NovelToon NovelToon
Jadi Istri Om Duda!

Jadi Istri Om Duda!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Duda
Popularitas:642
Nilai: 5
Nama Author: Galuh Dwi Fatimah

"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lowongan Kerja

Malam semakin larut. Lampu taman menyala redup dengan nuansa kekuningan hangat. Angin membawa aroma bunga melati dari sudut taman.

Di ruang tamu, Raden dan Rahayu masih asyik mengobrol sambil menikmati teh. Bastian berpamitan sebentar ke luar, mencari udara segar. Ia berjalan ke taman belakang, tempat yang tenang dan sedikit jauh dari ruang utama.

Bastian duduk di bangku kayu panjang, menatap langit malam.

“Udara malam rumah Raden nggak pernah berubah… tenang banget,” gumamnya pelan.

Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar dari belakang.

Tap… tap… tap…

Langkah ringan itu membuat Bastian menoleh.

“Om Bastian?”

Riri muncul dengan sweater tipis menutupi dress putihnya, rambutnya dibiarkan terurai alami. Ia tampak ragu-ragu tapi berusaha tenang.

“Eh… Riri.” Bastian sedikit terkejut. “Kamu belum tidur?”

“Belum… aku biasanya suka duduk di taman habis makan. Nyantai aja. Om juga suka udara malam ya?”

“Iya, sekadar cari angin. Rumah kalian adem.”

Riri tersenyum kecil lalu berjalan mendekat, lalu duduk di bangku yang sama, walau masih menyisakan jarak sopan di antara mereka.

---

“Om sering ke rumah ya?”

“Nggak juga. Ini malah baru pertama kali lagi setelah… bertahun-tahun.”

“Oh pantes. Aku sampai nggak tahu Papa punya teman sedekat itu, kayak Om.”

Bastian tertawa kecil “Ya begitulah… zaman muda dulu, kami banyak kenangan.”

Riri memperhatikannya dari samping. Caranya duduk tegap, tatapan matanya tajam tapi tenang. Ada aura dewasa yang membuat Riri semakin terpikat.

“Om sering ke luar negeri ya? Aku lihat di sosial media Om…”

Bastian menatap Riri dengan alis terangkat “Kamu… masih suka stalking saya ya?”

Wajah Riri merona cepat “Hah!? Ngg…nggak stalking, cuma… ya penasaran aja. Kan Papa bilang Om sering di luar negeri.”

Bastian kembali tersenyum tipis “Penasaran ya?”

Riri menggigit bibirnya seraya menunduk “Dikit.”

---

Bastian menarik napas pelan. Dalam hati, ia sadar percakapan ini mulai menyentuh garis halus. Ia harus tetap jaga diri.

“Riri, Om itu teman papamu. Umur kita jauh banget. Kamu harus hati-hati kalau ngobrol sama laki-laki.”

“Kenapa? Emangnya aku salah ngomong, Om?” Tanya Riri penasaran.

“Bukan salah… cuma…” ia mengusap tengkuknya, sedikit gugup “…Om nggak mau kamu salah paham sama sikap Om. Om harusnya jaga jarak.”

Riri menatap lurus ke matanya “Tapi aku nggak salah paham, Om. Aku cuma… pengin kenal Om lebih baik aja. Salah?”

Bastian terdiam. Tatapan Riri polos, tapi ada sesuatu di sana—sesuatu yang tidak semestinya tumbuh di antara mereka.

“Riri… kamu masih muda. Dunia kamu luas. Jangan buang waktu mikirin… orang seperti Om.”

“Kenapa enggak? Orang seperti Om itu… menarik.”

Kalimat itu meluncur begitu saja. Riri sendiri kaget setelah mengucapkannya. Pipinya panas, tapi ia tidak menarik kata-katanya.

Bastian terdiam cukup lama. Ia menatap langit malam untuk menghindari tatapan Riri. Dalam hatinya, ada rasa tertarik yang tak bisa ia pungkiri… tapi juga rasa bersalah.

“Riri… jangan bikin Om sulit.” ucap Bastian pelan.

Riri juga turut berbisik “Kalau aku nggak niat bikin sulit, gimana?”

Suasana mendadak hening. Hanya suara jangkrik dan angin malam yang terdengar. Bastian berdiri, mencoba menjaga jarak.

“Sudah malam, Ri. Kamu harus masuk. Nanti masuk angin.”

Riri masih terus menatap pria di depannya dengan mata tajam tapi lembut “Iya, Om…”

Bastian melangkah pergi lebih dulu. Tapi sebelum masuk ke dalam rumah, ia sempat melirik ke belakang. Riri masih duduk di bangku taman, menggenggam sweaternya erat, dengan ekspresi campuran antara gugup dan bahagia.

_____

Sore itu, Raden sedang duduk di ruang kerja rumahnya, memeriksa beberapa dokumen kantor sambil menyeruput kopi hitam. Suasana rumah tenang karena Riri sedang tidur siang setelah seharian jalan-jalan dengan ibunya.

Nada dering ponsel Raden memecah kesunyian. Ia melihat layar — “Bastian Dinantara”.

“Halo, Bas! tumben nelpon sore-sore. Ada kabar apa nih?”

“Halo, Den. Hehe, nggak ganggu kan? Gue cuma mau kabarin sedikit soal Riri.” Jawab Bastian di seberang.

“Soal Riri? Emang kenapa? Ada apa sama anak gadis gue?” nada suaranya terdengar agak khawatir

“Halah, santai dulu. Bukan kabar buruk kok. Kemarin gue sempet ngobrol sama HR. Kebetulan di kantor pusat lagi buka lowongan untuk posisi junior public relation. Gue inget lo pernah bilang Riri lagi cari kerjaan, kan?”

“Wah, iya! Iya, dia memang lagi nganggur tuh. Cocok nggak buat dia, Bas?”

“Menurut gue cocok. Posisi ini nggak terlalu teknis, lebih banyak komunikasi dan representasi perusahaan. Cocok buat anak muda yang baru lulus, apalagi kalau dia punya kepribadian ceria. Kayaknya Riri masuk banget kriteria itu.”

Raden tertawa,

“Hahaha… iya, anak gue itu cerewetnya luar biasa. Kalau ngomong nggak bisa pelan. Tapi sebenarnya dia cepat belajar, Bas.”

“Bagus. Nanti lo kirim aja CV sama dokumen pendukungnya ke email HRD. Biar gue bantu kasih catatan rekomendasi pribadi. Tapi seleksi tetap jalan normal ya, Den. Gue nggak bisa langsung kasih jabatan.”

“Ya jelas. Gue juga nggak mau anak gue enak-enakan masuk tanpa usaha. Tapi makasih banget ya, Bas. Lo selalu bantuin keluarga gue.”

“Alah, nggak usah gitu, Den. Gue senang bisa bantu. Lagi pula… Riri anaknya menarik, pinter ngobrol. Sayang kalau nganggur kelamaan.”

Raden tertawa lagi,

“Nah, itu dia! Gue bakal kasih tahu dia kabar bagus ini. Kayaknya bakal heboh reaksinya.”

“Haha… siap-siap aja. Anak muda zaman sekarang kalau dikasih kabar kerjaan suka heboh sendiri.”

“Makasih banget, Bas. Nanti malam gue kasih tahu ke Riri.”

“Siap. Gue tunggu kabarnya ya. Kalau dia setuju, minggu depan bisa langsung interview.”

“Deal! Gue kabarin lagi nanti.”

Mereka pun menutup telepon dengan tawa hangat.

____

Riri baru saja turun dari kamar tidur, rambut masih berantakan, sweater kebesaran menempel di tubuhnya. Dia menguap panjang.

"Pa, Ma, makan malamnya udah siap belum?"

"Anak gadis, baru bangun jam segini! Orang udah mau magrib, kamu baru melek. Hadeh, Riri… Riri…"

"Ya kan aku capek, Ma. Kemarin ikut Mama keliling seharian, kaki pegel semua."

"Capek keliling mall bukan alasan. Kamu tuh cewek, jangan males-malesan mulu."

"Yaelah, Mama bawel banget sih. Papa aja nggak ngomel."

"Udah, udah, jangan berantem dulu. Papa justru mau kasih kabar baik buat kamu, Ri."

"Hah? Kabar baik? Papa mau kasih aku mobil baru ya?"

"Bukan, mobil apaan… kamu kerja aja belum."

"Yah, kirain beneran…" sahut Riri pura-pura manyun

"Tadi Papa ditelepon Om Bastian."

"Om Bastian? Emangnya Om Bastian ngomong apa?" mata Riri seketika langsung berbinar.

"Dia bilang di kantornya lagi buka lowongan junior public relation. Katanya cocok buat anak muda yang baru lulus. Papa langsung inget kamu. Kalau kamu mau, minggu depan bisa interview."

"Serius, Pa!? Om Bastian yang kasih tahu?"

"Iya dong. Papa kira kamu bakal senang."

"Senang banget, Pa! Ya ampun… posisi PR itu tuh… aku banget! Aku kan emang suka ngomong, suka tampil, suka ketemu orang. Eh tapi… aku bisa kerja di kantornya Om berarti… aku bakal sering ketemu Om dong."

"Ngomong apa kamu barusan?"

"Hah? Ngg… nggak, aku cuma… ya maksudnya ketemu bos Papa lah."

"Jaga ucapan kamu. Itu kantor, bukan tempat main."

"Iya, iya, Ma… aku bakal kerja yang bener kok. Tapi tetep tampil cantik dong, masa nggak boleh."

"Ya udah, kamu siapin semua. Ini kesempatan bagus, Ri. Papa pengin kamu belajar mandiri."

"Makasih, Pa. Kalau nggak ada Papa, Riri nggak bakal dapet kesempatan ini. Dan makasih juga buat Om Bastian…" Riri mendadak senyum sendiri.

"Tuh kan, senyum-senyum sendiri. Awas ya kamu, jangan kebanyakan drama." ucap Rahayu memperingatkan putrinya.

"Iya Mamaaaa."

---

1
Grindelwald1
Wah, mantap!
Galuh Dwi Fatimah: terimakasih!!
total 1 replies
Niki Fujoshi
Capek tapi puas baca cerita ini, thor! Terima kasih sudah membuatku senang.
Galuh Dwi Fatimah: Terimakasih kak, semoga harimu selalu menyenangkan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!