Renatta Putri Setiawan, seorang gadis berusia 22 tahun. Hidup dalam kemewahan dan kemanjaan dari keluarganya. Apapun yang menjadi keinginannya, selalu ia di penuhi oleh orang tua dan saudaranya.
Namun, suatu hari gadis manja itu harus menuruti keinginan orang tuanya. Ia harus mau dijodohkan dengan seorang pria berusia 40 tahun, agar keluarga Setiawan tidak mengalami kebangkrutan.
Renatta yang membayangkan dirinya akan hidup susah jika keluarganya bangkrut, terpaksa menerima perjodohan itu. Asalkan ia tetap hidup mewah dan berkecukupan.
Gadis itu sudah membayangkan, pria 40 tahun itu pasti berperut buncit dan berkepala plontos. Namun, siapa sangka jika pria yang akan dijodohkan dengan dirinya ternyata adalah Johanes Richard Wijaya. Tetangga depan rumahnya, dosen di kampusnya, serta cinta pertama yang membuatnya patah hati.
Apa yang akan Renatta lakukan untuk membalas sakit hatinya pada pria yang pernah menolaknya itu?
****
Hai-hai teman Readers. Kembali lagi bersama Author Amatir disini.
Semoga cerita kali ini berkenan, ya.
Ingat, novel ini hanya fiksi belaka. Tidak ada ikmah yang dapat di ambil setelah membacanya.
Terima Gaji.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Pria Itu Lagi?
Beberapa waktu berlalu.
Hubungan Richard dan Renatta telah membaik. Pria itu sangat perhatian pada sang istri. Selalu memberikan apapun yang wanita itu inginkan.
Richard sangat mencintai Renatta meski ia tak pernah mengatakan secara langsung pada wanita itu.
Namun tindakannya selalu menunjukkan perhatian dan kasih sayang yang berlebih.
Seperti hari ini. Akhir pekan, harusnya Richard berada di rumah. Namun, ada pekerjaan mendadak yang mengharuskan pria itu untuk pergi ke kantor di hari libur seperti ini.
“Kamu bisa pergi ke rumah mama di depan. Atau kamu bisa pergi berbelanja.” Ucap Richard sembari menggunakan pakaian kerjanya.
Karena ini hari libur, pria itu hanya menggunakan kemeja tanpa dasi, celana bahan panjang dan jaket kulit.
“Apa aku boleh mengajak Gista, om?” Tanya Renatta antusias. Ia lebih memilih berbelanja daripada pergi ke rumah orang tuanya.
Toh, kediaman keluarga Setiawan berada tepat di depan rumah Wijaya. Ia bisa berkunjung kapan saja. Tidak harus di akhir pekan.
“Apa sahabatmu itu tahu tentang hubungan kita?” Tanya Richard dari pantulan cermin.
Renatta mengangguk pelan.
“Lalu kenapa tidak mengundangnya saat pernikahan kita?”
Wanita itu menghela nafas pelan. “Kan kita sepakat untuk tidak mengundang orang selain keluarga.” Jawabnya kemudian.
“Jika itu sahabatmu, aku akan memakluminya.” Ucap Richard.
Renatta menggelengkan kepalanya. “Aku sudah menjelaskan pada Gista. Dan dia mengerti.”
“Baiklah. Ayo kita turun untuk sarapan. Setelah itu, kamu bisa pergi sepuasmu. Tetapi ingat, kamu harus sudah berada di rumah sebelum aku pulang.”
Richard merangkul bahu sang istri, membawanya keluar dari dalam kamar.
“Hati-hati jalan, om.” Pesan Renatta saat mereka selesai sarapan, dan wanita itu seperti biasa akan mengantar sang suami hingga di samping mobil yang telah disiapkan oleh sopir.
Richard mengangguk. Tak lupa melabuhkan kecupan hangat pada kening dan bibir sang istri sebelum pria itu memasuki kereta besinya.
“Aku pergi dulu.” Ucapnya sembari masuk ke dalam mobil, dan duduk di balik kemudi.
“Istriku hari ini akan pergi berbelanja bersama sahabatnya. Ikuti dia.” Ucap Richard pada ponsel yang telah menempel di telinganya.
Meski kini Renatta telah menjadi istrinya. Namun Richard tetap memantau wanita itu saat mereka tak bersama.
Cinta Richard begitu besar untuk Renatta, ia terlalu takut kehilangan wanita itu.
****
“Kita mau kemana, Re?” Tanya Gista saat mereka sudah berada di dalam mobil menuju pusat perbelanjaan dengan di antar seorang sopir.
“Belanja, perawatan tubuh, pokoknya have a fun.” Jawab Renatta bergembira.
“Kamu yang traktir, ya.” Todong Gista.
Renatta mengangguk. “Tenang saja, om Rich yang bayar.” Ucap Renatta terkekeh.
Mendengar itu, Gista merasa tidak enak hati.
“Kenapa, Ta?” Tanya Renatta melihat perubahan raut wajah sang sahabat.
“Aku jadi tidak enak sama suami kamu, Re. Apa yang pak Rich pikirkan tentang aku nantinya?” Gista berucap sendu.
Renatta merangkul bahu sahabatnya.
“Kamu tenang saja. Om Rich sendiri kok yang nyuruh aku untuk pergi sama kamu. Jadi, kamu tidak perlu merasa sungkan. Dia orangnya baik. Meski terkadang menyebalkan.”
Gista menatap sahabatnya. Mereka kemudian berpelukan.
“Terimakasih, Re. Kamu selalu baik sama aku. Aku janji, suatu saat pasti akan membalas kebaikan kamu sama pak Rich.”
Renatta menggeleng. “Tidak perlu seperti itu, Ta. Kita sahabat. Sudah seharusnya saling berbagi.”
Mobil mereka pun tiba di depan sebuah gedung pusat perbelanjaan.
Renatta meminta sang sopir untuk menunggu. Tak lupa, istri dari Richard Wijaya itu membekali sopirnya dengan beberapa lembar uang berwarna merah.
“Kita kemana dulu?” Tanya Gista saat mereka berada di dalam gedung bertingkat tujuh itu.
“Kamu maunya kemana? Belanja, atau salon?” Renatta berbalik melempar tanya.
Jujur, jika sudah berada di tengah pusat perbelanjaan, wanita berusia dua puluh dua tahun itu sering merasa kebingungan harus pergi kemana terlebih dulu.
“Terserah kamu saja, Re. Aku ikut.” Gista berujar pasrah.
Renatta terkekeh. Ia kemudian mengajak Gista menuju sebuah salon kecantikan.
Kedua sahabat itu pun melakukan perawatan dari ujung kepala hingga kaki. Dan memakan waktu hampir empat jam lamanya.
“Kita makan siang dulu, Ta.” Ajak Renatta saat mereka keluar dengan penampilan yang lebih segar.
Renatta memotong rambutnya sebahu, dengan poni yang menutupi dahi. Ia terlihat menjadi lebih muda dari sebelumnya.
Mereka pun memilih makanan cepat saji sebagai menu makan siang, untuk mengisi perut yang telah meronta.
“Bobby?”
Renatta mengenali seorang pria yang berada pada antrean di depannya.
Pria itu menoleh ke arah sumber suara.
“Hai, non. Apa kabar? Long time no see.” Ucap pria itu.
“Aku baik.” Jawab Renatta. Memang sudah lama mereka tidak bertemu.
“Ambil pesanan dulu. Nanti kita duduk bersama.” Usul Bobby kemudian.
Gista memicingkan mata saat melihat Renatta datang bersama seorang pria.
‘Pria ini lagi? Kenapa dia sering sekali berada di sekitar Renatta? Waktu itu aku pernah melihat dia berada di dekat kampus.’
“Ta. Kamu masih ingat sama Bobby?” Tanya Renatta sembari meletakan nampan berisi makanan di atas meja.
Gista mengangguk pelan.
Mereka kemudian menikmati makan siangnya.
“Apa kamu tidak bekerja, kak? Kenapa di jam begini ada disini?” Gista mulai mengulik. Sebab ada rasa penasaran di hati gadis itu, karena beberapa kali melihat Bobby di sekitar Renatta.
Pria itu tiba-tiba tersedak. Dengan cepat ia meminum minuman soda miliknya.
“Pelan-pelan, Bob.” Renatta menepuk punggung pria itu.
‘Hanya pertanyaan seperti itu, kenapa dia tersedak? Aku yakin dia punya maksud lain sama Renatta.’
Gista semakin menaruh curiga pada Bobby.
“Kebetulan, aku lagi ada pekerjaan di dekat sini. Jadi mampir sebentar untuk makan siang.” Jawab Bobby kemudian.
Gista mencebikan bibirnya.
‘Alasannya itu lagi. Bukannya waktu itu dia juga mengatakan hal itu? Renatta kenapa tidak peka sih?’
“Bob, kali ini biar aku yang bayar ya.” Ucap Renatta menyela. “Kamu sudah sering mentraktir aku. Sekarang giliran aku yang bayar.”
“Boleh juga.” Ucap Bobby setuju.
Setelah selesai makan siang, mereka pun berpisah. Renatta dan Gista melanjutkan acara berbelanjanya, sementara Bobby pergi ke arah lain.
“Bos, aku mengambil jarak aman. Sepertinya, sahabat nona mulai curiga padaku.” Ucap pria itu pada ponsel yang menempel di telinganya.
****
Bersambung.
dimana mana bikin gerah 😜🤪
aku baru nemu cerita ini setelah kesel nunggu cerita sisa mantan 😁