“Addunya kulluhaa mata', wa khoyru mata’uddunya al mar’atushshalehah”
“Dunia seluruhnya adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah istri yang shalihah."
Kelanjutan cerita di Balik Cadar Aisha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karma
Meisya kembali gelagapan melihat Zayn yang kini sudah ada di depannya.
"Dia sudah mengakui semuanya," ucap Anita pada adik iparnya.
Zayn menunduk penuh rasa kecewa, hatinya geram penuh dengan amarah.
"Boleh aku tahu kenapa kamu melakukannya?" tanya Zayn dengan terus menahan kemarahannya.
Meisya yang tadinya gugup tiba-tiba tersenyum. Dia mengangkat kepalanya melihat Zayn dengan berani.
"Tentu saja karena aku cemburu." Meisya tersenyum sinis.
Zayn kaget. Melirik Meisya sekilas.
"Aku mencintaimu. Sudah lama semenjak kita masih kuliah. Aku jatuh cinta padamu." Meisya tersenyum-senyum sendiri.
Zayn menggeleng-gelengkan kepalanya kesal.
"Aku marah dan kecewa, ketika aku tahu jika kamu menikahi wanita lain, semakin kecewa karena wanita yang kamu nikahi adalah wanita yang punya penyakit mental."
Semua orang kaget mendengar Meisya yang menghina Lela dengan tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Tinggalkan dia, dia tak pantas untukmu." Meisya menatap Zayn dengan penuh harap.
Zayn tersenyum.
"Lalu apakah kamu merasa pantas?"
"Tentu saja. Dari segala hal, aku lebih baik darinya."
"Benarkah?" Zayn tersenyum.
"Aku jadi bingung sebenarnya siapa disini yang sakit mental? Istriku atau justru kamu?" Zayn kembali tersenyum sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
Meisya kaget.
"Jika boleh aku memberikan saran. Sebaiknya kamu mendatangi psikiater yang bagus," ucap Zayn lagi.
Meisya tampak geram.
"Bukan begitu Bu Diah?" Zayn melihat Diah yang sedari tadi terdiam penuh kekecewaan.
Meisya yang melihat Diah mengangguk tampak semakin kesal.
Zayn lalu pergi dengan masih membawa rasa kecewa di hatinya, namun apa daya dia tak bisa berbuat banyak, hanya berdoa semoga Allah SWT yang membalaskan semua penderitaan istrinya.
Aisha yang sudah tidak tahan berdiri melihat Meisya dengan geram.
"Takutlah pada diamnya orang yang kamu lukai, yang hatinya kamu rajam pedih, karena ketika dia diam maka Allah yang akan membalas semua kesakitannya."
"Ingatlah. Hukum alam itu adil, siapa yang menyakiti maka suatu saat akan tersakiti, drama manis yang kamu mainkan akan berbuah karma manis yang lebih menyakitkan." Aisha menatap Meisya lekat.
Meisya hanya tersenyum-senyum mengejek mendengar perkataan Aisha.
Anita lantas mengajak Aisha untuk pergi dari sana, meninggalkan Meisya yang kini hanya tinggal berdua dengan tantenya.
Diah menatap lekat wajah keponakannya.
"Sebaiknya kamu mempertimbangkan saran temanmu tadi agar kamu berkonsultasi dengan psikiater," ucap Diah sambil mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Meisya yang kaget dengan perkataan tantenya.
***
Ammar tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Meisya yang mengadu kepadanya jika rencana mereka dengan mudahnya bisa di tebak oleh Zayn dan keluarganya.
"Terus apa masalahnya? Yang terpenting kan rencana kita berhasil. Mereka sendiri kan yang mengatakan jika kondisi Lela kembali terpuruk lagi." Ammar masih tertawa sendiri.
Meisya yang tadinya kesal lantas tersenyum menyetujui perkataan Ammar.
"Benar juga. Sebagai psikolog aku yakin jika setelah ini Lela perlu waktu yang lebih lama lagi untuk bisa sembuh."
"Tentu saja. Bahkan aku pastikan jika dia tak akan pernah sembuh. Tak akan aku biarkan dia hidup tenang dan bahagia bersama suami barunya setelah apa yang dia lakukan padaku dan kedua orang tuaku."
Ammar langsung teringat akan studinya yang terpaksa harus berhenti karena kasus hukum yang menimpanya. Hal itu sudah pasti membuat kedua orang tuanya kecewa, belum lagi impian dan cita-citanya yang gagal untuk dia wujudkan, sebagai anak tunggal, tempat bertumpunya semua harapan dan mimpi keluarga, Ammar telah membuat kedua orang tuanya kecewa.
Seandainya saja waktu itu keluarga Lela tidak melaporkannya atau menerima permohonan maafnya, maka dia yakin jika kini hidupnya tak akan seperti ini. Sekarang kedua orang tuanya yang dulunya menyimpan harapan besar padanya, kini menjalani masa tua mereka dengan sangat membencinya. Belum lagi titel yang dia dapatkan sekarang sebagai seorang residivis membuat hidupnya semakin tak berarti lagi.
"Terima kasih," ucap Ammar tiba-tiba melihat Meisya.
"Untuk?"
"Telah membuka jalan untukku membalas dendam pada Lela dan keluarganya."
Meisya tersenyum.
"Tidak perlu berterima kasih. Cukup buat hidup Lela dan suaminya tak bahagia saja itu sudah sangat berarti bagiku."
"Kamu tenang saja, aku sudah menyusun rencana membuat hidup Lela akan seperti di dalam neraka. Tangan ini memang sudah tidak bisa lagi memukulnya, tapi ini bisa." Ammar menunjuk kepalanya.
Keduanya tersenyum.
***
Keesokan harinya.
Zayn tertegun melihat istrinya yang tengah khusyuk berdoa di depan pusara Abah. Saking khusuknya Lela bahkan sampai tak menyadari jika Zayn telah cukup lama menunggu di belakangnya.
Lela yang terus mendoakan sang ayahanda tampak sesekali menyeka air matanya, hingga tak terasa tisu yang dipegangnya telah basah dan tak bisa digunakan lagi.
Dia lalu berniat menggunakan kerudungnya untuk mengusap air matanya, namun tiba-tiba dia dibuat kaget ketika seseorang memberinya sapu tangan.
Lela kaget melihat jika orang itu ternyata adalah suaminya, berdiri di sampingnya.
Lela mengambil sapu tangan itu di tangan suaminya dengan ragu.
"Maaf. Aku pikir kamu belum datang."
"Tidak apa-apa."
Zayn duduk di sebelah Lela, agak sedikit jauh sehingga ada jarak diantara keduanya.
Pusara Abah seolah menjadi saksi keheningan diantara keduanya.
Keduanya sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Zayn memecah keheningan.
"Alhamdulillah. Sudah lebih baik."
"Syukurlah."
"Maafkan aku," ucap Lela melirik suaminya sekilas.
"Aku juga," jawab Zayn cepat.
Lela kaget, dia melihat Zayn.
"Kamu tidak salah apapun."
"Kamu juga," jawab Zayn lagi.
Lela tertegun sejenak.
"Aku sering membuatmu khawatir." Lela kembali melihat suaminya.
"Kalau begitu jangan lagi," jawab Zayn tersenyum.
Lela ikut tersenyum. Keduanya saling menatap dengan saling memberikan senyuman.
Lela berdiri. Begitu juga dengan Zayn.
Lela menatap pusara Abah sejenak. Tiba-tiba dia tersenyum sambil melihat suaminya.
"Ayo kita pulang."
Zayn mengangguk.
Keduanya berjalan beriringan menuju rumah.
***
Sementara itu di kantor.
Meisya tetap memilih untuk datang bekerja hari ini meskipun sudah ada instruksi dari pimpinan jika hari ini lebih baik semua karyawan bekerja dari rumah saja.
Meskipun dia tahu jika hari ini akan ada demo besar-besaran dari para buruh yang kecewa karena diberhentikan dengan sepihak oleh pihak perusahaan, namun dia memilih untuk tetap datang ke kantor mengingat banyaknya pekerjaan yang harus segera dia selesaikan.
Setibanya di parkiran, dia segera turun dari mobilnya dan melihat massa yang sudah mulai berkerumun di halaman depan kantor. Beberapa rekan kerjanya yang juga memilih untuk tetap datang bekerja lalu mengajaknya untuk masuk lewat pintu belakang karena pintu masuk sudah di blokade para buruh.
Siang hari.
Meisya tetap sibuk bekerja ruangannya, tak menghiraukan situasi di luar kantor yang semakin memanas, para buruh semakin beringas karena permintaan mereka untuk bertemu perwakilan perusahaan tidak juga di penuhi.
Tiba-tiba dia dikagetkan oleh beberapa orang buruh yang ternyata memilih untuk merangsek masuk ke dalam kantor, dia mencoba menelepon security untuk mengusir para buruh yang terus memasuki kantor. Namun sayang tak ada jawaban. Meisya semakin panik melihat buruh yang semakin banyak memasuki kantor.
Meisya yang ketakutan lalu mencoba untuk bersembunyi, namun sayang, beberapa orang buruh sudah melihatnya. Mengetahui jika Meisya adalah kepala HRD, yang menangani masalah pemecatan mereka, para buruh semakin beringas.
Meisya ditarik oleh beberapa buruh wanita dengan paksa untuk dibawa keluar kantor.
Setibanya di luar, Meisya yang ketakutan terus mencoba untuk menenangkan massa, namun upayanya gagal karena massa yang sudah terlanjur kecewa, berawal dari satu orang yang menjambak rambutnya, diikuti oleh beberapa orang lainnya yang kini memukul wajahnya.
Para buruh wanita itu semakin tak terkendali, mereka terus menghajar Meisya dengan tanpa ampun, walaupun beberapa buruh lainnya mencoba untuk menghentikan tindakan pengeroyokan itu, namun sayang mereka kalah jumlah dengan orang-orang yang terlanjur kecewa, Meisya terus dihajar tanpa iba oleh mereka yang kesal.
Hingga akhirnya aksi pengeroyokan itu berhenti setelah mereka melihat Meisya yang sudah tak sadarkan diri tergeletak di tanah, dengan wajah yang bercucuran darah, beberapa orang mengangkatnya untuk dibawa ke Rumah Sakit.
soalx jau dri suami😚😚
sy suka ceritax dan akan slalu menunggu kelanjutanx
smangat thor km hebat🙏🙏