NovelToon NovelToon
Return

Return

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cintamanis / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: AiMila

Radella Hafsah dan Delan Pratama memutuskan mengakhiri pernikahan mereka tepat pada satu tahun pernikahan mereka. Pernikahan dari perjodohan kedua orangtua mereka yang tidak bisa ditolak, tapi saat dijalani tidak ada kecocokan sama sekali pada mereka berdua. Alasan yang lain adalah, karena mereka juga memiliki kekasih hati masing-masing.
Namun, saat berpisah keduanya seakan saling mencari kembali seakan mulai terbiasa dengan kehadiran masing-masing. Lantas, bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah terus berjalan berbeda arah atau malah saling berjalan mendekat dan akhirnya kembali bersama lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AiMila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketahuan

Setelah membuat keributan kecil di jalan karena mobilnya yang mendadak saja berhenti di tengah jalan, kini Karan dan Delan sudah berada di ruangan Karan. Tadinya, Karan ingin menikmati makan siang di restoran yang dekat dari kantor Delan, tapi berubah arah menuju restoran miliknya.

Sebuah restoran mewah milik pria itu sendiri, membawa Delan ke ruangan pribadi di lantai atas dari restoran tersebut. Meminta pelayan mengantarkan makanan ke tempatnya, karena mereka butuh tempat privasi untuk membahas hubungan Delan. Lebih tepatnya, Karan yang akan memberikan ceramah, umpatan, ejekan, dan pencerahan kepada temannya.

Sebagai teman baik dan begitu dekat, bukankah memang sudah sewajarnya bersikap seperti itu. Meluruskan otak temannya saat melenceng seperti yang dilakukan Delan saat ini. Meski tahu, kalau itu percuma mengingat Delan dan istrinya sudah berpisah resmi secara hukum.

"Apa Kau benar-benar akan merecokiku untuk ini? Aku bahkan ingin melupakannya," keluh Delan setelah menghabiskan makanannya.

Cita rasa makanan di restoran temannya begitu kuat dengan rempah-rempah. Beberapa hari ini dirinya yang kehilangan nafsu makan, lidahnya dimanjakan makanan enak yang tidak bisa ditolak. Walaupun, tidak mengubah perasaannya yang tetap sedih dan gelisah.

"Aku tidak habis pikir, kenapa Kau malah menceraikan Radella? Karena Kau begitu mencintai Tantri?" Karan mulai membuka suara karena Delan lebih dulu membahasnya.

Sebenarnya Delan ingin menyangkal, dia bukan yang menceraikan. Namun, itu adalah perjanjian bodoh yang pernah dia lakukan bersama Radella. Mereka berpisah karena keinginan masing-masing, tapi Delan tidak menyangka akan sesakit ini.

Kalau dengan orang lain, Delan bisa mengatakan karena mereka tidak cocok satu sama lain setelah satu tahun bersama. Namun, di depan Karan, rasanya percuma mengatakan demikian. Yang ada, dirinya malah diejek habis-habisan, mengingat Karan sering ke rumahnya dan tahu bagaimana hubungannya dengan Radella.

Sekali pandang, orang akan mengira mereka adalah pasangan yang saling mencintai. Nyatanya, dia yang mencintai sendiri selama ini tanpa dia rasakan, dia menyadari saat perpisahan sudah di depan mata, itu yang dia pikirkan saat ini. Sekarang menyangkal pun, sudah terasa berat karena sangat bertolak belakang dengan hatinya yang menjerit rindu kepada Radella.

"Bisa-bisanya Kau mencintai dua perempuan sekaligus, Delan. Kau ternyata sebrengsek itu," umpat Karan. "Apa Radella juga demikian, masih mencintai kekasihnya juga. Kalian benar-benar memperumit sendiri kehidupan kalian."

Dalam hati, Delan menyetujui ucapan Karan, hubungan mereka rumit karena mereka sendiri. Seharusnya, dirinya bisa lebih dewasa, mengingat umurnya memang sudah matang untuk menjalin hubungan yang serius. Sekarang semuanya sudah terlanjur dan selesai, dirinya hanya perlu melupakan perlahan bayangan Radella dan fokus pada Tantri.

"Apa Kau masih mencintai Tantri?" Karan terus bersuara, mengulik semuanya memperparah perasaan Delan.

Karena pertanyaan tersebut malah membuatnya kalang kabut, padahal dia baru saja memikirkan agar fokus pada Tantri. Namun, mendengar pertanyaan apakah dirinya masih mencintai Tantri, dia malah kelimpungan sendiri. Seharusnya, dia menjawab dengan mantap seperti yang dia tanamkan selama ini di kepalanya.

"Kau sudah tidak mencintai perempuan itu lagi, kan?" tebak Karan sambil tertawa mengejek. "Sekarang, Kau terjebak dengannya dan Kau juga menyakitinya meski perempuan itu belum sadar!"

Tidak, harusnya dia berteriak seperti itu, menyangkal asumsi Karan. Lagi, dia malah terdiam membenarkan ucapan Karan secara tidak langsung. Seketika, dia menyadari kalau dirinya memang pria brengsek seperti yang dikatakan Karan tadi.

Niatnya mempertahankan hubungannya dengan Tantri, tapi perlahan dia malah menyakiti perempuan baik itu. Dia teringat, beberapa hari terakhir saat mereka jalan bersama, dia sering mengabaikan Tantri. Melamun dan membiarkan Tantri dengan ceritanya sendiri yang terdengar bahagia, tapi malah terlihat miris.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Semuanya sudah terlanjur."

Delan menyandarkan punggungnya ke kursi, mendongak agar kepalanya juga ikut tersandar dan matanya tertutup. Alur ini benar-benar rumit dan jauh dari harapannya, ternyata perasaan memang tidak semudah saat mengatakan. Bahkan, mengatakan pun menjadi sulit saat perasaan sudah mendominasi.

"Bicaralah pada Tantri yang sejujurnya, dan kembalilah pada Radella. Perbaiki hubungan kalian!" sahut Karan mencoba memberikan solusi paling mudah dan sederhana sesuai pemikirannya.

Delan membuka mata, lalu menggeleng kuat. Itu bukan ide yang baik, mengingat dirinya belum tahu jelas perasaan Radella kepadanya. Karena yang dia pikirkan, Radella masih mencinta Reno dan mereka akan segera menikah.

"Kenapa menggeleng?" tanya Karan melihat respon Delan.

"Dia akan segera menikah dengan Reno," jawab Delan singkat dan terlihat jelas pancaran kecemburuan.

Karan tersentak sebentar, lalu tertawa keras. "Hubungan kalian benar-benar kacau, aku rasa akan ikutan gila mengetahui ini!"

***

Radella baru saja berganti baju tidur, setengah jam yang lalu baru pulang dari kencannya bersama Reno. Perempuan itu terlihat menikmati waktu di pasar malam tadi, sedikit melupakan perasaan kacaunya. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, dia akan bersiap tidur.

Saat tubuhnya baru saja akan merebahkan diri di atas kasurnya, pintu kamar terbuka dan menampilkan seorang gadis muda. Gadis itu menutup kembali pintu kamarnya dan mengunci dari dalam, lalu melangkah sambil membawa guling. Radella masih diam mengamati dengan otak yang sudah sibuk menebak.

"Kak, aku tidur sini!" ujar gadis muda itu. Tanpa menunggu jawaban sang pemilik kamar, gadis itu sudah lebih dulu membaringkan tubuhnya dan menutup dengan selimut sampai sebatas dada.

Radella hanya bisa berdecak kesal, tebakannya benar saat tahu adiknya sudah membawa guling ke kamarnya. Dia ingin menolak, tapi tahu kalau itu hanya buang-buang tenaga. Hafal betul dengan adiknya yang selalu kekeh jika menginginkan sesuatu.

"Kak Della, dari mana?" Rasyafa berujar dengan nada yang tidak terdengar enak.

Radella yang bersiap ikut berbaring langsung terhenti, menegakkan kembali tubuhnya dan menoleh ke arah adiknya. Gadis yang lebih muda itu sudah menutup mata saat bersuara. Namun, Radella menyadari wajah adiknya yang terlihat kurang enak dipandang sejak masuk ke kamarnya.

"Kenapa?" Alih-alih menjawab, perempuan itu memilih bertanya karena melihat wajah adiknya, mendadak saja dia tidak tenang.

"Jawab saja, Kak!" tegas Rasyafa tanpa membuka mata. Tubuhnya terlentang, wajahnya menatap ke atas dengan mata terpejam tapi tidak sedang tidur.

Radella langsung dilanda kegugupan, padahal dia hanya tinggal menjawab santai seperti yang diucapkan kepada bundanya. Namun, perempuan itu malah terlihat jelas gugup dan salah tingkah yang bisa dirasakan Rasyafa meski gadis itu sedang menutup mata. Dia memang tidak bisa menyembunyikan sesuatu karena tidak pandai mengontrol ekspresi.

"Kakak dari luar," jawabnya cepat dan tidak jelas di telinga. Namun, Rasyafa tetap bisa mendengarnya.

"Aku tahu, Kakak dari luar. Maksudnya, dari mana tujuannya?" tekan Rasyafa.

"Kamu kenapa, sih. Bunda aja biasa saja Kakak dari luar, karena sudah pamitan?" Radella menjawab dengan ketus, dia tidak suka saat Rasyafa bersikap demikian. Merasa dirinya malah yang menjadi adik, bukan kakaknya.

Rasyafa membuka mata, ikut duduk dan menatap tajam Radella yang langsung gelapan karena terkejut dengan reaksi Rasyafa. "Apaan, sih. Gak sopan kayak gitu sama Kakaknya," ujar Radella merasa tersinggung. Namun, perempuan itu juga semakin gugup saat mendapatkan tatapan tajam seperti itu, perasannya semakin tidak enak.

Bukannya menurunkan ketegangan, Rasyafa malah semakin memasang wajah dingin saat menatap Radella. Dia tahu, itu tidak sopan sebagai seorang adik. Namun, perasaan Rasyafa sedang buruk saat menatap Radella.

"Kak, siapa pria tadi? Pria yang bersama kak Della di pasar malam?" Radella menegang, matanya melebar sebagai respon keterkejutannya yang tidak bisa disembunyikan.

1
Aini Nurcynkdzaclluew
Aduh, thor bikin jantungku berdetak kencang
AiMila: Tarik napas pelan-pelan, Kak🙏
total 1 replies
Graziela Lima
Aku bisa tunggu thor, tapi tolong update secepatnya.
AiMila: Diusahakan Kak, terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!