.
"Kenapa tidak Om meminta Raka saja untuk menjauhi saya?" tanya Viola pelan, masih syok dengan apa yang Arman katakan. "Selama Raka masih teguh dengan hubungan kami, saya tidak akan pergi, apalagi sampai menjauhinya seperti yang Om minta. Dan kalaupun saya pergi, Raka pasti akan mencari. Dia tidak akan membiarkan saya sendiri." suaranya terdengar lebih tegas, lalu segera berdiri.
"Kalau sudah tidak ada yang mau dibicarakan lagi, saya permisi, Om." tambahnya, menundukkan sedikit kepala sebelum berbalik untuk pergi.
"Tunggu!" cegah Arman. "Raka sudah Om jodohkan. Dengan perempuan yang pastinya lebih baik dari kamu."
Perasaan kaget dan sedih menyatu dalam hatinya, berharap apa yang dia dengar tadi hanya lelucon semata.
Hatinya tidak tenang, Viola melangkahkan kakinya meninggalkan cafe dengan langkah sedikit tergesa tanpa menjawab ucapan Arman lebih dulu.
Air matanya berhasil menerobos begitu dia sudah berjalan semakin jauh. Langkahnya terhenti, kedua tangannya membekap mulut. Dia menangis tergugu.
-
-
-
Malam ini hujan turun sangat deras, jalanan yang sejak sore padat kini sudah mulai lengang. Didalam rumahnya, Tamara dan Leo sedang menunggu dengan cemas dan gelisah. Sudah jam sepuluh malam tapi Viola belum juga pulang.
"Leo, bagaimana ini? Mama takut terjadi apa-apa dijalan." Tamara mendesah, hatinya benar-benar gelisah.
"Pak Wawan sedang keluar mencari, Mama tenang aja, Vio pasti baik-baik aja." jawab Leo.
"Biasanya kalau Vio seperti ini pasti ada sesuatu yang sedang mengganggu hatinya." Tamara terdiam sejenak, "Kamu ingat kan pas dia buat drama kelulusan sekolah dulu? Seharian dicari-cari nggak taunya cuma sedih gara-gara lulus duluan dari Raka. Mama takut ini ada hubungannya dengan Raka, kalau cuma ada masalah dengan pekerjaan atau dengan teman, Viola nggak akan sampai begini, nggak pulang... nggak ngasih kabar."
"Ma." Leo berjalan mendekat, duduk disamping sang mama. Mereka memang hanya berdua sekarang, karena Alya sudah minta diantar pulang tadi siang. "Tapikan sekarang Raka masih di London, dan hubungan mereka juga baik-baik aja. Jadi nggak mungkin ini ada hubungannya dengan Raka, mungkin Vio lagi terjebak macet atau main kerumah temannya dulu."
"Apapun bisa jadi mungkin, Leo. Apalagi setelah kasus yang menjerat papa kamu, pasti berdampak pada hubungan mereka juga." Tamara menghela napas berat, matanya berkaca-kaca. "Mungkin Raka tidak, tapi orang tuanya? Apa mereka masih mau memberikan restu setelah apa yang terjadi pada keluarga kita? Mereka keluarga terpandang, tidak mungkin mau menjalin hubungan dengan orang yang sedang berurusan dengan hukum seperti kita."
Leo terdiam, menundukkan sedikit kepalanya. "Mama benar. Kasus yang menjerat papa mulai menjadi bahan omongan orang-orang diluar sana. Mereka menghakimi, memberikan penilaian tersendiri."
"Maafin Papa ya?" Tamara mengusap lembut rambut putranya. "Sekarang kamu bantu pak Wawan buat cari Viola dulu, mama khawatir terjadi apa-apa sama adik kamu dijalan."
"Mama yakin nggak apa-apa kalau aku tinggal?" tanya Leo yang dijawab anggukan oleh Tamara.
"Nggak apa-apa, Mama kan ada mbak Asih dirumah."
"Ya udah, Leo pamit cari Vio dulu ya, Ma." Leo bergegas bangun, mengambil kunci mobil dari dalam laci dan segera naik ke dalam mobilnya yang terparkir di halaman rumah.
-
-
-
Hidupku, selalu tentang Raka... Dan hanya Raka...
Disinilah sekarang Viola berdiri, di depan gerbang sekolah SMA Bakti Bangsa, menatap bangunan bersejarah dalam hidupnya. Dari sinilah kisah cintanya dimulai beberapa tahun lalu.
Kedinginan mulai menyerang tubuhnya, sudah sejak satu jam dia berdiri disana, didepan pintu gerbang sekolah yang tertutup rapat. Wajahnya kian pucat, tubuhnya menggigil, namun dia memilih untuk abai. Ucapan om Arman tadi sore masih terus terngiang di benaknya. Raka mau dijodohkan?
Wajahnya menengadah ke atas, matanya terpejam, merasakan setiap tetes air hujan yang menyentuh kulit wajahnya. "Raka... Kamu selalu ada di setiap heningku meskipun tanpa suara... apapun tentang kamu tak pernah usai dalam hidupku."
Air matanya sudah bercampur dengan air hujan. Perasaan sedih dan kecewa memenuhi hatinya, semakin kalut dan semakin dalam.
"Aku cari kemana-mana nggak taunya kamu disini. Kenapa selalu membuat khawatir?!"
...♥️♥️♥️...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio