NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:12k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Meminta Hak

Emily langsung menoleh kaget, wajahnya memerah. "Pak… jangan bercanda gitu di sekolah…" gumamnya malu.

Haidar tersenyum melihat reaksinya. "Hehe, yaudah, maaf. Maksudku… aku nggak mau kamu tegang. Kita ngobrol aja kayak di rumah. Boleh?"

Emily mengangguk kecil, lalu menarik napas panjang. Haidar memandanginya penuh rasa sayang, lalu bertanya dengan hati-hati, "Aku dengar tadi sempat ada keributan sama teman-teman kamu?"

Emily menggigit bibirnya, menatap meja. "Iya… mereka ngegosipin aku, Pak. Katanya… aku sengaja cari perhatian bapak…" suaranya bergetar sedikit.

Haidar mencondongkan tubuh, menyentuh tangan Emily dengan lembut. "Sayang, kamu nggak salah. Mereka cuma iri aja. Kamu itu cantik, pintar, dan… punya suami yang sayang banget sama kamu." Ia mengedip nakal, membuat Emily tersenyum kecil walau matanya berkaca-kaca.

Emily menunduk lagi, suaranya pelan. "Tapi aku capek, Pak… kayaknya orang-orang nggak pernah mau lihat aku bahagia."

Haidar menarik kursinya mendekat, lalu menangkup wajah Emily dengan kedua tangannya. "Dengar aku baik-baik, ya. Kamu nggak sendirian. Ada aku, ada orang-orang yang peduli sama kamu. Gosip nggak akan bikin kamu jatuh, justru kamu bakal makin kuat."

Emily memandang mata Haidar, ada ketenangan di sana. "Tapi aku… takut mereka semakin parah, Pak…"

"Kalau ada yang keterlaluan, bilang sama aku. Aku nggak akan tinggal diam." Haidar tersenyum hangat, lalu mengusap puncak kepala Emily. "Mulai sekarang… anggap aja kita lagi main peran. Aku guru kamu di depan mereka, tapi di balik pintu ini… aku suami kamu yang siap jadi tempat pulang."

Emily tersipu, senyumnya muncul perlahan. "Pak… ngomongnya romantis banget…"

Haidar terkekeh kecil. "Biar kamu nggak nangis lagi. Aku paling nggak tega lihat kamu sedih, tau nggak?"

Emily menatapnya, lalu tiba-tiba bersandar di bahunya.

"Terima kasih, Pak…" bisik Emily lirih.

Haidar mengecup pucuk kepalanya dengan penuh kasih. "Sama-sama, istriku. Kamu istirahat aja dulu, ya? Nanti aku pulang bareng kamu. Aku sebentar lagi."

Emily mengangguk pelan. Kemudian dia duduk di sofa dan membiarkan Haidar menyelesaikan pekerjaannya.

***

Keesokan harinya, gosip tentang Emily dan Haidar semakin ramai terdengar di lorong-lorong sekolah. Setiap kali Emily lewat, ada saja bisik-bisik dan tatapan sinis dari teman-temannya.

"Eh itu tuh, yang kemarin turun dari mobil Pak Haidar," bisik seorang siswi.

"Pantesan aja dia belakangan sok kalem, ternyata punya simpanan," celetuk yang lain sambil tertawa kecil.

Emily yang mendengarnya hanya tersenyum tipis. Dulu, ia mungkin sudah meledak dan melabrak siapa saja yang berani bicara macam-macam. Tapi kali ini, ia memilih tenang.

Saat jam istirahat, di kantin, Linda dan gengnya sengaja duduk tak jauh darinya. Mereka berbicara dengan suara cukup keras agar Emily mendengar.

"Kalau jadi cewek mah jangan murahan, ya, Lin," sindir salah satu teman Linda.

"Iya dong. Apalagi sama guru, ih, jijik banget," Linda menimpali sambil melirik Emily.

Emily meletakkan sendoknya perlahan, lalu berdiri. Semua mata di kantin sontak tertuju padanya. Ia melangkah santai ke arah Linda dan gengnya, senyumnya tenang namun tatapannya tajam.

"Kalau kalian mau ngomongin aku, ngomong aja langsung, jangan bisik-bisik kayak anak TK," ucap Emily tegas.

Suasana kantin hening seketika. Linda menatap Emily dengan tatapan meremehkan. "Lah, gue cuma ngomong fakta. Emang nggak bener kan, lo deket-deket sama guru?"

Emily menyilangkan tangan di dada, suaranya mantap. "Pertama, urusan hidup gue bukan konsumsi publik. Kedua, kalian boleh nggak suka sama gue, tapi nggak ada hak buat ngecap gue dengan kata-kata kasar apalagi kotor." Emily menatap satu per satu siswi di meja itu, membuat mereka saling pandang tak nyaman.

"Kalau kalian iri, ya udah bilang aja. Tapi kalau niatnya cuma mau jatuhin gue, maaf, gue nggak punya waktu buat dengerin omongan orang yang hobinya ngejelekin orang lain buat kelihatan tinggi," lanjut Emily, kali ini dengan senyum menantang.

Beberapa siswa di kantin mulai bersorak pelan. Linda yang tadinya percaya diri jadi kikuk, wajahnya memerah.

"Lo… belagu banget, Ly!" sahutnya kesal.

Emily mendekat sedikit, suaranya lebih pelan tapi menusuk. "Belagu karena gue berani ngomong langsung? Atau lo malu karena semua orang sekarang lihat siapa yang sebenarnya murahan?"

Suasana semakin tegang. Linda tak sanggup membalas, gengnya pun terdiam. Emily tersenyum sinis, lalu kembali duduk dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa.

Keributan di kantin semakin memanas setelah perlawanan Emily. Banyak siswa mulai berkumpul, sebagian bersorak, sebagian lagi berbisik-bisik, menikmati drama yang terjadi. Namun tiba-tiba, suara tegas seseorang membuat semua orang sontak diam.

"SEMUA DIAM!"

Bu Ratna, guru BK yang dikenal disiplin, berdiri di pintu kantin dengan tatapan tajam. Semua murid langsung tertegun. Riuh rendah kantin seketika berubah menjadi sunyi mencekam.

"Apa ini? Sekolah atau pasar?" tegurnya lantang. Ia berjalan perlahan ke tengah kantin, matanya menyapu satu per satu siswa yang menunduk ketakutan.

Bu Ratna menatap Emily yang tetap duduk dengan tenang. "Emily, ikut saya," ujarnya singkat. Emily bangkit dengan sopan, meski dalam hatinya kesal karena seolah ia yang salah.

Namun ketika semua murid mengira Emily akan dipermalukan, Bu Ratna justru berbalik menghadap kerumunan siswa.

"Saya sudah dengar gosip yang kalian sebarkan. Saya juga tahu tentang foto-foto dan cerita yang beredar. Dan sekarang saya tegaskan—" suaranya meninggi, membuat semua anak menelan ludah. "—Emily ikut di mobil Pak Haidar karena motornya MOGOK. Itu fakta, dan saya sendiri yang memastikan."

Kantin semakin sunyi. Linda dan gengnya saling pandang dengan wajah memerah.

"Sekolah ini tidak akan menoleransi perundungan, gosip keji, atau sikap saling menjatuhkan. Saya tidak peduli siapa yang memulai, siap-siap kalau sampai ada yang saya dapati terus menyebarkan fitnah. Saya akan panggil orang tua kalian, dan kalian bisa kena SP!" tegas Bu Ratna.

Beberapa siswa mulai menunduk, ada yang terlihat menyesal.

"Saya mau suasana sekolah ini aman dan nyaman untuk semua orang. Kalau ada masalah, temui guru, bukan malah bikin gaduh begini. Mengerti?" tanyanya.

"Me… mengerti, Bu," jawab para murid serentak, meski suara mereka nyaris berbisik.

Bu Ratna lalu menoleh kepada Emily. "Ayo ikut saya sebentar."

Emily mengangguk, mengikuti Bu Ratna keluar dari kantin. Namun sebelum pergi, Bu Ratna sempat melontarkan satu kalimat tajam:

"Saya harap ini jadi pelajaran. Jangan mengira semua yang kalian lihat itu selalu benar. Kadang, kalian hanya melihat setengah cerita."

Emily menunduk sopan, tapi dalam hatinya ada sedikit rasa lega. Setidaknya, ada orang dewasa yang membelanya di depan umum. Sementara itu, gosip di kantin perlahan mereda—dan banyak murid yang mulai merasa malu karena sudah menuduh sembarangan.

Kemarin Emily memang sengaja ikut Haidar di mobil karena motornya mogok bahkan sampai hari ini motornya belum diambil karena sengaja oleh Haidar.

Tapi kemungkinan nanti Haidar mengambilnya karena dia tidak ingin Emily kembali mendapatkan perundungan.

***

Di dalam mobil, suasana hening sesaat setelah Emily menutup pintu dan duduk di kursi penumpang. Haidar meliriknya sekilas sambil menyalakan mesin, lalu menarik napas panjang.

"Sayang..." panggil Haidar dengan suara pelan.

Emily hanya menatap keluar jendela, enggan bicara.

"Aku minta maaf banget soal kejadian hari ini." Haidar memberanikan diri untuk mengaku. "Motor kamu sebenarnya udah selesai dari kemarin. Aku sengaja gak ambilin dulu..."

Emily langsung menoleh cepat, ekspresinya terkejut. "Apa?"

Haidar mengangguk, wajahnya terlihat tulus menyesal. "Aku cuma... egois. Aku pengin kamu lebih lama bareng aku. Aku senang bisa antar jemput kamu tiap hari. Tapi aku gak nyangka bakal jadi bahan gosip satu sekolah kayak gini. Maafin aku, ya, Sayang."

Emily terdiam, hatinya berdebar. Rasa kesalnya bercampur dengan rasa haru mendengar pengakuan Haidar. "Ya ampun, Mas... kamu bikin aku malu setengah mati, tahu gak?"

Haidar menghela napas, lalu menoleh penuh ke arah Emily. "Maaf... aku janji nanti sore motor kamu diambil. Aku cuma gak mau kamu capek. Aku... terlalu sayang sama kamu."

Emily akhirnya tersenyum tipis meskipun masih malu. "Ya sudah, lain kali jangan begini lagi, Mas. Aku gak mau teman-temanku nyerang aku terus gara-gara gosip aneh."

Haidar mengangguk cepat, lalu meraih tangan Emily dan menggenggamnya erat. "Aku janji. Dan mulai sekarang, apa pun yang bikin kamu gak nyaman, aku bakal perbaiki. Kamu adalah tanggung jawabku, Sayang."

Wajah Emily memerah, ia menunduk sambil tersenyum malu. Haidar menatapnya penuh rasa cinta, lalu dengan lembut mengecup punggung tangan Emily.

"Maafin aku, ya... I love you."

Emily menghela napas panjang, lalu mengangguk. "I love you too..." ucapnya lirih, membuat Haidar tersenyum lega.

Mobil pun melaju pelan menuju rumah, membawa suasana yang kembali hangat meskipun hati Emily masih deg-degan.

Setelah sampai di rumah, Haidar dan Emily langsung masuk ke kamar mereka. Emily menjatuhkan tasnya di kursi, lalu rebahan di tempat tidur sambil menghela napas panjang.

"Capek banget rasanya hari ini," gumam Emily.

Haidar tersenyum kecil, lalu duduk di tepi ranjang sambil membelai rambut istrinya itu. "Maaf ya, semua ini gara-gara aku. Kamu jadi pusat perhatian satu sekolah."

Emily membuka mata dan menatap suaminya. "Udah, Mas. Jangan nyalahin diri sendiri terus. Aku juga... mungkin harus belajar bodo amat."

Haidar tersenyum hangat, lalu menunduk mencium kening Emily. "Aku bangga sama kamu."

Emily tersipu, lalu bangkit duduk bersandar di kepala ranjang. Haidar menatapnya serius, kali ini nada suaranya lebih hati-hati. "Sayang, aku mau tanya... kapan kamu siap kalau kita umumkan pernikahan kita di sekolah?"

Emily terdiam sejenak. "Belum sekarang, Mas. Aku masih... terlalu capek. Gosip kemarin aja rasanya udah bikin kepala aku pusing."

Haidar mengangguk pelan, memahami perasaan istrinya. "Baiklah. Kita gak perlu buru-buru. Aku gak mau kamu tertekan."

Emily tersenyum tipis, merasa lega. Namun, Haidar lalu memiringkan kepalanya sambil menatap istrinya nakal. "Kalau gitu... aku boleh ganti permintaan?"

Emily menaikkan alisnya. "Permintaan apa?"

Haidar tersenyum penuh arti, tangannya mengusap pipi Emily. "Malam pertama kita, Sayang. Kita kan belum..." suaranya merendah, tapi tatapannya penuh cinta.

Wajah Emily langsung memanas. Ia buru-buru memalingkan wajah, pura-pura merapikan rambutnya yang sebenarnya tidak berantakan. "Mas..." bisiknya, malu-malu.

Haidar terkekeh pelan melihat reaksi istrinya. Ia mendekat, lalu memeluk Emily dari samping. "Aku gak akan maksa, Sayang. Aku cuma... rindu. Aku ingin kita lebih dekat lagi. Aku janji gak akan bikin kamu gak nyaman."

Emily menggigit bibir bawahnya, hatinya berdebar kencang. Ia tidak memberi jawaban, hanya menunduk dengan wajah merah padam. Haidar tersenyum penuh pengertian, lalu mencium pelipisnya lembut.

"Gak apa-apa, Sayang. Aku tunggu kapan pun kamu siap. Yang penting aku bisa pulang dan lihat kamu ada di sini, itu aja udah bikin aku bahagia," ucap Haidar tulus.

Emily akhirnya tersenyum malu, lalu bersandar di bahu Haidar. Suasana kamar mereka menjadi hangat dan tenang, dipenuhi cinta yang sederhana namun mendalam.

***

Malam harinya, Emily baru saja pulang dari salon bersama Soraya. Begitu membuka pintu kamar, aroma lembut bunga mawar bercampur lilin aromaterapi langsung menyambutnya. Matanya terbelalak ketika melihat kamar mereka yang berubah drastis.

Lampu utama dimatikan, diganti dengan cahaya temaram dari puluhan lilin kecil yang tertata rapi di sudut ruangan. Kelopak mawar merah bertaburan di atas ranjang, membentuk pola hati. Musik instrumental romantis mengalun pelan di latar.

"Mas…" Emily memanggil pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat

Bersambung

1
Reni Anjarwani
kira2 siapa ya laki2 misterius ituu
Ijah Khadijah: Tunggu selanjutnya, Kak
total 1 replies
Hardware Solution
senjata makan tanaman nih
Reni Anjarwani
siapa laki2 itu yaa
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up
Nur Adam
lnju
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!