Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 4
Ratna pulang ke rumah dengan hati yang remuk. Masih terbayang di ingatannya kejadian di butik tadi. Sekuat hati Ratna memendam perasaan rindu pada ayahnya, yang lama ia tak jumpai. Dan ketika mereka bertemu bukan pertemuan haru antara ayah dan anak tetapi rasa asing seolah mereka tidak ada hubungan apapun.
Ratna masuk ke kamarnya besar dan nyaman, mungkin berendam dalam bathub bisa meredakan kegundahan hatinya. Maka ia menuju toilet yang ada di kamarnya. Menyalakan keran dan mulai berendam dengan air hangat yang ia tambahi dengan minyak esensial lavender.
‘Aku akan berendam sejenak’ pikirnya sembari memejamkan mata. Air hangat yang menyentuh kulitnya sangat menenangkan, aroma lavender juga perlahan mengendurkan pikirannya yang tegang dan semrawut. Tak lama Ratna memejamkan matanya – menikmati perpaduan sentuhan air hangat dan aroma esensial lavender.
Entah berapa lama ia berkubang tapi air mulai dingin dan aroma lavender tercium samar. Segera ia berdiri keluar dari bathub -nya. Tetesan air jatuh dari tubuhnya yang telanjang. ‘Pukul berapa ini?’ batinnya. Begitu ia keluar dari kamar mandi mengenakan handuk kimononya, ia menyadari di luar sudah gelap, jendela masih terbuka dan tubuhnya terbelai angin malam.
Seketika ia tersadar – suaminya belum pulang.
‘Kemana Mas Bagas?’ ucapnya dalam hati. Ratna meraih ponsel yang ada di tasnya, khawatir kalau-kalau Bagas menghubunginya tapi nyatanya tak ada satupun pesan dari suaminya. Ratna mencoba untuk menelepon Bagas, siapa tahu Bagas sedang lembur. Tapi sekian kali ia mendial nomor suaminya hanya terdengar pesan suara. Hal ini membuat Ratna khawatir.
Tanpa pikir panjang Ratna segera mengganti handuknya dengan baju yang ia ambil secara sembarangan dari lemari. Ia berencana menyusul Bagas ke kantornya. Tanpa berias Ratna hanya menyisisr rambutnya, menyambar tas dan kunci mobil. Bergegas menuruni tangga yang hampir membuatnya terpeleset,.
Baru saja ia membuka pintu rumahnya ternyata sosok yang ia cari sudah berada di depan pintu lengkap dengan wajah masam dan kusut. Bagas tidak mengenakan jasnya dan kemejanya terlihat berantakan.
‘Apa yang terjadi?’ sekali lagi Ratna bermonolog.
“Mas –“
Bagas melewatinya begitu saja seolah Ratna tak ada.
Bagas yang tak pernah bersikap acuh ke Ratna membuat wanita itu bertanya-tanya, Ratna menyusul Bagas yang tengah menenggak air putih dari botol di kulkas.
“Mas Bagas ....” panggil Ratna pelan
Bagas yang masih menenggak minumannya hanya diam melanjutkan aktivitasnya. Air yang tadinya memenuhi botol segera tandas oleh regukan Bagas.
“Sayang ....” sekali lagi Ratna memanggil lirih
Bagas yang mendengar Ratna memanggilnya dengan begitu pelan menoleh ke arah istrinya. Bagas menghela napas sesaat sebelum akhirnya ia tiba-tiba memeluk istrinya.
“Mas kenapa?” tanya Ratna sembari mengelus punggung suaminya.
“Mas gapapa, cuma capek aja sama kerjaan.” Balas Bagas memeluk istrinya lebih erat.
“Kalau begitu mas harus istirahat.” Sahut Ratna menyarankan suaminya.
“Kamu benar, Mas mandi dulu ya.” Ucap Bagas melepas pelukannya
“Mas mau makan apa buat makan malam nanti?” tanya Ratna mengamit lengan suaminya
“Mas ga makan, mau langsung tidur aja dek.” Jawab Bagas sambil melepas sentuhan istrinya – membuat Ratna sedikit terkejut.
Mata Ratna mengekori punggung Bagas yang menaiki tangga perlahan dan hilang di balik pintu kamarnya.
Tidak biasanya Bagas seperti ini, apa yang terjadi? Benarkah hanya masalah kantor?
Ratna menggeleng pelan, tidak! Mas Bagas hanya capek kerja bukan capek dengannya.
Ratna menyiapkan sendiri makan malamnya. Biasanya di antara denting sendok dan garpu ada tawa dan kemesraan yang ia rasakan bersama Bagas.
Tapi kali ini hanya kesunyian yang menguar. Sesekali gesekan pisau yang mengiris steak terdengar, namun masih kalah dengan riuhnya isi kepala Ratna tentang perlakuan Bagas.
Selesai makan dan mencuci piring Ratna ingin segera kembali ke kamarnya, ketika ia menaiki tangga setiap pijakannya menghasilkan kegundahan di hatinya, antara terus menaiki hingga ujung atau kembali ke bawah.
Ia bimbang, tanpa Ratna sadari ia sudah berada tepat di depan pintu kamarnya, ia ragu haruskah ia mengetuk pintu itu dan berharap Bagas akan membukakan untuknya? Seolah menyambut dirinya sama seperti sebelum-sebelumnya?
Tangan Ratna terangkat – bersiap untuk mengetuk pintu kamarnya sebelum kegamangan kembali memenuhi hatinya.
Akhirnya Ratna memilih untuk mundur. Ia tak akan sanggup menghadapi perlakuan dingin Bagas di tempat tidur – tempat yang seharusnya dan memang dipenuhi kehangatan dan kasih sayang. Begitulah biasanya malam-malam mereka terlewati.
Tapi kali ini beda, Ratna bisa merasakan bahwa malam ini tak akan sama dengan malam-malam sebelumnya. Sehingga ia memilih untuk menjaga jarak.
Dengan langkah gontai Ratna menuruni tangga.
Menduduki sofa yang empuk, disanalah Ratna berbaring.
Perlahan airmatanya berlinang. Entah kenapa hatinya sakit. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia terluka oleh sikap Bagas.
Tapi saat ini ia hanya bisa menangis.
Mungkin karena terlalu letih secara emosi, Ratna akhirnya tertidur di sofa itu tanpa selimut.
Paginya, Ratna terbangun karena silau sinar mentari yang menembus tirai. Begitu ia membuka mata dan menyadari sekitar, ia tersentak heran karena ia berada di kamarnya. Ratna yakin bahwa ia tertidur di sofa ruang tamu.
Dan yang membuatnya semakin terkejut, ia mendapati ada sepiring sandwich dan segelas susu stroberi kesukaannya di atas nakasnya. Tangan Ratna terlurur dan ternyata keduanya masih dalam keadaan hangat. Artinya sandwich-nya belum lama dibuat.
Tapi yang paling membuatnya terkesiap adalah kertas kecil yang ada di bawah gelas susunya.
...‘Dek, maafin Mas ya, Mas bikin adek sedih. Mas ga bermaksud menyakitimu. Maafin Mas ya, nanti malam kita dinner di luar. Oh ya mas uda buatin kamu sarapan. Dimakan ya sayang. Love you. Sampai nanti malam’...
Ratna tersenyum hangat saat membaca pesan dari suaminya. Hatinya terasa sangat lega seolah beban berat di hatinya sudah terangkat.
‘berarti Mas Bagas yang angkat aku ke kamar tidur semalam’ batin Ratna dengan wajah bahagia.
‘Nanti malam mau dinner berati aku harus persiapan sekarang, kayanya nyalon asik deh, sama beli gaun buat dinner’ kembali Ratna tersenyum mendengar monolog dalam hatinya.
Segera Ratna mandi dan mempersiapkan diri, ia ingin tampil cantik malam ini.
Selesai dengan urusannya ia lekas pergi ke salon langganannya. Ia ingin melakukan perawatan agar ia tampak semakin memesona di mata Bagas nantinya.
Setelah dari salon Ratna mampir ke salah satu mall dekat rumah untuk mencari gaun yang cocok untuknya.
Cukup lama Ratna mencari gaun yang sesuai dengan seleranya sampai akhirnya ia menemukan gaun berwarna biru donker. Sebuah dress yang cantik dengan potongan sabrina. Sangat cocok dengan garis bahu Ratna yang indah dan berkulit putih susu. Tanpa pikir panjang ia langsung membungkus gaun itu.
Tak terasa dari mulai perawatan di salon dan pencarian gaunnya ternyata memakan waktu hingga hampir petang.
Ratna mulai bersiap, mengenakan dress-nya yang cantik, ber-make up tipis tapi menawan dan menyemprotkan parfum yang tadi dibelinya juga.
Ia menunggu Bagas di ruang tamu. Bagas akan menjemputnya begitu ia pulang kerja.
Lima menit lagi, pikirnya.
Tak lama Ratna mendengar deru mesin mobil Bagas yang sudah di hapalnya. Ratna tak sabar ingin menunjukkan pesonanya pada suaminya. Ia yakin Bagas akan menyukai penampilannya.
Dan memang benar, begitu Bagas membuka pintu ia mendapati sosok yang begitu cantik dan mempesona. Ratna memang sudah cantik, tapi dengan riasannya yang sederhana justru semakin memancarkan pesona wanita itu. Membuat Bagas terpaku untuk beberapa lama.
Ratna yang dipandangi seperti itu hanya bisa menunduk malu-malu, membiaskan rona di pipinya yang terlihat menggemaskan.
“Dek –“ hanya itu yang bisa keluar dari bibir Bagas.
“Iya Mas ....” bahkan suara Ratna pun terdengar indah malam ini.
“Kamu cantik banget,” Bagas mendekati Ratna. Memegang bahu istrinya yang terbuka. Rasanya halus – bahkan Bagas bisa mencium parfum Ratna yang terasa liar namun manis.
Ratna bisa merasakan tatapan Bagas yang hangat, penuh cinta dan pemujaan. Sesuatu yang memang Ratna inginkan.
“Apakah kita jadi dinner Mas?” bisik Ratna membuyarkan tatapan Bagas yang enggan terlepas.
“Ohh ehh, jadi dek. Yuk” ucap Bagas sedikit tergagap. Kali ini Bagas yang mengamit lengan Ratna, membawanya ke mobil, membukakan pintu untuknya.
Ratna merasa sangat puas. Upayanya tidak sia-sia.
Di dalam mobil Bagas mencuri-curi pandang ke arah istrinya, membuat Ratna tersenyum manis yang membuat Bagas semakin terpukau.
Sesampainya di restoran yang sudah di booking Bagas, lagi-lagi Bagas bersikap amat manis. Ia mengitari mobilnya dan membukakan pintu untuk istrinya dan mengulurkan tangan.
Ratna menyambut uluran tangan Bagas. Mata mereka bertemu sejenak dan keduanya tersenyum.
Setelah menutup pintu, Bagas menyodorkan lengannya dan Ratna segera meraih lengan itu dengan lembut. Jari-jarinya bertaut di siku Bagas. Dengan langkah santai keduanya menuju restoran.
Waitres yang siap melayani segera mengantarkan keduanya ke meja yang sudah di pesan. Tempat duduk mereka persis menghadap pemandangan malam kota Solo.
Bagas terus menatap wajah rupawan istrinya sambil tersenyum hangat. Ia merasa sangat beruntung bisa memiliki Ratna. Bahkan ketika pelayan menghidangkan anggur dan steak pun Bagas tak melepaskan tatapannya.
Sampai kemudian ada sepasang pria dan wanita yang duduk di kursi samping mereka. Suara mereka terdengar cukup keras dan Bagas merasa seperti mengenal suara si wanita.
Ia menoleh ke samping dan terkejut. Ia mengenal si wanita yang tertawa itu. Dan si wanita yang di tatap Bagas menatap balik dan sama terkejutnya dengan Bagas.
Ya! Wanita itu adalah wanita yang beberapa waktu lalu tidur satu ranjang dengan Bagas di hotel.
“Andini ....” lirih Bagas
Ratna yang mendengarnya bertanya dengan nada heran, “Mas kenal?”
“Ehh, ga dek. Mas ga kenal.” Bagas sedikit terbata, “Steaknya enak, kamu uda coba?” sahut Bagas mencoba mengalihkan dengan menekuni steaknya, berharap Ratna tidak curiga.
Ratna mengambil gelas anggurnya, meminumnya perlahan dan terlihat ada seringai tipis di bibirnya.