Bias Masa Lalu

"Bagaimana? Dia sudah mau makan?" tanya Arga pada seorang lelaki yang berada di depannya.

"Sudah tuan, nona Gita menghabiskan semua sarapannya." jawab lelaki yang bernama Harlan.

Arga mengangguk lalu menatap Harlan dengan serius. Lalu berbicara lagi dengan nada penuh peringatan.

"Harlan, kau sudah lama bekerja denganku. Kau tau bukan, jika aku tak suka jika ada sesuatu yang disembunyikan."

"Maaf tuan..." kata Harlan

"Nona Gita memang memakan semua sarapannya tapi tidak dengan susu yang anda buat. Dia meminta teh hangat sebagai gantinya." kata Harlan

Arga mengernyitkan keningnya karena Harlan menyampaikan sesuatu di luar dugaannya.

Gita sangat menyukai susu coklat dan apapun yang berbau coklat. Bahkan Arga melihat foto-foto yang di-posting wanita itu saat masih bersama suaminya.

Dewangga begitu sering memberikannya hadiah berupa cokelat-cokelat mahal yang di bawanya dari negara-negara yang dikunjunginya saat bertandang.

"Apa kau yakin dia tak meminum susu coklatnya?" tanya Arga lagi.

Harlan mengangguk mantap, dia malas menceritakan tentang Gita yang menghancurkan kembali gelas susu yang keempat kalinya dibuat oleh Arga. Bisa-bisa lelaki itu mengamuk dan lagi-lagi menghukum pelayan hingga mereka pingsan.

"Mungkin nona Gita menginginkan teh hangat untuk sarapan." kata Harlan mencoba mencari alasan untuk menenangkan Arga.

Belum sempat Arga menanggapi ucapan Harlan, suara dering ponsel lelaki itu berbunyi.

"Mami..." ucap Arga lirih saat membaca nama yang tertera di sana.

Arga menatap malas ke arah ponselnya. Dia tau apa yang akan dikatakan oleh Helen, ibu tirinya.

"Sebaiknya anda mengangkatnya, tuan. Saya rasa anda lebih paham sifat nyonya Helen." Harlan mengingatkan Arga.

Dengan setengah hati dia pun menjawab panggilan ibu tirinya setelah memerintahkan Harlan untuk keluar dari ruang kerjanya.

"Halo.."

"Arga.... Kamu ini kemana saja, sih? Kok susah banget dihubungi." Arga menjauhkan ponselnya dari telinganya saat mendengar suara Helen yang membuatnya pusing.

"Aku sibuk, Mi." jawab Arga sekenanya

"Kamu ini keterlaluan ya, Arga. Tiga hari lagi kamu mau tunangan tapi malah nggak muncul-muncul. Ini baju pesanannya udah jadi, kamu buruan pulang buat fitting. Jangan sampai kamu bikin malu di depan keluarganya Freya."

"Terus Freya dan mamanya juga udah ngundang si Mahalima sama Daisa buat isi acara kalian nanti, tolong kamu transfer bayaran mereka ya. Malu dong kalau mereka yang bayar. Papanya Freya juga mau undang gubernur Jabar pak Kadeem. Jadi mami minta EO dari Jakarta buat rancang acara tunangan kalian." Helen berbicara terus tanpa jeda sampai Arga pun bingung sendiri.

"Pokoknya besok kamu sudah pulang. Kalian gladi kotor sama gladi resik buat acaranya. Jangan sampai berantakan."

Arga memijit-mijit kepalanya yang tiba-tiba pusing karena mengingat acara pertunangannya dengan Freya yang tak lama lagi.

Sebenarnya dia malas melanjutkan hubungan dengan Freya, tapi ibu tirinya menyukai wanita itu. Karena dirasakan sepadan tidak seperti suami dari Alana yang hanya staf biasa.

Arga yang tak ingin membuat adiknya tertekan dan mengalami baby blues karena ucapan-ucapan Helen akhirnya membiarkan ibu tirinya mengurusi hubungan pertunangan dengan Freya.

Setidaknya dengan demikian, Alana tidak akan 'diganggu' oleh ibunya untuk sementara waktu.

"Aku kan sudah bilang sibuk kalau bulan-bulan ini. Kalian yang menentukan, aku tidak mau repot dan meninggalkan pekerjaanku. Kalau tidak batalkan saja acara pertunangan itu." ucap Arga yang geram karena mendengar permintaan keluarga Freya yang semakin menjadi-jadi.

"Argaaaa... !!!! Apa maksud kamu?! Jangan macam-macam Arga, kamu mau mencoreng nama keluarga kita?! Ingat Arga cukup papa kamu yang bikin rusak martabat keluarga. Mami nggak mau kamu melakukan hal yang sama seperti papa kamu. Mau 'senakal' apapun kamu, mami gak masalah asal kamu bisa menyembunyikan semuanya dari publik. Jangan seperti papa kamu, Arga!! Bangkai di pamer-pamerin."

Helen mulai histeris, Arga mulai merasa khawatir.

Sejak kematian ayahnya, Helen mengalami depresi dan harus konsultasi ke psikiater. Lima tahun waktu yang dibutuhkan wanita itu untuk menerima semuanya. Suami yang dicintainya itu meninggal dalam keadaan mengenaskan karena dibunuh.

Arga merasa kasihan dan tak tega pada wanita itu. Bagaimanapun Helen adalah wanita yang merawat dan membesarkannya setelah ibunya Yvonne meninggal dunia saat usianya lima tahun.

Helen adalah kerabat jauh Rizal, mereka dijodohkan karena Helen yang mengurusi Arga setelah Yvonne meninggal.

Helen memang sangat mencintai suaminya, tapi tidak dengan Rizal. Lelaki itu hanya pernah mencintai Yvonne dan jatuh cinta kedua kalinya pada Diana.

"Oke..Oke... Aku pulang, nanti malam aku usahakan sampai ke sana." kata Arga akhirnya.

Helen yang mendengar hal itu pun bersorak senang.

Tanpa Arga sadari, ada seseorang yang mendengar semua yang dia ucapkan dari balik pintu yang tak tertutup rapat itu.

***

Sementara itu di tempat lain, Sarah terlihat panik setelah mendapatkan kabar dari seorang wanita bernama Elisa.

Sarah yang cukup terkejut dengan kabar Gilang dari seorang wanita yang mengaku sebagai istrinya. Kini tambah syok karena Gita yang dibawa paksa oleh Arga.

Jujur saja saat ini, Sarah cukup pusing memikirkan nasib sahabatnya. Bagaimana bisa Gita terjebak dengan lelaki yang memerintahkan untuk membakar rumah dan mengusirnya dari kota.

"Mas Amran... Aku telepon saja." ucap Sarah sambil mencari kontak suaminya

Biasanya Amran selalu punya jalan keluar yang di luar nalar. Kelakuan nyentriknya justru bertolak belakang dengan kehangatan dan perhatiannya pada keluarga.

Jika dua belas tahun yang lalu, Sarah hanya bisa menangis dan memeluk sahabatnya yang datang dengan keadaan babak belur.

Maka berbeda dengan sekarang. Sarah akan berusaha menyelamatkan Gita dari lelaki jahat bernama Arga.