 
                            Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.
Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.
Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Pukul 03.00 dini hari.
Suasana kamar Aresa terasa sunyi, hanya diterangi cahaya rembulan. Ponselnya yang tergeletak di nakas tiba-tiba bergetar terus-menerus, memaksa Aresa yang sudah terlelap untuk bangun. Sebuah nomor dari Spanyol muncul di layar — Liam.
Mungkin karena perbedaan waktu antara Indonesia dan Spanyol, Liam menelepon di jam yang tidak wajar.
Aresa duduk, mengucek matanya, lalu mengangkat telepon.
“Hola, Liam?” ucapnya setengah mengantuk.
Dari seberang, suara Liam terdengar dingin dan tanpa basa-basi.
“Aresa, quisiera disculparme por mi ausencia estos días. He estado pensando mucho y creo que es mejor que tomemos caminos separados. Lo siento, he conocido a alguien que se adapta mejor a lo que busco.”
(Aresa, aku mau minta maaf beberapa hari ini aku tidak ada kabar. Aku juga minta maaf, aku ingin kita berpisah. Maaf, aku sudah bertemu seseorang yang lebih cocok untukku.)
Aresa mendengarkan dengan tenang — tanpa teriakan, tanpa permohonan. Perpisahan itu terasa seperti notifikasi email yang datang tanpa emosi.
“Ya veo. Espero que seas muy feliz, Liam. Adiós,” ujarnya datar.
(Aku mengerti. Kuharap kamu bahagia, Liam. Selamat tinggal.)
Telepon terputus. Hubungan yang mereka bangun bertahun-tahun selesai dalam hitungan detik. Aresa menarik selimutnya, tidak menangis, tidak sedih — hanya lega. Ia memejamkan mata dan kembali tidur tanpa beban.
****
Pukul 04.30.
Adnan yang sudah bersiap ke masjid mengetuk pintu kamar Aresa. Tak ada jawaban.
Akhirnya, ia membuka pintu perlahan dan melihat putrinya masih tertidur pulas, terbungkus selimut tebal.
“Res,” panggilnya lembut. “Bangun, sudah Subuh.”
Karena tak juga bangun, Adnan mendekat dan mengguncang bahunya pelan.
Aresa membuka mata setengah sadar, lalu terkejut mendapati ayahnya berdiri di sisi ranjang.
“Kenapa, Pak?” gumamnya parau.
“Bangun. Sholat Subuh berjamaah. Dan karena kamu tadi malam pulang terlalu larut, hukumannya: isi kajian Subuh untuk jamaah wanita. Materinya terserah, tapi harus kamu kuasai,” ujar Adnan tegas sebelum keluar kamar.
Aresa hanya bisa menghela napas.
“Ya Allah, belum sempat mandi sudah disuruh ceramah,” gumamnya lelah.
Tapi ia tetap beranjak, berwudhu, dan bersiap menunaikan hukuman itu.
****
Sholat Subuh berjamaah telah usai.
Di dalam masjid, jamaah wanita dan para santri putri telah berkumpul. Aresa memulai kajiannya dengan suara lembut namun yakin. Setiap kata mengalir tenang dan berisi — ia berbicara dengan penuh keyakinan, bukan karena hukuman, melainkan karena memang ingin berbagi.
Sementara itu, dari luar masjid, Jhonatan memperhatikannya dalam diam. Pandangannya lembut; matanya tak lepas dari sosok wanita yang ia kagumi diam-diam itu.
Tanpa sadar, ia mengangkat ponselnya dan memotret Aresa — diam, tapi penuh makna.
Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Panggilan dari Bison.
Jhonatan segera melangkah ke sisi belakang masjid yang lebih sepi.
“Bagaimana, Bison?” tanyanya pelan.
“Bos, Sella masih di lokasi aman. Tapi dia mengancam akan melibatkan keluarganya begitu bebas. Saya sarankan Anda segera ke Jakarta. Masalah ini harus diselesaikan cepat,” lapor Bison dengan nada serius.
Jhonatan terdiam sejenak, lalu menjawab mantap, “Baik. Setelah urusan di sini selesai, aku segera kembali.”
Ia menutup telepon, kembali duduk di teras asrama santri laki-laki, dan mengamati Aresa yang sedang menutup kajian dengan doa.
Senyumnya samar, ada rasa kagum yang tak bisa ia sembunyikan.
Begitu Aresa keluar dari masjid, Jhonatan berdiri menghampiri.
“Bagaimana kajiannya, Ning Aresa?” tanyanya dengan nada menggoda.
Aresa tersenyum, sedikit malu.
“Lancar, Kapten. Tapi tetap aja... hukuman yang agak berat,” ucapnya sambil menunduk.
****
Setelah sampai di rumah, Jhonatan bergabung dengan Adnan dan Alvino di ruang keluarga. Mereka membahas rencana hari itu, sementara Aresa naik ke kamar untuk berganti pakaian yang lebih santai.
Ketika turun, sarapan sudah siap. Di meja makan hanya ada Adnan, Hera, Alvino, Jhonatan, Ayu, Sarah, dan kedua keponakannya — Zias dan Gio. Alif sudah berangkat lebih dulu karena jadwal jaga pagi di rumah sakit.
Usai sarapan, para lelaki berpindah ke ruang depan.
“Jo, nanti kita survei lokasi baru. Aku udah kontak pemilik tanahnya,” ujar Alvino.
“Siap, Vin. Semoga cocok,” balas Jhonatan sambil menyesap kopinya.
“Kayaknya cocok. Lihat view-nya langsung ke arah sawah,” tambah Alvino.
“Oke, kita lihat nanti,” sahut Jhonatan santai.
****
Pukul 09.00.
Jhonatan sudah siap berangkat. Alvino keluar dari kamar sambil memegang map berisi dokumen.
“Ayo, Jo. Pemilik tanahnya udah nunggu,” katanya.
“Oke. Pakai mobilku aja, Vin,” ucap Jhonatan sambil melempar kunci.
Mereka berangkat. Sepanjang jalan hening; masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Begitu tiba di lokasi, keduanya langsung jatuh hati pada tanah itu — letaknya strategis, di pinggir sawah luas. Mereka berdiskusi dengan pemilik tentang harga dan konsep bangunan yang akan dibuat.
****
Sementara itu, Aresa merasa bosan di rumah. Ia hanya ditemani Zias dan Gio.
Sarah dan Ayu entah ke mana. Akhirnya, ia mengirim pesan ke Jhonatan — nomor yang ia dapat semalam setelah mereka berkeliling kota.
Aresa: Kapten, saya gabut. Kalian di mana? Saya disiksa rasa bosan.
Jhonatan: (Mengirim lokasi) Kami di lokasi kafe. Datanglah. Tapi jangan ganggu aku dan Vino. Dan jangan minta martabak lagi.
Aresa tersenyum kecil. Ia tak membalas pesan itu, langsung bersiap. Setelah siap, ia mengantar Zias dan Gio ke kebun belakang — tempat Adnan dan Hera sedang berkebun — lalu meluncur dengan motor Beat Karbu-nya yang penuh kenangan.
Angin pagi menerpa wajahnya; jalanan desa terasa indah dengan hamparan sawah dan langit biru yang bersih.
Sesampainya di lokasi, Aresa berhenti di atas motornya, memperhatikan dari kejauhan.
Jhonatan, yang merasa ada tatapan, menoleh dan tersenyum lebar. Ia berjalan mendekat, berdiri di samping Aresa, lalu tanpa pikir panjang mengelus puncak kepalanya dengan lembut.
Aresa refleks memprotes.
“Aduh, Kapten! Jilbab saya jadi berantakan!” serunya.
Jhonatan tertawa lepas.
“Maaf. Kami udah selesai. Mau jalan-jalan lagi?” tanyanya ringan.
Aresa langsung berbinar.
“Mau! Saya udah lapar lagi,” jawabnya tanpa ragu.
“Mau ke mana sekarang?” tanya Jhonatan lagi.
“Saya mau Ayam Geprek di taman kota. Butuh asupan cabai buat balikin mood!” ucap Aresa bersemangat.
Jhonatan tertawa kecil, menaiki motor matic itu, lalu menatap Aresa sekilas.
“Baiklah. Mari kita cari Ayam Geprek, nona,” ucapnya.
Aresa terkikik.
“Siap, Kapten!”
Motor pun melaju perlahan meninggalkan lokasi.
Dari kejauhan, Alvino hanya tersenyum melihat mereka pergi. Ia mengambil kunci mobil Jhonatan yang tertinggal di atas kap, lalu bergumam kecil,
“Sepertinya, proyek bukan satu-satunya hal yang berkembang di sini.”
 
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                     
                    