NovelToon NovelToon
PERNIKAHAN DENDAM

PERNIKAHAN DENDAM

Status: tamat
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Dendam Kesumat / Balas Dendam / Tamat
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Menjelang pernikahan, Helena dan Firdaus ditimpa tragedi. Firdaus tewas saat perampokan, sementara Helena diculik dan menyimpan rahasia tentang sosok misterius yang ia kenal di lokasi kejadian. Kematian Firdaus menyalakan dendam Karan, sang kakak, yang menuduh Helena terlibat. Demi menuntut balas, Karan menikahi Helena tanpa tahu bahwa bisikan terakhir penculik menyimpan kunci kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Bau logam dan desinfektan menyengat di udara.

Lampu neon di langit-langit bergetar pelan, memantulkan cahaya putih dingin di atas meja baja.

Karan duduk di kursi besi, jas hitamnya rapi, namun tatapan matanya tajam dan menusuk.

Di hadapannya, pintu baja terbuka, dan dua sipir menggiring masuk seorang tahanan berbaju oranye dengan borgol di tangan dan rantai di kakinya.

Wajah Firdaus kurus, tapi matanya masih menyala dengan sinar licik yang dulu Karan kenal.

Senyum miring muncul di bibirnya saat melihat kakaknya.

“Ah, akhirnya kakak datang juga,” ucapnya santai, mencondongkan tubuh ke kursi. “Sudah lama aku menunggu.”

Karan tidak menanggapi. Ia hanya menatap lurus, rahangnya mengeras.

“Firdaus, aku tidak datang untuk basa-basi.”

Ia mencondongkan tubuh ke depan.

“Aku ingin kamu bicara jujur. Siapa yang membuat Helena seperti itu? Siapa yang mencuci otaknya?!”

Firdaus menatapnya beberapa detik, lalu tertawa keras.

Tawanya menggema di ruangan sempit itu, membuat dua sipir di luar menoleh heran.

“HAHAHA! Kak. Oh Tuhan, kamu masih polos juga ternyata!”

Karan menatapnya dengan sorot tajam.

“Jawab aku, Firdaus!” bentaknya, tangannya menghantam meja hingga logam bergema keras.

Firdaus berhenti tertawa perlahan, menatap kakaknya dengan mata gelap penuh kepuasan aneh.

“Kamu ingin tahu siapa yang melakukannya?” Ia mencondongkan wajahnya mendekat, suaranya rendah, seperti bisikan iblis.

“Aku.”

Karan membeku. Nafasnya tertahan.

“Apa maksudmu?” suaranya nyaris bergetar.

“Aku yang merencanakan semuanya. Aku yang memastikan Helena tidak mati malam itu. Aku yang memerintahkan agar dia diambil dari ambulans. Aku yang membentuk identitas barunya: Imelda.”

Karan mengepalkan tangan, urat di pelipisnya menegang.

“Kenapa?! Untuk apa, Firdaus?!”

Firdaus menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap ke langit-langit sambil tersenyum sinis.

“Karena aku ingin kamu merasakan apa artinya kehilangan sesuatu yang paling kamu cintai dan tidak bisa mendapatkannya kembali.”

Ia menunduk lagi, menatap kakaknya lurus.

“Karena selama ini kamu selalu di atas. Bisnismu, kekuasaanmu, semua orang menatapmu dengan hormat. Sementara aku selalu menjadi bayanganmu.”

“Kamu menghancurkan hidupku dan hidupnya demi egomu?” ucap Karan.

“Oh, bukan hanya egoku, Kak. Ada lebih banyak dari itu.”

Ia mencondongkan tubuh ke depan lagi, wajahnya berubah serius.

“Walaupun aku di penjara, beberapa musuhmu di luar sana masih bekerja untukku. Mereka membantu. Mereka memanfaatkan Helena, memanfaatkan kebingungannya, untuk membuatmu runtuh dari dalam.”

Karan membeku. Tatapannya berubah gelap.

“Musuhku?”

Firdaus mengangguk perlahan.

“Ya. Mereka yang kehilangan segalanya karena kamu. Mereka yang kamu kalahkan di dunia bisnis, di politik, di bawah meja. Dan mereka semua punya satu kesamaan…”

Ia tersenyum tipis sambil memandang wajah Karan dengan tatapan sinis.

“Mereka ingin melihatmu hancur.”

Keheningan menekan ruangan.

Hanya suara jam dinding berdetak pelan.

Karan menatap adiknya lama, matanya penuh bara.

“Kalau kamu pikir aku akan membiarkan ini berakhir di sini, kau salah besar.”

“Kamu selalu keras kepala, Kak. Tapi kali ini, permainan sudah dimulai. Kamu hanya tinggal menunggu giliran jatuh.”

Karan berdiri, kursinya bergeser keras ke belakang.

Ia menatap Firdaus terakhir kali, dingin dan tajam.

“Kalau itu permainanmu, Firdaus…” suaranya rendah, nyaris seperti desisan.

“Aku akan pastikan kau jadi orang pertama yang kalah.”

Tanpa menunggu balasan, Karan berbalik, membuka pintu baja, dan keluar dari ruang interogasi dan meninggalkan Firdaus yang masih tertawa pelan dalam bayang-bayang dingin penjara.

Karan melajukan mobilnya menuju ke rumah dimana Helena sedang menunggunya.

Di dalam mobil, Karan mencengkeram kedua tangannya.

"Sampai kapanpun aku akan melindungi istriku," gumam Karan

Beberapa jam kemudian ia menghentikan mobilnya di depan rumah besar.

Matahari siang menembus tirai tipis, menciptakan cahaya hangat di dapur.

Helena sedang sibuk menyiapkan makan siang, aroma masakan memenuhi ruangan.

Tangannya cekatan memotong sayuran, namun wajahnya masih menegang, matanya sesekali menatap ke luar jendela seolah menenangkan diri.

Tanpa disadari, Karan melangkah pelan ke belakangnya.

Hatinya meledak melihat istrinya yang sehat, hidup, dan di depannya.

Dengan lembut, ia meraih Helena dari belakang dan memeluknya erat.

Napasnya hangat menempel di bahu Helena, tangannya mengelus lembut pinggangnya.

Helena terkejut, hampir tersedak tawa kaget.

“Mas! Jangan mengejutkan aku seperti ini!” teriaknya sambil menoleh, mata berair tapi tersenyum.

Karan menunduk, menempelkan pipinya ke rambut Helena.

“Maaf, aku cuma tidak tahan melihatmu lagi,” ucapnya pelan, suaranya bergetar.

Di belakang mereka, Bi Fia dan beberapa pelayan menahan napas.

Mata mereka melebar melihat pemandangan dimana majikan mereka yang dulu begitu tegang kini mengekspresikan kasih sayang yang begitu hangat.

“Ya Tuhan, akhirnya mereka bersama lagi…” bisik Bi Fia pelan, hampir meneteskan air mata.

Helena menoleh sedikit ke arah Karan, tersenyum tipis meski masih gemetar.

“Mas, aku takut kalau sesuatu terjadi lagi padamu. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi.”

Karan menekankan pelukannya, suara lembut tapi tegas.

“Hel, tidak akan ada yang memisahkan kita lagi. Aku janji.”

Helena menunduk sebentar, lalu membalas pelukan itu erat, tangannya meremas jas hitam Karan perlahan.

“Aku senang kamu di sini. Aku merasa aman sekarang.”

Di dapur, aroma masakan tetap mengisi udara, namun kali ini dengan rasa hangat bukan ketegangan.

Bi Fia dan pelayan lainnya perlahan mundur, membiarkan pasangan itu menikmati momen penuh kebahagiaan yang sudah terlalu lama tertunda.

Karan menunduk lagi ke Helena, menatap mata istrinya dalam-dalam.

“Kita akan mulai dari sini, Hel. Dan aku akan pastikan semua yang mencoba merenggutmu, tidak akan pernah berhasil lagi.”

Helena tersenyum tipis, mengangguk, tangannya masih menggenggam erat tangan Karan.

“Baik, Mas. Kita hadapi semuanya bersama.”

Di ruang makan, meja penuh dengan hidangan sederhana namun hangat.

Helena dan Karan duduk berseberangan, aroma masakan menenangkan, sementara sinar matahari menembus tirai, memantul di piring-piring yang masih mengepul.

“Mas, aku senang akhirnya kita bisa makan bersama tanpa ketakutan,” ucap Helena sambil menyeruput sup hangat.

Karan tersenyum tipis, menatap istrinya dengan penuh cinta.

“Ya, Hel. Ini pertama kalinya setelah semua kekacauan itu aku bisa merasa damai di rumah ini.”

Tiba-tiba, suara kaca pecah terdengar dari pintu samping rumah.

Para pelayan berteriak kaget, berlari mencari perlindungan.

“Mas, mereka berhasil masuk kedalam rumah!” Helena langsung bereaksi.

Instingnya sebagai agen kembali muncul dan dengan cepat, tangannya meraih senjata kecil yang selama ini ia sembunyikan di bawah kursi, di dekat kakinya.

Karan menatap sejenak, matanya melebar, lalu berdiri tegak.

“Hel, tunggu! Aku di sini bersamamu!”

Namun sebelum ia sempat bergerak, tiga pria bersenjata masuk dari pintu samping, langkah mereka cepat dan agresif.

Helena menahan napas, lalu menembakkan satu tembakan peringatan ke udara, membuat para penyerang sedikit mundur.

“Jangan mendekat! Aku tidak akan ragu melindungi suamiku!” teriaknya dengan suara penuh keberanian.

Karan segera bergerak ke samping meja, memindahkan barang-barang agar mereka tidak menjadi korban.

Ia menarik Helena ke belakangnya, namun satu penyerang menembakkan pistol ke arah mereka.

Helena mengangkat senjatanya tepat saat peluru meluncur, berusaha menahan serangan.

Namun, peluru lain mengenai lengannya. Helena menjerit kesakitan saat darah mengalir, tapi tetap memeluk senjatanya erat.

“Mas! Lari!” teriaknya sambil tetap menembak, melindungi Karan.

Karan meraih tangan Helena, menahannya, sekaligus menyerang para penyerang satu per satu.

Pukulan, tendangan, dan lemparan kursi terjadi di ruang makan. Pecahan kaca berserakan di lantai.

Helena, meskipun tertembak, tetap fokus. Ia menembakkan beberapa kali ke arah musuh, membuat salah satu dari mereka terjatuh.

“Mas, aku tidak apa-apa. Fokus pada mereka!” ia berbisik, gigi terkatup menahan rasa sakit.

Karan mengangguk singkat, matanya membara.

Ia menundukkan tubuh, menghindari tembakan sambil menyerang penyerang terakhir.

Dengan satu gerakan cepat, ia menendang senjata salah satu penyerang hingga terlepas, lalu menahan musuh itu dengan kekuatan penuh.

Helena akhirnya terhuyung ke samping meja, tangannya menekan luka tembak di lengannya, napasnya tersengal.

Karan segera berlutut di sampingnya, memeriksa lukanya.

“Hel, kamu terluka! Kenapa kamu tetap maju?” ucapnya panik.

Helena menatapnya dengan mata berkaca-kaca, meskipun sakit tetap tegar.

“Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu, Mas. Aku akan melindungi kamu sampai akhir!”

Karan menggenggam tangannya, wajahnya tegang, sementara para pelayan mulai muncul dari belakang mereka, bersembunyi tapi siap membantu jika diperlukan.

Suasana rumah yang tadinya hangat kini penuh ketegangan, suara tembakan dan pecahan kaca masih bersahutan.

Namun semangat Helena dan tekad Karan membuat mereka tetap berdiri melawan ancaman yang datang tiba-tiba.

1
Freya
semangat berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!