"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Hafis
Hafis asik melamun memikirkan apa yang menimpa dirinya, dia terus saja memikirkan Naomi dan juga Willi. Pria itu juga memikirkan nasib rumah tangganya dengan Naomi.
Dia ada di pinggir jalan sampai siang hari tiba, setelah merasa lelah dia malah tidur di mushola sampai sore hari tiba. Tidur di mushola, tapi tak salat sama sekali. Dia malah seperti orang linglung.
"Nak, bangun. Ini sudah malam, jangan terus tidur."
Seorang ustadz yang baru selesai menjadi imam salat nampak membangunkan Hafis, Hafis yang merasa terganggu langsung bangun dan memijat kepalanya yang terasa pusing.
"Apa kamu tersesat?" tanya Ustadz.
"Eh? Nggak kok, saya tadi cuma numpang istirahat. Maaf," ujar Hafis.
Hafis mengedarkan pandangannya, dia merasa malu karena ternyata di sana masih ada beberapa orang yang baru selesai salat dan menatap dirinya dengan tatapan aneh.
Hafis dengan cepat pergi dari sana, dia berjalan dengan sempoyongan karena kepalanya masih terasa pusing. Namun, dia merasa malu kalau harus tetap ada di sana.
"Mending aku pulang aja," ujar Hafis.
Hafis dengan cepat membawa mobil bak miliknya untuk pergi ke rumah kontrakan, saat dia tiba depan rumah makan yang dia kelola bersama dengan kedua orang tuanya tidak buka.
Hafis merasa heran, dia dengan cepat masuk ke dalam rumah kontrakan dan mencari kedua orang tuanya.
"Pak, Bu. Kenapa warung makannya tak buka?"
Ibunya Hafis keluar dari dalam kamar sambil menggendong Willi, anak itu nampak rewel dengan wajahnya yang begitu memerah.
"Bagaimana ibu dan bapak bisa dagang, Nak? Lihat anak kamu, dia demam dari pagi. Panasnya mending turun setelah Ibu popol kepalanya dengan bawang merah dan juga asam Jawa."
"Willi panas?" tanya Hafis langsung mengukur suhu tubuh anak itu menggunakan telapak tangannya.
"Iya, panas sekali."
"Ya Tuhan, kita bawa ke dokter aja, Bu."
Hafis dengan cepat masuk ke dalam mobilnya, ibunya habis juga langsung ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di samping pria itu sambil menggendong Willi.
Kedunya terlihat begitu panik sekali, karena bayi itu terlihat begitu merah wajahnya. Badannya juga nampak memerah, keduanya takut kalau anak itu akan kenapa-kenapa.
"Ke klinik aja ya, Bu. Biar cepet," ujar Hafis yang mengingat kalau rumah sakit sangatlah jauh.
"Oke," ujar ibunya Hafis.
Hafis lalu membawa Willi ke klinik yang tak jauh dari sana, Willi langsung mendapatkan tindakan dari dokter. Bayi itu demam sampai mencapai empat puluh koma lima derajat, dokter dengan cepat memberikan obat melalui belakang agar tak membahayakan tubuh bayi itu.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?"
"Sudah mulai turun panasnya, tapi tetap harus dirawat."
"Tolong lakukan yang terbaik," ujar Hafis.
Hafis saat ini memang merasakan kekesalan yang luar biasa terhadap Naomi, apalagi ketika dia mengingat Naomi yang pergi berkencan dengan pria lain. Hafis sungguh sakit hati.
Namun, melihat wajah Willi membuat hati Hafis terenyuh. Dia tak bisa membenci bayi yang tidak berdosa itu, dia menyayangi bayi itu.
"Kami akan melakukan yang terbaik, tetapi tetap semuanya harus diserahkan kepada Tuhan."
"Iya, Dok."
Willi akhirnya dirawat di klinik, Hafis menunggu bayi itu dengan sabar. Sedangkan ibunya Hafis dia suruh pulang, dia tahu kalau ibunya sangat lelah mengurusi bayi itu.
"Alhamdulillah, panasnya sudah turun."
Pagi sudah menjelang, keadaan Willi sudah membaik. Wajah anak itu sudah mulai ceria kembali, Hafis merasa senang sekali.
Tak lama kemudian dokter dan juga suster datang untuk mengontrol kondisi Willi, anak itu dinyatakan sudah lebih baik. Suster nampak membantu Hafis untuk memberikan susu formula.
"Bapak sarapan saja dulu, anaknya biar saya yang jaga," ujar Suster.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan, tetapi Hafis tak beranjak dari ruang perawatan anak itu. Suster yang merasa kasihan langsung memberikan usul.
"Oke, Sus. Saya titip anak saya," ujar Hafis.
Hafis yang memang merasa lapar langsung keluar dari dalam ruang perawatan, dia sarapan di warung makan yang tak jauh dari klinik. Setelah itu dia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya.
Hafis menghisap rokok itu dengan perlahan, tak lama kemudian dia mengepulkan asap rokok itu dari bibirnya.
"Kenapa jalan hidupku bisa berubah seperti ini?" tanya Hafis dengan bingung.
Padahal sejak dulu dia sengaja mendekati Cia, agar hidupnya bisa lebih tertata. Dia tak mau hidup miskin, tetapi justru perjuangannya hancur begitu saja.
Uang yang dia kumpulkan habis dibawa kabur oleh Naomi, wanita yang dia sayang dan dia perjuangkan justru menikam dirinya dari belakang.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Hafis.
Hafis sudah selesai merokok, pria itu membuang puntung rokok itu dan menginjaknya. Lalu, dia bersiap untuk masuk ke dalam klinik. Namun, Hafis melihat Naomi yang berada tak jauh dari sana.
Naomi terlihat berada di seberang jalan, wanita itu sedang makan sendirian di restoran. Naomi memakai dress yang begitu seksi, wajahnya juga dipoles dengan make up yang begitu tebal.
"Wanita sialan!" pekik Hafis
Hafis dengan cepat menghampiri Naomi, dia menggebrak meja tempat di mana Naomi sedang makan. Awalnya wanita itu terlihat begitu kaget, tetapi tak lama kemudian Naomi malah tersenyum mengejek.
"Hai, suamiku. Eh? Salah, udah mau jadi mantan suami."
"Apa maksudmu, Naomi? Kenapa kamu tiba-tiba pergi dan membawa semua uangku? Kenapa kamu begitu tega pergi dengan pria lain? Kenapa kamu tega meninggalkan Willi?"
"Oh ya ampun, kamu tuh terlalu banyak tanya."
"Naomi, kamu itu benar-benar keterlaluan. Kenapa begitu tega melakukan hal seperti ini? Kenapa kamu tega berselingkuh dari aku?"
Naomi yang mendengar ucapan dari Hafis malah tertawa, kemudian dia menepuk-nepuk dada Hafis yang terlihat begitu marah dan menatap dirinya dengan penuh emosi.
"Dari sebelum aku pacaran sama kamu, dari sebelum aku menikah sama kamu, aku sudah berhubungan dengan pria lain. Jadi, kamu yang menjadi selingkuhan aku. Bukan pria lain," jawab Naomi.
Hafis mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna, dia merasa ingin memukul wajah wanita itu. Namun, dia tahan dengan sekuat tenaga.
"Astagfirullah! Kenapa kamu tega seperti itu kepadaku? Kalau memang kamu sudah punya yang lain, kenapa kamu malah mau berhubungan denganku?"
Hafis menatap Naomi dengan kekecewaan yang luar biasa, dia tidak menyangka jika wanita yang begitu dia cintai itu mampu menghianati dirinya. Bahkan, wanita itu ternyata tak memiliki rasa.
"Karena dulu kamu menjanjikan kekayaan, kamu menjanjikan pernikahan dan rumah tangga yang baik. Makanya aku mau hidup sama kamu, kalau nyatanya kamu tidak punya uang seperti ini, siapa yang mau sama kamu?"
"Tapi, apa kamu tidak pernah memikirkan anak kita, Willi?"
"Dia bukan anak kita, dia itu hanya anak hasil hubungan aku dengan kekasihku. Jika kamu mau dia, kamu ambil aja."
Hafis merasa kalau kepalanya hampir pecah, dia tidak menyangka kalau wanita itu akan berkata seperti itu. Padahal, dulu wanita itu begitu lembut sampai membuat dia jatuh cinta.
"Kamu tak mau Willi?" tanya Hafis dengan amarah dan kekecewaan yang luar biasa.
"Tidak, aku tak mau anak itu. Ambil aja," ujar Naomi yang langsung pergi dari sana.
"Sialan! Awas saja kalau suatu saat nanti kamu meminta Willi!" pekik Hafis.
Naomi masih mendengar apa yang dikatakan oleh Hafis, tetapi wanita itu malah tertawa mengejek ke arah pria yang masih menjadi suaminya itu.
"Aku pasti akan mengurus Willi dengan baik, aku pasti akan menceraikan wanita ular seperti kamu!" pekik Hafis.
Hafis sampai menangis karena merasa kecewa, dia tak menyangka kalau Hafis akan mendapatkan karma dengan begitu cepat.
"Mungkin ini adalah hukuman dari Tuhan, karena aku sudah mempermainkan Cia," ujar Hafis yang mulai sadar dengan kesalahannya.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..