ISTRI SATU MILIAR

"Jadi kau masih berhubungan dengan Clara..?" tanya Nyonya Davis dengan penuh rasa murka.

Tanpa mau membuang waktu, setibanya sang putra juga menantu dan ketiga keponakan, tuan dan nyonya Davis, langsung mengumpulkan mereka diruang tengah mansion.

"Apa kau benar benar sudah kehilangan akal sehatmu..?" tuan Davis berbicara "dimana otakmu itu tinggal..? sampai kau bisa melakukan hal memalukan seperti itu."

Noah tak bergeming, hanya deru nafasnya saja yang terdengar tak beraturan. Sementara Yura hanya menundukkan wajahnya, menatap pola yang terukir dilembaran karpet yang ia pijak.

Sedangkan ketiga pemuda, kompak menyadarkan punggung mereka kedinding penyangga sofa, seraya menatap jengah kearah Noah.

"Apa yang kau rencanakan dengan kekasih gelapmu itu..?" mata yang dikelilingi garis keriput, menelisik wujud sang putra seperti tajamnya belati yang siap merobek dada anak semata wayangnya itu.

Noah menghela nafas, namun tak juga mau membuka mulutnya.

"Ayah peringatkan kepadamu, kalau kau sampai berbuat yang macam macam, walau kau putraku satu satunya, tak ada ampunan." tuan Davis mulai memberi ancaman "ayah lempar kau kejalanan dan jangan harap bisa kembali kekeluarga Davis dan Mahendra."

"Ayah...!" Seruan dari Yura, dengan raut wajah memohon.

"Jangan kau membela anak kurang ajar ini." sela nyonya Davis dengan menunjuk kearah Noah.

"Ibu tidak pernah mengajarkanmu untuk tidak menghargai orang lain, apa lagi mempermainkan sebuah pernikahan. Pakai otakmu, wanita yang tidak mau dinikahi tapi tetap menempel dan mengaturmu, padahal kau sudah menikah, apakah itu wanita baik baik..?" sengit nyonya Davis bertanya.

"Kau itu sedang diperalat, kau dimanfaatkan, pakai otak bodohmu Noah...!" suara nyonya Davis mulai meninggi.

"Kalau Clara memang tulus mencintaimu, sudah sejak dulu wanita itu mau kau nikahi, dan sudah pasti dia tidak akan membiarkanmu menikahi Yura" imbuh tuan Davis.

"Tapi nyatanya apa..? Clara lebih mementingkan kariernya dari pada dirimu. Apa kau merasa tidak terhina dengan penolakan itu..? Kau itu tidak lah berharga dimata Clara. Dimana harga dirimu sebagai seorang laki laki, DIMANA..?" murka tuan Davis benar benar sudah diambang batas.

Tak ada yang berani berucap, semua diam mengatupkan bibir mereka rapat rapat, mendengar ocehan, nasehat yang diselimuti dengan kemarahan dari tuan dan nyonya Davis.

Ajaran keluarga Davis memang sangat baik, tak boleh membedakan siapa pun dia dan dari kalangan mana, tak ada yang boleh membantah ketika para orang tua berbicara, tidak ada yang boleh mempermainkan satu hubungan dan tidak ada yang boleh terjerumus kepergaulan bebas mau pun terlarang.

Dua jam lamanya keempat orang itu harus melihat dan mendengar murkanya tuan dan nyonya Davis kepada Noah. Sebelum akhirnya kini kesemuanya sudah berada ditempat pembaringan mereka masing masing.

"Apa kau puas melihat ayah dan ibu marah kepadaku..?" tanya Noah kepada Yura yang sudah ia kungkung diatas sofa panjang nan lebar kamar mereka.

"Apa maksudmu..?" tanya Yura bingung dengan meronta berusaha melepaskan diri "apa semua yang terjadi kepadamu itu salahku..?"

"Tentu saja salammu..? Karena kau dengan lancangnya masuk kehidupku..?"geram Noah dengan sorot mata yang menguliti wajah sang istri.

"Kalau begitu lepaskan aku, ceraikan aku dan kau be-----

Noah melesatkan bibirnya guna mencumbu bibir ranum sang istri. Kembali, Noah akan melampiaskan semua rasa yang kini mendera raganya. Apa pun rasa itu, hanya tubuh Yura lah obatnya.

"Percuma kau mengatakan itu berkali kali, selama aku belum puas, kau tidak akan aku lepaskan."

SRET

Entah sudah berapa banyak pakaian Yura yang terbelah tak berbentuk, akibat ulah suaminya itu. Dan kini Yura hanya bisa mendendangkan melodi sebagai penghantar untuk sang suami mendapat apa yang ia ingini.

Dengan menatap buas raga polos Yura yang terlentang lemas disofa, Noah menanggalkan semua rajutan benang yang melekat ditubuhnya, dan kembali lelaki itu berpacu setelah beberapa menit yang lalu meraih puncaknya untuk yang pertama kali dimalam ini.

"Kapan kau merasa puas dan bosan kepadaku..?" tanya Yura lirih setelah tiga jam lamanya ia dihajar habis oleh sang suami "aku lelah Noah, aku ingin bahagia menikmati hidupku"

Noah memeluk erat dari arah belakang, raga yang sudah ia baringkan diranjang "aku tidak akan pernah puas, dan tidak akan pernah bosan" ucap Noah jujur "jangan pernah berharap kau bisa menikmati hidupmu tanpa bayang bayang dariku"

Ingin rasanya Yura membunuh suaminya. Dengan sesuka hati lelaki itu mempermainkan perasaannya. Sehari bersikap manis, sehari bersikap layaknya seorang bajingan. Empat puluh hari tapi terasa sudah empat puluh tahun, Yura hidup dalam belenggu rumah tangga bersama Noah.

Hingga pagi menjelang, Noah tak juga melepaskan dekapannya ditubuh Yura. Padahal kedua netranya tertutup rapat dibarengi dengkuran lirih.

"Jangan coba coba untuk pergi dariku..!" ucap Parau Noah dengan mata yang masih terpejam, seraya semakin mengeratkan kedua tangannya diraga sang istri.

"Apa untuk kekamar mandi saja aku tidak boleh..?" tanya Yura yang terpaksa harus menghentikan pergerakannya.

"Tidak boleh...!"

"Apa kau benar benar sudah gila..?" tanya Yura lagi dengan sebalnya.

"Hem, aku gila karena dirimu." masih dengan posisi yang sama, Noah menjawab pertanyaan istrinya itu.

Yura memunculkan wajah jengahnya "aku sudah tidah tahan Noah, sebentar saja." Yura mencoba melepaskan diri.

"Kenapa kau tidak bilang kalau sudah tidak tahan." seraya merubah posisi menjadi diatas tubuh sang istri.

"Buk------

Kembali bibir Yura dikunci.

Noah Mahendra Davis, sepertinya memang sudah hilang kewarasannya. Dengan tidak ada kata puas atau pun lelah, kembali pria itu mengajak sang istri untuk menari dan bersenandung dipagi hari ini, guna melupakan semua yang sudah terjadi beberapa hari lalu.

❤️ Rate bintang lima, Like, jangan lupa ya kawan. Kalau berkenan kirimkan vote juga hadiah, agar Yura dan Noah makin semangat untuk bercerita ❤️