NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 29: Tidak Ada Jalan Kembali

Pov 3 [??? ]

Hari berikutnya setelah Raja Rawa memberikan arahan agar mereka mencari kemampuan baru yang bisa digunakan dalam pertarungan, suasana aula latihan terasa sedikit tegang. Dua bebek muda, Poci dan Titi, berdiri di tengah lapangan batu yang luas, menatap sekeliling dengan wajah kebingungan.

Poci menoleh ke temannya sambil menarik napas pendek.

“Titi…” suaranya pelan tapi terdengar jelas. “Aku benar-benar tidak tahu harus mulai dari mana. Raja hanya bilang kita harus mencari kemampuan baru, tapi… caranya bagaimana?”

Biasanya Titi adalah yang paling bersemangat, tetapi kali ini wajahnya pun ikut suram. Matanya menunduk, sayapnya sedikit lemas.

“Aku juga bingung, Poci. Apa mungkin kita bisa benar-benar mendapatkan kemampuan baru?” tanyanya, nada suaranya ragu.

Poci mencoba memberi jawaban meski sendiri tidak yakin sepenuhnya.

“Kalau raja sudah mengatakannya, berarti pasti ada cara. Kita hanya belum tahu saja.”

“Terus… kita harus mulai dari mana sekarang?” tanya Titi lagi, lebih mendesak.

Poci berpikir sebentar, lalu menepuk dada.

“Bagaimana kalau kita mulai dari latihan fisik dulu? Kita berlari mengelilingi lapangan. Kalau stamina kita kuat, setidaknya ada yang bisa kita andalkan.”

Titi sempat diam beberapa detik, lalu mengangguk ragu.

“Itu ide bagus sih… tapi kemampuan barunya bagaimana?”

“Lupakan dulu soal itu. Kalau kita hanya duduk diam, tidak akan ada hasilnya. Setidaknya berlari membuat kita lebih kuat,” jawab Poci, berusaha meyakinkan.

Akhirnya keduanya mulai berlari kecil mengitari lapangan berbatu. Suara langkah kaki mereka bergema di aula yang sepi, hanya terdengar napas terengah dan suara gesekan batu. Dari kejauhan, zirah baja yang berdiri diam di sudut ruangan seolah sedang memperhatikan gerakan mereka tanpa kata.

Beberapa putaran kemudian, keduanya sudah terlihat lelah. Nafas mereka terputus-putus, bulu dada basah oleh keringat.

“Capek sekali…” Poci menggerutu sambil mengatur napas. “Apa tidak apa-apa kita lari sebanyak ini?”

Titi juga hampir tak sanggup bicara. “Tidak… apa-apa, karena—”

Namun sebelum Titi sempat menyelesaikan kalimatnya, suara riang menggema dari pintu aula.

“Heiiii, kaliannnn!”

Suara cempreng itu langsung dikenali. Violetta berlari kecil masuk dengan langkah ceroboh, tangannya membawa nampan penuh kue. Mulutnya sendiri masih belepotan remahan, jelas ia mencicipi sebelum sampai.

“Istirahat dulu! Nih, aku bawain kue,” ucapnya sambil tersenyum lebar.

Di belakangnya, Vlad masuk dengan langkah tenang seperti biasa. Sikapnya tetap terhormat, wajah seriusnya kontras dengan tingkah Violetta. Ia menunduk sedikit lalu berkata pelan,

“Istirahatlah. Ada pesan dari Raja untuk kalian.”

Poci dan Titi langsung berhenti berlari. Meski lelah, mereka bersemangat mendengar kata “pesan dari Raja”.

“Terima kasih banyak!” jawab mereka hampir bersamaan.

Mereka berlari kecil menuju tempat istirahat, duduk di atas lantai batu sambil menerima kue dari Violetta. Namun, Poci tampak celingukan. Ia sadar seseorang tidak ada di sana.

“Zaza… kemana, ya?” Tanya Poci dengan nada cemas, menoleh ke Vlad.

Vlad menoleh sebentar, lalu menjawab pelan dengan suara datar.

“Zaza sedang bersama Raja. Mereka berangkat ke arah barat. Ada urusan penting yang sedang dikerjakan.”

Mendengar itu, Poci terdiam. Sayapnya menurun, wajahnya menunduk. Suaranya kecil, hampir seperti gumaman.

“Zaza hebat sekali, ya… selalu bisa ikut bersama Raja. Sementara aku… rasanya aku tidak berguna di sini.”

Nada itu membuat suasana hening sejenak. Titi yang sejak tadi melihat ekspresi sahabatnya ikut menunduk. Ia juga merasakan hal yang sama, seperti apa yang diucapkan Poci sedang menggambarkan isi hatinya sendiri.

Ia meletakkan nampan itu di hadapan mereka, lalu menghela napas keras-keras seolah ingin diperhatikan. Wajahnya dipenuhi remahan kue yang belum sempat ia bersihkan.

“Hei, dengar kalian berdua,” ucapnya dengan suara cempreng khas anak kecil. “Kalau kalian merasa tidak berguna, lihat saja aku. Dari tadi aku cuma makan kue, tidak latihan sama sekali.”

Violetta terkekeh sambil menyodorkan sepotong kue ke arah Poci. Tawa ringannya berusaha mencairkan udara suram yang sejak tadi melingkupi tempat itu. Namun setelah itu, suaranya berubah sedikit lebih serius, meski masih diselingi senyum.

“Tapi tahu tidak? Kalau kita sibuk bilang diri kita tidak berguna, kita jadi tidak siap menghadapi hal-hal yang datang nanti. Akhirnya malah menyalahkan diri sendiri terus.”

Ia menggerakkan tangan kecilnya, lalu menyenggol lengan Vlad yang duduk tidak jauh di sampingnya. Jelas ia ingin Vlad ikut berbicara, agar suasana tidak terasa canggung.

Vlad yang sedari tadi hanya memperhatikan akhirnya menoleh. Pandangannya tenang, suaranya pelan, tapi jelas terdengar.

“Benar apa yang dikatakan Violetta. Tuan Poci, Tuan Titi, kalian tidak perlu menilai diri sendiri rendah seperti itu. Raja kita tidak akan bisa berdiri di titik ini tanpa kalian. Semua sama berharganya, baik Tuan Zaza, maupun kalian berdua.”

Ucapannya membuat dua reaksi sekaligus. Violetta langsung menatap Vlad dengan wajah masam sambil manyun.

“Lho, kok aku tidak disebut Nona Violetta juga?” protesnya dengan nada seperti anak kecil yang ngambek.

Sementara itu, Poci dan Titi yang tadinya tertunduk mendadak mengangkat kepala. Mata mereka berbinar, seperti mendengar sesuatu yang sudah lama ditunggu-tunggu. Keduanya saling menatap, lalu menoleh lagi ke arah Vlad.

Vlad melanjutkan dengan nada tenang.

“Raja kita sangat menyayangi rakyatnya. Bahkan sebelum beliau berangkat bersama Tuan Zaza ke arah barat, beliau menitipkan pesan khusus untuk kalian.”

Poci dan Titi langsung memperhatikan lebih serius. Ketegangan sedikit terasa di wajah mereka, bulu dada yang sempat kempis kini berdiri lagi.

“Beliau menitipkan dua pesan,” lanjut Vlad. “Pertama, beliau meminta maaf jika kemarin terlalu tegas kepada kalian. Kedua, beliau berbicara tentang pelatihan kemampuan baru yang harus kalian jalani.”

Kedua bebek itu langsung berdiri, bulu sayap mereka bergetar karena panik. Poci sampai setengah membungkuk, suaranya keras dan tergesa.

“Tidak! Raja tidak perlu meminta maaf seperti itu. Kami yang salah! Kami yang tidak bisa mendampingi beliau dengan baik!”

Titi mengangguk cepat, ekspresi wajahnya serius. “Benar, kami yang kurang. Bukan Raja yang salah.”

Melihat reaksi itu, Violetta tersenyum lebar. Pipinya yang masih menempel remahan kue mengembang saat ia tertawa kecil.

“Nah, itu baru benar. Jangan murung terus, bikin aku jadi malas makan kalau lihat muka kalian begitu.”

Namun perhatian Poci dan Titi tidak teralih. Mata mereka tetap tertuju pada Vlad, menunggu kelanjutan dari pesan Raja.

Vlad menghela napas pelan lalu meneruskan.

“Beliau berkata seperti itu karena khawatir. Beliau tidak ingin kalian mengalami sesuatu yang buruk jika kejadian kemarin terulang. Karena itu, beliau memintaku membantu kalian berdua menemukan kemampuan baru. Aku sudah menerima penjelasan dari beliau, cukup rinci tentang cara yang bisa ditempuh.”

Kedua bebek itu membeku, mendengarkan setiap kata dengan penuh harap.

“Mulai hari ini,” lanjut Vlad, “selama Raja dan Tuan Zaza berada di barat, aku dan Violetta akan mendampingi kalian. Kita akan mencari kemampuan yang sesuai dengan diri kalian masing-masing, sesuai arahan dari Raja.”

Violetta mengangguk cepat, seolah ingin menegaskan.

“Betul! Aku sudah lama mengenal bebek yang jadi Raja kalian. Dia bahkan sudah menyiapkan riset, catatan, dan ide-ide latihan khusus buat kalian. Jadi jangan takut. Kalau dia percaya kalian bisa, pasti bisa!”

Mendengar itu, Poci dan Titi justru terlihat semakin panik. Keduanya saling melirik, lalu Poci berkata terbata-bata.

“Kami… kami selalu percaya kepada Raja kami. Kami tidak pernah sekali pun ragu padanya. Hanya saja…”

Titi melanjutkan dengan nada cemas. “Hanya saja, kami takut tidak bisa memenuhi harapannya. Kalau ternyata kami gagal, bagaimana?”

Suasana aula menjadi hening sejenak. Bau kue manis yang dibawa Violetta bercampur dengan aroma keringat Poci dan Titi yang masih menempel setelah berlari dari latihan sebelumnya.

Poci menundukkan kepala, kedua sayapnya menggenggam erat satu sama lain. Paruhnya bergetar ketika ia berbicara lirih. “Aku… aku takut tidak akan pernah bisa sehebat Zaza.”

Setelah istirahat dan perbincangan singkat itu berakhir, Poci dan Titi menunggu arahan selanjutnya. Mata mereka sesekali melirik ke arah dua wanita yang kini berdiri tidak jauh dari pintu utama.

Aula latihan itu terbuat dari susunan bebatuan rapi yang kokoh. Lantai keras dan dingin membuat langkah kecil mereka terdengar jelas saat bergerak. Di tengah ruangan yang luas, kedua bebek itu diminta duduk. Perintah itu datang dari Vlad, pelayan setia sang Raja.

Vlad melangkah perlahan ke arah mereka, gaun hitam panjangnya bergeser menyapu lantai batu. Suara tumit sepatunya beradu dengan lantai, memberi tekanan pada setiap langkah. Di sampingnya, Violetta berjalan dengan hati-hati.

Poci dan Titi saling melirik. Keringat kecil menetes dari bulu leher mereka, jatuh ke lantai dingin. Nafas keduanya terdengar pendek-pendek, seakan mereka tahu sesuatu yang serius akan terjadi.

Namun bukan Vlad yang membuka suara kali ini. Violetta, anak kecil berambut pirang dengan mata biru yang tajam, justru mengambil alih. Ia menunduk sedikit, lalu berkata dengan suara jernih yang membuat gema halus di aula batu itu.

“Aku akan beritahu sekarang,” ucap Violetta sambil menatap lurus ke arah Poci dan Titi. “Jika kalian benar-benar ingin memulai… apa kalian yakin sanggup membuat kemampuan baru itu? Tidak ada jalan kembali setelahnya.”

1
yuyuka
kwek🥶
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 3 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 2 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 3 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!