Di dunia Eldoria, sihir adalah fondasi peradaban. Setiap penyihir dilahirkan dengan elemen—api, air, tanah, angin, cahaya, atau bayangan. Namun, sihir bayangan dianggap kutukan: kekuatan yang hanya membawa kehancuran.
Kael, seorang anak yatim piatu, tiba di Akademi Sihir Eldoria tanpa ingatan jelas tentang masa lalunya. Sejak awal, ia dicap berbeda. Bayangan selalu mengikuti langkahnya, dan bisikan aneh terus bergema di dalam kepalanya. Murid lain menghindarinya, bahkan beberapa guru curiga bahwa ia adalah pertanda bencana.
Satu-satunya yang percaya padanya hanyalah Lyra, gadis dengan sihir cahaya. Bersama-sama, mereka berusaha menyingkap misteri kekuatan Kael. Namun ketika Gong Eldur berdentum dari utara—suara kuno yang konon membuka gerbang antara dunia manusia dan dunia kegelapan—hidup Kael berubah selamanya.
Dikirim ke Pegunungan Drakthar bersama tiga rekannya, Kael menemukan bahwa dentuman itu membangkitkan Voidspawn, makhluk-makhluk kegelapan yang seharusnya telah lenyap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 – Jejak Masa Lalu
Fajar baru saja menyentuh menara kristal Akademi Aeryndor ketika Kael terbangun dari tidurnya yang gelisah. Mimpi buruk kembali menghantuinya: bisikan samar dari kegelapan, tangan-tangan bayangan yang mencoba meraih dirinya, dan suara asing yang terus berkata: “Kau adalah pintu…”
Ia mengusap wajahnya, mencoba mengusir rasa takut itu. Namun semakin ia menolak, semakin jelas gema suara itu di kepalanya.
---
Hari itu, pelajaran mereka bukan di aula, melainkan di Ruang Arsip Tertutup—sebuah perpustakaan bawah tanah yang hanya dibuka sekali sebulan untuk murid baru. Dindingnya dipenuhi rak batu yang menjulang, menyimpan gulungan perkamen kuno dan kitab tebal dengan segel emas.
Master Orlan berdiri di depan para murid. “Di sinilah tercatat sejarah panjang sihir Eldoria. Kalian bukan hanya belajar bertarung, tapi juga memahami warisan yang kalian pegang.”
Lyra tampak antusias, matanya berkilau saat menelusuri rak. Eryndor berdiri di belakang dengan wajah angkuh, seolah sudah tahu semua isi tempat itu. Sementara Kael… ia merasakan sesuatu yang aneh. Bayangannya bergerak gelisah, seperti ada sesuatu di ruangan itu yang memanggil.
“Kael?” Lyra menepuk lengannya. “Kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat.”
Kael mengangguk cepat. “Hanya… ruangan ini terasa aneh.”
---
Mereka diberi tugas mencari catatan tentang asal-usul Sistem Arcana. Murid lain segera berpencar, tapi Kael terdorong oleh bisikan samar. Ia berjalan lebih dalam, melewati lorong rak yang semakin gelap. Hingga akhirnya ia berhenti di depan sebuah rak tua yang sebagian besar tertutup debu.
Di sana, sebuah buku dengan sampul hitam lusuh seolah berdenyut pelan. Tangannya bergerak sendiri, meraih buku itu. Begitu disentuh, hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Judul di sampul nyaris terhapus, tapi satu kata masih jelas terbaca: Umbra.
Kael menelan ludah. Ia membuka halaman pertama. Tulisan di sana bukan huruf biasa, melainkan simbol-simbol yang tampak hidup, berputar dan bergetar. Namun entah bagaimana, ia bisa memahami artinya.
“Umbra bukanlah bagian dari tujuh tingkat Arcana. Ia adalah bayangan purba, lahir dari kegelapan pertama sebelum cahaya menyentuh dunia. Mereka yang terpilih akan menjadi wadah, penghubung antara dunia fana dan kehampaan.”
Jantung Kael berdegup kencang. Kata-kata itu seakan berbicara langsung kepadanya.
Tiba-tiba, suara langkah berat mendekat. Kael cepat-cepat menutup buku itu. Dari ujung lorong, Eryndor muncul dengan senyum licik.
“Aku tahu ada sesuatu yang aneh padamu,” katanya pelan. “Apa yang kau temukan?”
Kael menahan napas. “Hanya buku tua. Tidak penting.”
Eryndor menyipitkan mata. “Jangan bohong padaku. Aku bisa merasakan aura gelap itu. Sihir kotor.”
Sebelum Eryndor bisa meraih buku itu, suara Master Orlan menggema dari arah lain. “Kembali ke kelompok, kalian berdua! Ruang dalam tidak boleh dimasuki sembarangan.”
Kael buru-buru menyembunyikan buku itu di balik jubahnya dan melangkah keluar, meninggalkan Eryndor yang menatap penuh curiga.
---
Malamnya, Kael kembali ke kamarnya dengan dada sesak. Ia menyalakan lilin kecil dan membuka kembali buku itu. Halaman demi halaman mengungkap rahasia mengerikan:
Umbra disebut sebagai “Bayangan Abadi” yang bisa menelan sihir lain.
Mereka yang gagal mengendalikan Umbra akan berubah menjadi Voidspawn—makhluk tanpa jiwa yang hanya tahu menghancurkan.
Hanya segelintir manusia dalam sejarah yang pernah berhasil hidup berdampingan dengan Umbra… dan sebagian besar menghilang tanpa jejak.
Kael menutup buku itu dengan tangan gemetar. “Apakah aku… akan menjadi salah satu dari mereka?”
Saat ia menatap bayangannya sendiri di lantai, sesuatu terjadi. Bayangan itu bergerak sendiri, membentuk sosok samar seperti manusia. Ia bisa mendengar suaranya—dalam, berat, tapi tenang.
“Kael Ardyn… kau sudah dipilih. Kau bisa lari, tapi aku akan selalu menunggumu. Aku adalah kau, dan kau adalah aku.”
Kael terjatuh ke lantai, napasnya tersengal. Lilin padam, menyisakan kegelapan total. Dalam gelap itu, hanya suara bisikan bayangan yang menemani.
---
Di sisi lain akademi, Master Orlan berdiri di balkon menara, menatap bulan pucat. Bibirnya bergerak pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
“Bayangan itu sudah bangkit kembali. Semoga anak itu cukup kuat untuk menanggungnya… atau Eldoria akan kembali tenggelam dalam malam abadi.”
---