Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30. Presentasi Tender
Arunika meremas kedua tangannya yang berkeringat dan dingin. Jantungnya berdegup kencang, sesekali ia menghela nafas panjang,. untuk menetralkan kegugupannya.
Media juga sama gugupnya, hanya ada beberapa mahasiswa yang sangat tenang. Dosen sudah memberitahu jika seluruh tender harus dipresentasikan di depan kelas. Semuanya.memegang peran dalam proyek, dari keuangan, sumber daya alam dan manusia, keuntungan dan keselamatan kerja serta sistem error bahkan kendala cuaca.
'Med, kamu udah siap kan?" tanya Priscilla.
'Hah ... kamu emang udah?" tanya Medi.
'Yah, kalau aku sih udah. Kamu yakin bisa hanya berdua Ama dia?" tanya Priscilla sambil.menunjuk Arunika dengan dagunya.
'Ya pastilah! Lu gila kali kalau Gue nggak yakin!" sengit Medi.
'Ya, aku kan cuma mau kasih kesempatan. Aku kurang personil ...."
"Aku cuma mau sama Arunika!" putus Medi tegas.
"Ya, udah ... nggak usah ngegas!" sengit Priscilla sebal.
Medi dan Priscilla saling buang muka. Arunika tak bergeming, ia masih dalam ketakutannya. Medi duduk di sisi sahabatnya itu.
"Apa kita mundur?" tanyanya pelan.
Arunika tersentak dan menoleh cepat pada Medi. Gadis itu hanya menatapnya pasrah, ia juga dilanda kegugupan.
"Setelah sekeras itu kita usaha loh Nik. Masa kamu.gugup gitu?" keluh Medi lagi.
Dosen pun datang,.semua mahasiswa langsung heboh.
"Prof ... Bisa kasih kita waktu lagi nggak?" pinta Aroon ketua kelas.
Ternyata hampir semua mahasiswa sangat gugup. Dosen itu hanya tersenyum.
'Ini adalah gerbang kalian menuju kesuksesan! Tapi saya tau jika kalian gugup di presentasi pertama ini!" ujarnya tenang.
"Kalau begitu, saya kasih kalian waktu untuk latihan. Jadi bagaimana?" semua langsung setuju.
"Kalau begitu saya panggil tim pertama. Ketua kelas?" sahutnya lagi.
"Aduh Prof ... Maaf ... Saya mules!" ujar Aroon yang langsung berlari keluar kelas.
Profesor Dira hanya menggeleng pelan. Lalu ia memanggil tim yang sudah siap.
Priscilla melangkah penuh percaya diri bersama timnya. Lima gadis itu berdiri di depan kelas, semuanya tampil modis dengan blazer pastel dan rok span ketat ala drama Korea. Bahkan ada yang sempat membetulkan poni sebelum bicara.
“Baiklah, kami akan mempresentasikan proposal kami tentang proyek pembangunan jalur transportasi baru,” ucap Priscilla lantang.
Slide presentasi mereka muncul di layar. Grafik warna-warni, gambar artis Korea yang entah apa hubungannya dengan tender, sampai backsound pop pelan ikut diputar.
“Menurut kami, inovasi bukan hanya angka-angka. Tapi juga vibes yang bisa membuat perusahaan tertarik. Karena itu, penawaran kami .…”
Sebagian mahasiswa mengangguk-angguk kagum. Ada juga yang cekikikan melihat cara Priscilla menyelipkan istilah asing yang nggak nyambung. Medi mendengkus sambil.bibirnya komat-kamit.
Sementara Arunika masih menggenggam erat pulpen untuk menenangkan dirinya.
Usai tim Priscilla selesai, kelas bertepuk tangan. Profesor Dira mengangguk singkat.
“Cukup baik. Tapi ingat, substansi lebih penting daripada tampilan luar. Silakan duduk.”
Priscilla tersenyum lebar, meski matanya melirik tajam ke arah Medi dan Arunika. Tak lama Aroon kembali dari toilet. Ia pun maju bersama timnya.
"Baiklah, saya dan tim akan menawarkan sebuah projek destinasi untuk kalangan anak muda!" sahut Aroon penuh percaya diri.
Gagasan remaja itu sangat baik, bahkan tujuannya sangat mulia. Menciptakan sebuah kawasan yang ramah untuk remaja dan pengembangan kreativitas. Tetapi, di sana hanya suara Aroon yang mendominasi, tiga temannya hanya jadi hiasan di depan kelas.
"Demikian konsep proposal yang kami tawarkan!" semua bertepuk tangan, bahkan profesor Dira mengangguk puas.
"Ini bisa jadi contoh salah satu program sosial. Ini juga bisa dijadikan tender besar dan banyak peminatnya!" ucapnya.
Aroon tersenyum puas ...
"Tapi lain kali. Biarkan tim kamu juga ikut bicara! Sebuah program tidak akan berjalan jika tidak ada kerjasamanya.sesama tim!" sambung Prof Dira tegas.
Aroon hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam. Beberapa mahasiswa hanya saling bisik dan membuat suasana ribut.
"Tenang semuanya!" seketika seisi kelas diam.
"Siapa yang mau maju? Tim Arunika dan Media? Saya dengar kalian hanya mengerjakan proposal ini berdua saja?" tanyanya kemudian.
"Be-benar Prof!" jawab Arunika.
"Kalau begitu, silahkan maju. Saya mau dengar!" suruh Prof Dira.
Medi berdiri dan langsung menyiapkan semuanya. Arunika merasa kakinya sudah seperti jelly yang lembek, seakan-akan bisa lunglai ke lantai karena cair.
Layar proyektor dinyalakan, slide demi slide disiapkan. Arunika mengucapkan basmalah dalam hati.
"Selamat siang rekan-rekan sekalian. Kali ini kami akan menawarkan sebuah asimilasi proyek bendungan Gajah Mungkur,'" ujar Arunika gugup.
'Ya ...gajah itu binatang berbelalai ya!" celetuk Medi.
Suasana kelas pecah. Tawa mahasiswa menggema, bahkan Aroon yang tadi baru kena teguran ikut ngakak sambil menepuk meja.
“Medi!” bisik Arunika dengan mata melebar, wajahnya memerah karena malu.
“Ups, sori, sori… Oke serius sekarang.” Medi menggaruk kepalanya sendiri, tapi senyum jahilnya masih tersisa.
Profesor Dira mengangkat alis, tapi tidak menghentikan.
“Baik, silakan lanjut. Tapi ingat, ini tender, bukan stand-up comedy competition!”
Arunika menarik napas panjang, mencoba mengembalikan fokus.
“Proyek bendungan Gajah Mungkur yang kami tawarkan tidak hanya berfungsi sebagai penampung air dan pengendali banjir. Kami mengusulkan pengembangan multifungsi—mulai dari pembangkit listrik tenaga air, irigasi pertanian, hingga objek wisata edukasi!”
Kelas mulai tenang. Slide berganti menampilkan skema bendungan dengan diagram alir distribusi air. Arunika menjelaskan dengan runtut, meski tangannya gemetar halus saat menunjuk pointer.
“Kami juga menghitung proyeksi keuntungan. Dari sektor pariwisata saja, potensi pendapatan bisa mencapai….” Arunika melirik catatannya, “… 15 miliar rupiah per tahun.”
Beberapa mahasiswa berdecak kagum.
Medi segera menambahkan.
"Dan untuk sisi keamanan kerja, kami juga sudah memasukkan faktor cuaca ekstrem. Jadi kalau hujan badai, pekerja kita tetap terlindungi. Jangan khawatir, helm dan rompi anti air sudah termasuk dalam biaya, Prof!”
Sontak satu kelas tergelak lagi.
“Medi!” Arunika nyaris ingin menjitak sahabatnya itu.
Tapi anehnya, suasana yang tadi tegang jadi cair. Bahkan Profesor Dira tersenyum tipis, walau masih menahan wibawa.
“Penjelasan Anda cukup jelas. Lanjutkan!”
Arunika mengangguk, mencoba menutup dengan kalimat yang ia siapkan.
“Kesimpulannya, proyek ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur. Kami ingin menciptakan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan. Terima kasih!"
Suasana hening sejenak. Lalu terdengar tepuk tangan riuh. Bahkan beberapa mahasiswa yang awalnya meremehkan ikut bersorak kecil.
“Luar biasa. Hanya berdua, tapi bisa menutupi semua aspek yang dibutuhkan. Meski…,” Profesor Dira menatap Medi tajam, “… humornya mungkin bisa dikurangi!"
Medi mengangkat tangan, pura-pura hormat.
“Siap, Prof. Nanti saya stand-up-nya bayar tiket aja biar nggak ganggu kelas!"
Seketika tawa pecah lagi.
Arunika menunduk, menahan senyum tipis. Ada rasa lega bercampur haru. Ia benar-benar merasa baru saja melewati badai.
"Baiklah, sepertinya ini sudah bisa langsung diberikan pada dewan direksi ...," perkataan prof Dira mengejutkan semua mahasiswa termasuk Medi dan Arunika.
"Maksudnya Prof? Tadi itu kan latihan!" tanya Aroon.
"Kata siapa? Kan itu hanya kata-kata saja!" sahut Prof. Dira santai.
"Yah ... Prof!" seru semua mahasiswa sedikit kecewa.
"Sudah tenang semuanya. Saya sangat puas dengan kinerja kalian Untuk itu, saya kasih nilai kelas ini A!" sontak pengumuman itu membuat isi kelas bersorak.
"Untuk pengumuman, akan diumumkan di mading kampus nanti. Hasilnya bisa kalian lihat sendiri!" ujar prof Dira lalu keluar dari kelas sambil membawa seluruh berkas proposal milik mahasiswanya.
Ketika pulang, hampir semua mahasiswa di universitas berdiri di papan depan ruang direktorat. Hanya ada dua puluh peserta yang lolos.
Banyak wajah-wajah kecewa dan sedih karena proposal mereka tak lulus seleksi. Priscilla dan kawan-kawannya termasuk proposal yang tak lolos.
"Ya sudah lah!' ujar Priscilla lalu melirik sinis pada Medi dan Arunika.
"Wah ... Ternyata hanya proposal Medi dan Arunika yang lolos dari kelas ekonomi pertama!" seru Aroon.
"Hah? Yang bener?" Medi langsung nyerobot dan membaca langsung pengumuman itu.
'Wah .. Arunika! Kita masuk dua puluh besar;" teriaknya girang.
Semua bertepuk tangan, Aroon langsung mendekat dan minta kerjasama.
'Kalau nggak ...."
"Gue tonjok.muka Lu sekarang juga Gue berani, Ron!" ancam Medi galak.
Ketika berbalik, Raka datang membawa sekuntum mawar untuk Arunika. Seluruh mahasiswa dan mahasiswi bersorak. Wajah gadis itu tentu malu.luar biasa.
'Arunika ...," sebuah suara bass terdengar dan semua menoleh.
Purnomo menjemput anak gadisnya, Medi gegas mengambil bunga dari tangan Arunika dan membuangnya tanpa sadar. Purnomo tak melihat itu.
"Ayo pulang!' ajak Purnomo dan Arunika mengangguk.
Raka dan semua anak menatap kepergian Arunika dan ayahnya. Setelah kendaraan itu menghilang, mereka langsung bernafas lega.
"Astaga ... Tadi itu bapaknya Arunika?" tanya salah satu dan dijawab anggukan kepala Raka dan Medi.
"Takut banget! Gue kek mau ditelen sama bapaknya tadi!" sambung mahasiswa itu ngeri.
bersambung.
Hahaha ...
next?
yuhuuu
kamu d manaaaaa
Aru rindu niiiih
kamu jahara ikh
😄😄✌️
Arunika n Media hebat!!!
selamat y buat xan berdua n tetap semangat
apakah itu awal dari cinta yg mulai bersemi d hati Aru tidak tersampaikan,n tidak bersatu sama Raka,,hm
kalo aku pribadi punya sh Genk waktu itu sekitar 7 orang,temen SMK..
awal awal sh masih keep in touch tapi ternyata kesibukan masing masing yg membuat jarak semakin jauh,lalu aku juga punya sahabat 1,tapi Alhamdulillah juga mungkin d karenakan beliau lebih dr aku,pelan tapi pasti beliau yg menjauh,karena mungkin aku bukan level nya lagi 😊,jadi sekarang sudah tidak berkomunikasi sama siapapun temen d Genk tsb,husnudzon saja lah,n semoga mereka semua baik baik saja n panjang umurnya..
Aamiin y Alloh