 
                            Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Rumah sakit
"Lo yakin dia akan keluar hari ini?" ujar Fathan.
"Gue gak tau sih, tapi liat aja dulu. Kali aja Dania akan keluar hari ini." Jawab Alden yang masih terus memandangi ke arah rumah Dania.
Sesuai kesepakatan di hari sebelumnya, kini Alden dan Fathan diam-diam memperhatikan rumah Dania dari kejauhan. Mereka berdua bersembunyi di balik sebuah pohon yang tidak terlalu jauh dari rumah Dania.
Beberapa menit berlalu, kini sudah satu jam mereka berdiam diri di sana. Bahkan, Fathan terlihat bosan karena tidak ada tanda-tanda bahwa Dania akan keluar dari rumah itu.
"Udah sejam kita di sini, kayaknya Dania gak bakal keluar, bro." ujar Fathan sambil melirik jam tangannya.
"Nah, itu dia." ujar Alden tiba-tiba, ketika ia melihat Dania yang dirangkul oleh ibunya dari dalam rumah menuju mobil yang terparkir di halaman.
Fathan yang sedari tadi memperhatikan jam tangannya, kini pandangannya berpaling ke arah rumah Dania. Dan benar saja, ia melihat Dania yang berjalan ke arah mobil hitam itu.
Alden memperhatikan gerak-gerik mereka, tapi ada sesuatu yang menjadi pusat perhatiannya. Alden melihat Dania yang seperti tidak bersemangat, sementara ibunya mencoba untuk menyemangati.
Alden sendiri tidak bisa mendengarkan perbincangan mereka karena jaraknya yang cukup jauh. Tapi, Alden yakin ada sesuatu yang terjadi dengan Dania.
Mobil itu pun melaju meninggalkan pekarangan rumah Dania setelah Dania dan ibunya masuk ke dalam mobil.
"Bro, kita ikutin." ujar Alden menepuk pundak Fathan, diangguki singkat oleh Fathan.
Mereka pun mengikuti mobil itu lagi, sama seperti hari sebelumnya. Kali ini, Fathan mengikuti dengan jarak yang sedikit lebih dekat, agar tidak kehilangan jejak lagi seperti kemarin.
Jalanan mulai dipadati oleh berbagai kendaraan yang berlalu-lalang, membuat Fathan harus lebih waspada mengikuti mobil Dania tanpa ketahuan.
Sementara Alden, pandangannya tak sedikitpun lepas dari mobil hitam itu. Bahkan, ia yang memberitahu Fathan kemana arah mobil itu melaju.
Beberapa menit berlalu, mobil itu berbelok ke arah sebuah rumah sakit. Jelas saja membuat Alden terkejut dan bertanya-tanya, siapa yang sedang sakit?
Fathan pun membelokkan motornya mengikuti mobil itu, dan memarkirkannya di tempat parkir khusus roda dua.
Keduanya memandangi Dania dan ibunya yang turun dari mobil itu. Alden sendiri merasa cemas bahkan jantungnya berdebar-debar. Ada perasaan tidak enak yang mulai menyelimuti hatinya.
"Siapa yang sakit ya?" tanya Fathan penasaran.
Alden hanya menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahu, pandangannya tak sedikitpun lepas dari Dania. Ia sendiri pun tidak tahu siapa orang yang ditanyakan oleh sahabatnya itu.
Alden dan Fathan akhirnya mengikuti mereka yang masuk ke area rumah sakit, dengan sembunyi-sembunyi tentunya.
Mereka mengikuti Dania dan ibunya, hingga akhirnya berbelok ke sebuah ruangan. Ruangan itu sepertinya sebuah ruang pemeriksaan.
Alden dan Fathan saling bertukar pandang untuk sejenak, keduanya seperti memahami kekhawatiran masing-masing. Pikiran negatif pun mulai muncul di benar keduanya.
"Bro, firasat gue kayak gak enak. Apa kita tunggu di sini aja?" ujar Fathan dengan bisikan, bahkan suaranya hampir tidak terdengar.
Alden hanya mengangguk singkat tanpa kata. Waktu pun terasa seperti berhenti untuk sejenak. Perasaannya mulai campur aduk, antara penasaran dan juga khawatir, begitulah yang Alden rasakan saat ini.
Alden melihat ada celah dari pintu, ia pun mencoba untuk mendengarkan perbincangan dari dalam ruangan. Alden mendekatkan telinganya ke arah pintu, mencoba menangkap perbincangan antara dokter dengan kedua wanita itu di dalam. Bahkan, Fathan juga melakukan hal yang sama seperti yang Alden lakukan.
Suara di dalam ruangan terdengar samar-samar, tapi Alden mencoba untuk mendengarkan mungkin ada sesuatu yang bisa ia dengar.
Mereka berdua menahan nafas untuk menguping pembicaraan itu. Beberapa menit berlalu suara yang terdengar masih samar-samar. Hingga akhirnya satu kalimat jelas terdengar di telinga keduanya.
Alden membulatkan matanya ketika ia mendengar suara dokter menyebut nama Dania. Jantungnya semakin berdegup kencang, bahkan nafasnya terasa terhenti untuk sejenak.
Ia menoleh ke arah Fathan yang ternyata juga menoleh ke arahnya. Seakan paham kekhawatiran Alden, Fathan menepuk pundak Alden sebagai bentuk dukungan.
Ekspresi khawatir terlihat jelas dari mimik wajah Alden. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Dania? Apa ini ada kaitannya dengan Dania yang mengakhiri hubungannya dengan Alden?
"Kami sudah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan... Penyakitnya dalam tahap lanjut." ujar dokter di sela-sela keheningan Alden dan Fathan. "Mohon ketabahannya, ibu."
"Apa?" ujar keduanya sama-sama terkejut.
Alden berharap apa yang didengarnya hanya sebuah mimpi belaka. Tapi sayangnya itu sebuah kenyataan yang sangat jelas ia dengar.
Antara percaya dan tidak percaya, yang jelas Alden sangat syok mengetahui hal itu. Firasatnya selama ini ternyata benar adanya, ada sesuatu yang Dania sembunyikan. Dan kini, apa yang dikhawatirkannya terungkap.
Wajah Alden yang awalnya khawatir, kini berubah menjadi pucat dan tidak bersemangat. Ia merasa seperti disambar petir di siang bolong. Ia sangat tidak percaya bahwa Dania ternyata menyembunyikan satu penyakit yang sangat berat.
"Ta-tahap lanjut?" ujar Alden lirih dengan nada yang terputus-putus.
"Baik dok, terima kasih sebelumnya. Kalau begitu, mari." ujar ibu Dania diiringi dengan suara gesekan kursi dari dalam ruangan.
Alden dan Fathan mulai panik dan langsung bersembunyi di belakang tembok. Khawatir akan ketahuan bahwa mereka membuntuti Dania dan ibunya.
Mereka melihat Dania dan ibunya yang keluar dari ruangan dengan ekspresi sedih. Bahkan wajah Dania terlihat jelas sangat pucat dan juga sedih.
Hati Alden terasa terluka melihat Dania yang seperti itu. Senyum ceria itu sudah hilang dari diri Dania karena penyakit yang menguasai tubuhnya.
Ingin sekali rasanya Alden berlari dan memeluk Dania, meyakinkan Dania bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi, Alden tidak bisa melakukannya sekarang. Ia tidak ingin menambah beban pikiran Dania atau membuatnya syok untuk saat ini.
Fathan juga merasa hatinya terenyuh, ia terus-menerus menenangkan Alden bahwa semua akan baik-baik saja. Ia memang belum lama mengenal Dania, tapi karena Dania adalah orang yang membuat Alden bahagia, Fathan juga ikut khawatir akan kondisi gadis itu.
Alden yang hidupnya penuh lika-liku, kini harus menerima satu fakta baru yang sangat menyakitkan. Apakah ini adalah proses pendewasaan dan kebahagiaan nantinya?
Pandangan keduanya terus mengikuti Dania dan ibunya sampai mereka hilang dari pandangan. Bahkan ibunya pun terus merangkul Dania dan menenangkan putrinya itu.
"Bro, ayo pulang dulu. Lo juga butuh istirahat." ujar Fathan sambil meletakkan tangannya di pundak Alden.
"Gue gak nyangka ternyata Dania mengalami beban yang begitu berat di hidupnya." ujar Alden lirih.
"Gue yakin Dania akan baik-baik aja. Dania pasti kuat, dia pasti bisa lewati ini." ujar Fathan terus-menerus menepuk pundak Alden. "Lo juga harus istirahat, jangan terlalu membebani pikiran lo."
Alden akhirnya mengangguk perlahan, apa yang dikatakan Fathan ada benarnya juga. Mereka pun melangkahkan kakinya menuju tempat parkir, meninggalkan gedung rumah sakit di belakang.
"Aku harap kamu kuat melewati ini, Dania." batin Alden.
^^^Bersambung...^^^
recomend banget pokoknya😍
Happy reading 😊