NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28: Poci

[POV 2 - Poci]

Aku lahir sebagai bebek yang tidak pernah merasakan kenyamanan dalam keluarga. Sejak awal, aku tidak pernah punya tempat yang benar-benar bisa disebut rumah. Ayah sudah lama pergi meninggalkan kami, entah kemana. Yang tersisa hanya ibuku dan tujuh saudara kandungku. Dari delapan bersaudara itu, aku adalah yang paling kecil, paling lemah, dan ternyata paling berbeda.

Tubuhku berwarna putih pucat. Sementara ketujuh saudaraku memiliki bulu kecokelatan atau hitam legam. Perbedaan warna itu menjadi alasan pertama mereka menjauhiku. Aku tahu itu bukan alasan satu-satunya, tapi itu yang selalu mereka gunakan untuk menolakku.

Sejak kecil, aku sudah terbiasa dikucilkan. Saat makan, aku sering didorong menjauh dari wadah makanan. Saat tidur, aku terpaksa mencari sudut sendiri karena mereka enggan berbagi tempat denganku. Bahkan ketika aku hanya bermain sendiri, mengejar kupu-kupu kecil yang beterbangan di atas rawa, mereka tetap menjadikanku bahan olokan. Bulu putihku dianggap kotor, dianggap aib.

Aku sering bertanya dalam hati:

Kenapa aku tidak sama seperti mereka?

Pertanyaan itu tidak pernah hilang. Ia muncul setiap kali aku terjaga di malam hari, saat dingin rawa menusuk, ketika aku berusaha memejamkan mata dengan perut kosong.

Suatu hari, aku memberanikan diri bertanya kepada ibuku. Aku berharap, setidaknya darinya aku bisa mendapatkan jawaban yang bisa menenangkanku. Tapi jawaban yang keluar justru menghancurkan hatiku.

“Kau ini anak dari ayahmu,” kata ibuku dengan nada datar, tanpa menoleh ke arahku. “Ayahmu dulu selingkuh. Jadi wajar kalau kau dihina. Itu mungkin balasan dari dosanya.”

Aku terpaku mendengar ucapannya.

Ibuku melanjutkan, “Lagipula aku masih memberimu makan dan tempat tidur. Kau seharusnya bersyukur.”

Bersyukur? Kata itu berulang di kepalaku.

Apakah memang seharusnya aku hanya bersyukur karena masih bisa makan sisa makanan mereka? Apakah itu satu-satunya alasan untuk bertahan hidup?

Aku tidak berani melawan. Aku tahu kalau aku berani membantah, aku mungkin tidak akan mendapat makanan lagi. Bahkan bisa jadi aku benar-benar diusir. Sementara di luar rawa, aku pernah mendengar cerita: ada manusia yang suka menangkap bebek untuk dimakan. Bayangan itu membuatku ketakutan.

Hari-hari berlalu dalam kesepian. Aku berusaha bertahan di rawa yang sebenarnya kaya makanan. Rumput, serangga, dan ikan kecil tidak pernah benar-benar langka di sini. Tapi tetap saja, aku jarang bisa menikmatinya dengan tenang karena selalu ada dorongan, tatapan sinis, atau caci maki dari saudara-saudaraku.

Sampai akhirnya, hari itu datang.

Langit mendung, udara terasa berat, dan rawa yang biasanya ramai oleh suara hewan mendadak senyap. Dari kejauhan, aku melihat mereka datang, manusia. Jumlahnya banyak, tubuh mereka besar, beberapa bahkan gemuk dengan langkah berat. Wajah mereka tertutup kain, dan sebagian memiliki tanda-tanda aneh bercorak hitam di lengannya.

Tanpa peringatan, penangkapan dimulai. Jaring-jaring dilemparkan, tongkat panjang berayun, dan suara teriakan manusia bergema di seluruh rawa. Suasana panik pecah. Bebek-bebek berlari ke segala arah, mengepakkan sayap, berusaha menyelamatkan diri.

Aku tidak tahu apa yang sedang benar-benar terjadi. Aku hanya tahu aku harus lari bersama yang lain. Aku berusaha mengikuti keluargaku yang sudah lebih dulu bergerak ke depan. Air rawa terciprat ke wajahku, sayapku mengepak keras-keras agar tidak tertinggal.

Namun tepat saat aku berhasil mendekati barisan mereka, sesuatu yang menyakitkan terjadi.

Salah satu saudaraku yang berada paling belakang menoleh ke arahku. Mata hitamnya berkilat, lalu dengan sengaja ia mengepakkan sayapnya ke arahku dengan keras. Tubuhku terdorong, kakiku kehilangan pijakan, dan aku terjatuh ke dalam lumpur.

Air keruh masuk ke paruhku, membuatku terbatuk-batuk. Dari bawah, aku melihat punggung keluargaku yang terus berlari tanpa menoleh. Tidak ada satu pun yang berhenti untuk menungguku. Tidak ada satu pun yang mengulurkan sayap untuk menarikku kembali.

Aku benar-benar ditinggalkan.

Kenapa? Itu yang selalu jadi pertanyaanku.

Kenapa aku tidak bisa hidup bebas seperti kalian?

Aku dulu hanya berusaha mencari jalan keluar, tapi semakin aku mencoba, semakin terasa mustahil. Pada akhirnya, aku ditangkap. Saat itu aku benar-benar tidak tahu arah, tidak tahu harus ke mana kalau terus berlari. Semua terasa sudah berakhir, seolah jalan hidupku ditutup begitu saja.

Aku dikurung.

Besi dingin mengelilingiku. Kandang itu penuh sesak oleh bebek lain yang mungkin juga bernasib sama sepertiku. Bau bulu yang lembap, bercampur kotoran yang menumpuk di lantai, membuat kepalaku berat. Suara-suara berisik terdengar dari berbagai sudut, ada yang berteriak, ada yang hanya diam.

Waktu terasa panjang sekali.

Beberapa hari kemudian, aku dipindahkan. Mereka menyebutnya “penangkaran.” Aku tidak tahu pasti apa artinya, tapi itulah yang kudengar.

Hari-hari di sana terasa berbeda. Ada ruang lebih luas, ada kolam kecil berair keruh, ada rerumputan tipis yang tumbuh di tanah becek. Banyak bebek lain berkeliaran di sekitarku. Sebagian tampak sudah terbiasa, sebagian lain sama bingungnya seperti aku.

Aku seharusnya merasa tidak sendiri, tapi rasa sepi tetap menghantui. Ada dinding kosong di dalam diriku. Entah karena aku kehilangan sesuatu, atau memang sejak awal aku tak pernah punya.

Di tempat itu, aku bertemu dengan dua bebek.

Yang satu berbulu hitam pekat, matanya tajam, namanya Zaza.

Yang satunya lagi berbulu coklat, tampak lebih ramah, namanya Titi.

Pertemuan kami dimulai dengan hal yang sederhana, makanan.

Aku waktu itu masih menolak untuk makan. Perutku kosong, tapi aku tidak punya semangat untuk menyentuh apa pun. Aku hanya duduk di sudut tanah lembap, menunduk, membiarkan tubuhku melemah sedikit demi sedikit.

Tiba-tiba, seekor bebek coklat mendekat. Dia membawa sepotong roti yang sudah setengah hancur.

“Ini, makan.” ucapnya singkat. Suaranya datar, tapi ada ketulusan di sana.

Aku menatapnya lama. Kenapa dia mau berbagi denganku? Siapa dia? Keluargaku? Tidak. Rasanya mustahil.

Aku masih ragu, sampai bebek hitam yang berdiri di belakangnya ikut membuka mulut.

“Makanlah itu,” katanya lebih tegas. “Kami tahu kamu sudah melewati banyak hal. Tapi di sini, setidaknya untuk pertama kalinya… cobalah makan dulu. Kami tahu kamu belum makan sejak masuk ke tempat ini, kan?”

Aku menoleh perlahan. “Apa… tidak apa?” suaraku lirih, penuh rasa takut dan curiga.

Bebek hitam itu langsung menegaskan dengan singkat. “Tidak apa.”

Butuh beberapa saat bagiku untuk benar-benar berani. Akhirnya, aku menunduk, menyambar remahan roti itu, lalu memakannya pelan-pelan. Rasanya hambar, agak keras, tapi hangat di tenggorokan. Saat menelan, aku teringat keluargaku. Kenangan lama datang tanpa izin—wajah mereka, suara mereka, tapi sekaligus juga rasa sakit karena aku tak pernah diterima di antara mereka.

Aku berhenti sebentar, menahan nafas, sebelum melanjutkan mengunyah.

Dua bebek itu tidak pergi. Mereka masih berdiri di dekatku, seakan menunggu. Sampai akhirnya, bebek coklat itu kembali membuka suara.

“Aku Titi. Salam kenal.”

Aku hanya melirik sekilas. Sulit bagiku untuk menjawab.

Melihatku ragu, Titi menunjuk bebek hitam di sampingnya.

“Dia Zaza.” katanya cepat.

Sekilas, keduanya seperti bertengkar kecil setelah itu. Titi mencoba mendorong Zaza dengan sayapnya, Zaza hanya mendengus pelan sambil mengibaskan bulu. Perilaku mereka aneh, tapi terasa hangat. Aku teringat pada saudara-saudaraku dulu—bedanya, saudara kandungku sendiri tidak pernah menginginkan keberadaanku. Mereka selalu mendorongku menjauh, seakan aku hanya beban.

Tapi di sini, meski baru pertama bertemu, dua bebek itu tidak menolak kehadiranku.

Titi menoleh lagi ke arahku, kali ini lebih serius.

“Kalau kamu? Siapa namamu?”

Aku menarik napas panjang. Untuk sesaat, aku ragu. Tapi akhirnya kata itu keluar juga.

“Namaku… Poci.”

1
yuyuka
kwek🥶
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 3 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 2 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 3 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!