Fiona Amartha Dawson, hidup berdua dengan kakak perempuan seibu di sebuah kota provinsi pulau Sumatera yaitu kota Jambi.
Jemima Amelia Putri sang kakak adalah seorang ibu tunggal yang bercerai dengan suaminya yang tukang judi dan suka melakukan kekerasan jika sedang marah.
Fiona terpaksa menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal secara mendadak karena suatu insiden guna menyelamatkan harga dirinya sebagai seorang perempuan lajang.
AKBP Laksamana Zion Nugraha tidak menyangka akan menikahi gadis gemoy yang tidak ia kenal karena ketidakadilan yang dialami gadis itu. Niatnya untuk liburan dikampung kakak iparnya menjadi melenceng dengan menjadi seorang suami dalam sekejap.
Bagaimana reaksi Fiona saat mengetahui jika suami yang ia kira laki-laki biasa ternyata adalah seorang kapolres muda di kota Medan?
Akankah ia bisa berbaur pada kehidupan baru dikalangan ibu-ibu anggota bhayangkari bawahan suaminya dengan tubuhnya yang gemoy itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurhikmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyambut menantu baru
Tepat pukul satu siang pesawat Lion Air mendarat dengan mulus di bandara internasional Kulonprogo dari bandara Kualanamu. Dua setelah jam didalam pesawat membuat Fiona merasakan lelah yang begitu kentara meskipun ia tidur selama hampir satu jam didalam pesawat. Tidak hanya Fiona merasakan lelah, wanita berumur seperti Bude Sumirah juga lebih terlihat lelah.
"Ya Allah, Nduk! Untung aja kita naik pesawat yang dua setengah jam bisa sampai, coba kalau wanita tua seperti Bude mu iki naik mobil yang dua harian, apa gak terkapar Bude ketika sampai Jogja sampai gak kuat bangkit akibat tepar," keluh Bude Sumirah yang membuat Fiona terkikik geli.
"Hehehehe, kirain perempuan muda kayak Nana yang capek duduk di pesawat, eh rupanya Bude juga gitu!" kekeh Fiona sambil merangkul hangat wanita paruh baya tersebut.
"Yo jangan salah, Nduk! Justru wong tuek koyo Bude yang paling merasa capek duduk lama tanpa ngapa-ngapain. Mau jalan-jalan dalam pesawat takut pesawat nya jatuh, duduk diam malah bosan!"sahut Bude Sumirah kembali menumpahkan unek-unek nya.
Zion terkekeh mendengar keluhan dua perempuan itu, ia dengan sigap membawa barang-barang yang ada di kabin dan sengaja membiarkan Fiona tidak membawa apa-apa selain menuntun Bude Sumirah keluar dari pesawat menuju pintu gate keluar.
Sama halnya dengan sang Komandan, Bima dan Satria membawakan barang-barang yang menjadi oleh-oleh dari dalam kabin keluar pesawat karena koper dan barang besar lainnya ditaruh di bagasi.
"Yank, kamu bawa Bude ke foodcourt di lantai dua aja ya? Biar Mas dan mereka berdua yang nungguin koper di antrian bagasi. Nanti kamu sherlock aja foodcourt nya biar kami susul kesana!" pesan Zion sambil menuju tempat antrian bagasi.
"Oke, Mas! Kami tunggu Mas disana sambil makan siang!" jawab Fiona dengan patuh.
"Iyo, Bude juga sudah lapar dan kalian langsung menyusul kalau sudah selesai biar makan siang dulu di sini!" sahut Bude Sumirah setuju.
Zion mengangguk kecil, mereka berpisah karena arahnya berbeda. Semua barang-barang mereka bawa dari kabin pesawat ditaruh diatas troli dengan dua troli didorong oleh Bima dan Satria.
Fiona dan Bude Sumirah memasuki food court masakan nusantara dan memesan makanan sambil menunggu Zion dengan yang lainnya dari antrian bagasi.
Fiona sengaja memesan camilan untuk mengganjal perut sebelum suaminya datang dan ia tidak ingin makan terlebih dahulu meskipun Bude Sumirah sudah memintanya.
"Yo wes, kita makan ini aja sambil nungguin mereka selesai! Sekalian kita pesan dari sekarang makanan nya sambil dikasih tahu kalau makanan nya harus dibuatkan sepuluh menit sebelum mereka datang!" ucap Bude Sumirah yang diangguki Fiona.
Empat puluh menit kemudian Fiona langsung meminta pelayan food court untuk menyiapkan makanan yang mereka pesan karena suaminya sudah memberikan kabar jika mereka sudah selesai ambil koper dan menuju ke tempat mereka.
"Alhamdulillah, makanan datang mereka juga datang!" ucap Fiona dengan tersenyum lebar saat melihat wajah tampan suaminya berjalan dari kejauhan melambaikan tangan padanya.
Pelayan Food court baru saja selesai menyajikan makanan saat ia melihat suaminya berjalan mendekati tempat mereka menunggu.
"Ayo kita makan! Makan sepuasnya karena perjalanan masih jauh!" ucap Bude Sumirah sambil memulai makan.
Bima dan Satria tersenyum sumringah dan makan tanpa merasa malu ataupun canggung karena sudah terbiasa makan bersama Zion dan Fiona di rumah dinas mereka.
Lima belas menit kemudian semuanya sudah selesai makan siang dan sedang duduk menegakkan tubuh yang masih kekenyangan. Bude Sumirah dan Fiona memutuskan untuk salat ke musholla yang ada di Bandara tak lama setelah mereka selesai makan. Zion membayar makanan mereka dan ikut ke Musholla dan bergantian salat dengan ajudannya sambil menjaga barang-barang mereka.
Tepat pukul dua lewat tiga puluh menit ponsel Zion berdering yang ternyata sopir suruhan Papanya yang menelpon jika ia sudah menunggu di parkiran lantai dua bandara.
"Ayo kita pulang! Papa mengirim sopir untuk menjemput kita dan sudah menunggu diluar!" ucap Zion memberitahu istri dan Bude nya.
Fiona dan Bude Sumirah mengangguk lalu mereka sama-sama berjalan keluar lobby bandara di lantai dua. Dua buah mobil sudah terparkir dan dua orang pria berlari menghampiri Zion yang ternyata mengenal mereka. Keduanya adalah pegawai Papanya di kolam yang mana sering bertemu dengan Zion jika pria itu ikut sang Papa ke kolam.
"Kang Mus, Kang Yanto! Terimakasih sudah repot-repot menjemput kami!" ucap Zion dengan wajah datar seperti biasanya.
"Sami-sami, Mas Laksa! Iki ora ngerepotin kok! Monggo silakan, mobilnya di sebelah sana!" sahut Kang Mus dengan tersenyum ramah.
Kang Yanto juga ikut tersenyum dan membantu memasukkan semua barang-barang ke mobil yang satunya karena Bima dan Satria mengikuti mobil tersebut.
Sementara Fiona, Zion dan Bude masuk ke mobil yang satu lagi dimana disopiri oleh Kang Mus sendiri. Zion duduk di bangku depan samping Kang Mus sedangkan Fiona dibangku belakang bersama Bude Sumirah.
Di kediaman Nugraha saat ini sudah ramai para tetangga sekitar yang ikut membantu meskipun acaranya masih dua hari lagi. Tenda-tenda sudah berdiri tegak dan para WO mulai menghiasi tenda meskipun baru sebagian yang dihias. Begitu juga dengan bagian dalam rumah yang tampak ramai oleh para Ibu-ibu yang memasak makanan ringan untuk disajikan kepada tamu dua hari lagi dan itu sudah dipersiapkan dari hari ini.
Kesibukan begitu kentara terlihat di rumah itu, Mama Widuri bersama Arimbi tidak berhenti hilir mudik guna melihat persiapan sudah sejauh mana. Kedua wanita beda usia itu terlihat sangat bersemangat mempersiapkan semuanya walaupun tubuh mereka terkadang lelah saat malam hari.
Mbok Inem tidak kalah sibuk sebagai ketua koordinir masak memasak, terlebih saat ia tahu anak yang ia layani sebentar lagi akan sampai di kediaman. Gosip tentang istri Zion yang bukan orang Indonesia sudah berkembang luas dalam kediaman Nugraha dan sekitarnya sehingga kebanyakan dari para tetangga yang mengenal Zion sedari kecil begitu antusias menunggu kedatangan pengantin wanitanya.
"Mbok, makanannya jangan sampai kurang dan berantakan! Saya ndak mau kesan pertama menantu saya datang ke sini makanannya ada yang kurang apalagi sampai berantakan!" ucap Mama Widuri mengingatkan Mbok Inem.
"Beres, Ndoro! Si Mbok jamin mantu Bule gak akan kecewa dengan pelayanan si Mbok!" sahut Mbok Inem dengan sangat percaya diri.
"Astaga, Mama! Gak usah berlebihan gitu! Menantu Mama itu bukan perempuan yang seperti itu! Percaya deh sama Arimbi!" kekeh Arimbi dengan geli melihat antusias Mama dengan asisten rumah tangganya.
" Biarin! Mama cuma mau yang terbaik untuk menantu perempuan Mama!" sahut Mama Widuri tidak peduli dengan teguran Arimbi.
Bersambung...