Married To Fierce Boss

Loralei jadi merasa tak enak hati karena selalu berpikiran buruk tentang Agathias. Tapi, jangan salahkan juga kenapa ia seperti itu. Bos selalu membuatnya darah tinggi dengan kelakuan yang menyebalkan dan menguji kesabarannya. Jadi, tak salah kalau penilaiannya pasti negatif jika menyangkut pria yang kini berstatus sebagai suaminya. Haruskah aku minta maaf?

Kepala Loralei menggeleng sebagai pertanda tidak. Ia belum tahu bagaimana Agathias kedepannya. Bisa jadi hanya kali ini saja pria itu tak memaksa untuk bersetubuh. Hari yang dihabiskan bersama manusia itu masih banyak, apa lagi suaminya tak membiarkan dirinya jauh dari jangkauan dalam kurun waktu lama. Tiga jam tak ada di depan mata saja sudah ditelepon untuk kembali. Itu pun ketika statusnya hanya sekretaris. Apa lagi sekarang sudah istri, satu menit baru melangkah mungkin langsung dihubungi. Ya, ya, dia kan memang seperti itu, paling suka kalau aku menggerutu ketika diganggu.

Sejak tadi Loralei hanya berkutat dengan pikiran sendiri. Tanpa menyadari kalau sepasang matanya tertuju pada wajah Agathias. Sebenarnya pria itu tampan. Tapi, baginya sangat sulit untuk menerima kenyataan bahwa dia adalah milik pria itu secara sah tertulis jelas di Badan Kependudukan.

“Tidak suka padaku tapi sejak tadi dilihat terus.” Agathias membuka mata secara tiba-tiba dan mendapati Loralei tidak berkedip.

“Dih, siapa yang melihatmu. Itu ada nyamuk di dahi.” Loralei hanya beralasan saja, segera memunggungi Agathias.

“Alasan.” Mana percaya seorang bos dibohongi begitu saja. “Buka pintu, sana. Ada yang menekan bel,” titahnya. Memang benar ada suara menggema di dalam apartemen.

“Iya.” Loralei menurunkan kaki, kebetulan juga bisa ia gunakan sebagai ajang melarikan diri dari kamar. “Siapa yang bertamu? Perasaan aku tak pernah memberi tahu alamat ini pada siapa pun,” gumamnya sembari mengayunkan kaki menuju pintu.

Loralei menaikkan alis saat mendapati seorang wanita berpakaian begitu rapi ditambah ada bordiran sebuah brand di baju. Ia tak kenal, tapi kalau sudah menyangkut merk mahal, kemungkinan bosnya. “Mencari siapa?”

“Nona Loralei.”

Kening Loralei jadi mengernyit. “Aku sendiri. Ada keperluan apa?” Dia tidak mempersilahkan masuk karena tak kenal. Siapa tahu penjahat yang menyamar.

“Saya mengantarkan pesanan Anda.” Wanita itu menyodorkan sebuah papperbag besar.

“Aku tak memesan apa pun,” tolak Loralei.

“Tapi nama pemesan benar bernama Loralei Nyx dan alamat di sini.” Wanita itu sampai memastikan sekali lagi nomor unit yang didatangi.

“Aku tidak merasa membelinya.”

“Ambil saja, Nona.” Wanita itu memaksa supaya papperbag itu digenggam, daripada terlalu lama. “Lagi pula ini sudah dibayar, permisi.” Ia langsung melenggang pergi.

Loralei masih bingung saat menutup pintu. Dia meletakkan benda itu di meja bar. Duduk atas stool untuk mengeluarkan kotak besar di dalam papperbag.

“Bukankah ini perhiasan yang tadi ditunjukkan Agathias?” gumam Loralei saat menyaksikan kilauan berlian dari satu set barang mahal itu.

“Memang.”

Suara itu membuat Loralei memutar kepala ke belakang. Agathias berjalan santai menuju ke arahnya. “Untuk apa kau membeli ini atas namaku?” Itu lebih ke arah protesan.

“Bukankah katanya kau suka?” Wah ... sunggingan senyum Agathias mulai mengerikan. Ditambah ia menghentikan kaki tepat sekali sembari memutar stool yang diduduki oleh Loralei hingga wanita itu menghadapnya.

“Tapi aku tidak minta dibelikan.”

“Terima saja, itu adalah bayaranmu karena hari ini aku tidak mau ditolak.” Jangan harap Agathias melepaskan begitu saja Loralei. Satu minggu lebih, bayangkan saja ada target di depan mata tapi tak bisa disentuh. Maka, otak licik yang diturunkan dari kakeknya pasti membantu untuk melakukan seribu macam cara.

Bibir pria itu mencium Loralei dengan paksaan dan harus sampai dibalas. Dia menahan pinggul sang istri agar tak pergi dari stool. “Perhiasan itu dibayar menggunakan transaksi mobile banking di ponsel merah. Jadi, karena kau sudah menggunakan uang itu, bayarannya adalah ....” Bisikannya terjeda sejenak karena sengaja menunjukkan wajah cabul di depan mata Loralei, dan tangannya tanpa izin bergerak lembut nan sensual di kulit leher hingga semakin ke bawah. “Tubuhmu.”