Yang kemarin nungguin Gilang, ada di sini tempatnya. 🥰🥰
♥️♥️♥️
Banyak wanita yang menginginkannya. Tapi mengapa harus jatuh pada Belva yang masih belia?
Usianya dua puluh sembilan tahun dan berstatus duda. Tapi memiliki seorang istri yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.
Gadis yang belum lama lulus sekolah menengah atas. Dia lebih memilih menjadi seorang istri ketimbang mengenyam pendidikan lebih tinggi lagi.
Redynka Belva Inara.
Gadis cantik keturunan Belanda itu lebih memilih menikah daripada harus bermain-main seperti kebanyakan gadis seusianya.
Namun sayang, cintanya ditolak oleh Gilang. Tapi Belva tak berhenti untuk berjuang agar dirinya bisa dinikahi oleh Gilang.
Sayangnya, Gilang yang masih sulit untuk membuka hati untuk orang lain hanya memberikan status istri saja untuk Belva tanpa menjadikan Belva istri yang seutuhnya. Memperistri Belva pun sebenarnya tak akan Gilang lakukan jika tidak dalam keadaan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
"Buat apa, sih, kamu pakai bilang kalau kamu suami aku?"
"Memangnya kenapa? Kamu nggak suka? Biar cowok-cowok itu bebas buat deketin kamu?"
"Iya, dong. Biar nggak ada bedanya sama kamu. Jalan-jalan sama perempuan lain. Haha hihi sama perempuan lain padahal tau istrinya lagi marah. Enak, kan? Emangnya kamu doang yang pengen ngerasain. Aku juga. Puas?"
Belva terus berjalan menaiki tangga di rumah mereka. Sedangkan Gilang juga terus mengikutinya dari belakang.
Gilang sengaja membawa Belva ke rumah mereka agar mereka bisa lebih leluasa untuk berbicara berdua menyelesaikan masalah mereka.
"Kakak nggak pernah jalan sama perempuan lain. Yang kakak lakukan itu kerja. Buat kamu, buat masa depan kita."
"Lalu di bandara kemarin apa? Nekat bohongi aku biar bisa nurutin maunya mantan istri itu apa?"
"Kakak udah bilang kalau kemarin kita kitemunya aja waktu udah turun dari pesawat. Soal Mikha, maaf. Kakak hanya sedang menegaskan pada diri sendiri kalau kakak memang sudah tidak punya perasaan apapun sama dia."
"Oh, ya? Terus hasilnya apa? Beneran masih cinta sampai tega bohongin aku?"
Gilang berusaha mengejar Belva lagi yang seolah tak memiliki rasa lelah. Padahal menaiki tangga untuk tiga lantai. "Tunggu, dong, Bel. Bisa nggak kita bicara dengan kepala dingin sebentar aja?"
"Nggak bisa! Nggak ada lagi yang harus dibicarakan. Keputusan aku tetap sama. Aku mau kita cerai."
"Oke, fine." Ucapan Gilang membuat Belva menghentikan langkahnya. Dia yang meminta cerai, tapi dia juga yang ketakutan saat Gilang mengiyakan kemauannya.
"Tapi dengarkan penjelasan kakak dulu. Kalau kamu sudah mendengar semuanya dan masih meminta cerai juga, kakak akan kabulkan."
Rasanya memang kecewa dengan sikap Gilang yang terus menerus membuatnya sakit hati. Sebenarnya dalam hati kecilnya, Belva tak sanggup jika harus kehilangan Gilang.
Tapi Belva lelah untuk berjuang. Cinta yang pernah Gilang ucapkan memang begitu membahagiakan. Tapi setelah Gilang lebih memilih meninggalkan Belva untuk Mikha, saat itu juga cinta yang pernah diucapkan Gilang hanya menjadi sebuah luka untuk Belva sendiri.
Belva tak mau mempercayai lagi jika akhirnya akan disakiti lagi. Saat kemarin dia mencoba mempercayai dan memaafkan Gilang. Rela datang sendiri ke Jakarta demi bisa menemui Gilang. Yang Belva lihat justru Gilang tengah berbahagia dengan wanita lain.
Hati istri mana yang tak sakit melihat hal seperti itu?
Hati wanita mana yang tak kecewa melihat perjuangannya sia-sia?
Gilang tersenyum lembut melihat Belva yang terdiam setelah mendengar sedikit gertakannya. Gilang bangga pada dirinya sendiri yang sekarang bisa lebih mengontrol emosinya.
Keduanya duduk di pinggiran ranjang di kamar tidur mereka. Niat hati ingin mengajak Belva duduk berhadapan, tapi apa daya kalau Belva maunya membuang muka. Enggan menatap Gilang.
"Waktu itu Mikha ngidam matoa. Anehnya, maunya kakak yang belikan matoa itu. Gavin juga marah sama Mikha sebenarnya. Tapi yang namanya ngidam maunya ya diturutin aja. Kakak memang memilih menuruti keinginan Mikha pada saat itu. Tapi percayalah, Bel. Selama perjalanan kembali ke Jakarta, di sana sekalipun saat melihat Mikha memakan apa yang dia mau dari kakak, yang kakak pikirkan tetap kamu, Bel."
Gilang menarik napasnya pelan. Lalu kembali berucap, "malam itu kakak hampir saja balik ke sini buat kamu. Tapi waktu di jalan, Papa telepon. Minta kakak untuk berangkat ke Thailand dan Vietnam untuk melakukan perjalanan bisnis menggantikan beliau yang sedang tidak sehat. Kalau kamu kira kakak nggak pamitan, kayaknya kamu yang harus mengecek ulang pesan masuk dari kakak yang sudah kamu baca. Mungkin pesan yang isinya kakak sedang ada di luar negeri terlewat oleh kamu."
Mendengar ucapan Gilang, Belva segera membuka room chatnya bersama Gilang. Benar saja, ada pesan dari Gilang yang terlewat dan tidak terbaca dengan teliti olehnya.
[ Bel, kakak ke Thailand dan Vietnam untuk beberapa hari. Menggantikan Papa yang sedang tidak sehat. Baik-baik ya, kamu. ♥️]
"Ada nggak?" tanya Gilang yang dibalas anggukan kepala oleh Belva.
"Satu lagi, Bel. Ini yang seharusnya membuat kakak marah, tapi malah kalah sama marahnya kamu."
Belva mengerutkan keningnya, melihat Gilang dengan penuh tanya. "Apa?" tanyanya masih saja dengan nada ketus.
"Kamu pasang story lagi di cafe sama laki-laki. Mana pakaian kamu kayak gitu. Apa-apaan kamu, Bel? Kamu cuma boleh pakai baju seperti itu kalau di depan kakak aja. Jangan di depan umum seperti itu. Kamu mau buat kakak cemburu apa gimana?"
"Emang kamu cemburu? Bukannya nggak cinta sama aku?"
"Mulai lagi, kan? Kakak cinta sama kamu. Cuma kamu yang saat ini ada di hati dan pikiran kakak, Bel."
Gilang mencoba meraih kedua tangan Belva, namun dengan cepat Belva menjauhkan tangannya. Gilang mengulangnya lagi, tapi lagi-lagi Belva menjauhkan tangannya.
Gilang merasa gemas sendiri. Sekarang bukan lagi tangan yang dia raih. Tapi dia peluk tubuh Belva dengan erat.
Tubuh yang selalu Gilang rindukan untuk dia peluk.
"Lepasin aku!" Belva mencoba melepaskan diri.
Tapi lagi-lagi tenaganya kalah jika dibandingkan dengan Gilang.
Bukannya melepaskan, Gilang justru semakin mengeratkan pelukannya. Tak cuma itu, Gilang juga menciumi sepanjang pundak, leher, telinga hingga kepala Belva.
Berakhir di pipi Belva berulangkali sampai membuat pipi Belva merona.
"Cuma gini doang minta maafnya?"
Gilang melepaskan ciumannya di pipi Belva dan melihat Belva dengan penuh tanya. "Maksudnya?"
"Ya aku juga mau kali minta maafnya pakai ratusan bunga. Pakai helikopter yang bawa tulisan gede banget gitu. Masa cuma gini doang?"
Gilang tertawa gemas mendengar Belva kembali mengungkit masa lalunya. Jika dulu bisa seheboh itu, Gilang pun bisa melalukan yang lebih untuk Belva.
"Akan ku berikan yang lebih dari itu jika kamu mau, Sayang."
Belva memberanikan diri untuk menatap kedua mata Gilang. "Jangan pernah seperti ini lagi, Kak. Aku lemah dalam hal berbaik sangka."
"Kakak janji."
"Aku pegang janji kakak."
"Pegang yang lain juga gimana?"
"Apa? Tangan? Ini udah dipegang tangannya."
Hembusan napas yang sedikit keras keluar dari hidung Gilang mendengar jawaban Belva yang tidak nyambung dengan topik yang akan dia bangun.
"Biasanya datang bulan berapa hari, Bel?"
"Ngapain nanya-nanya kayak gitu?"
"Emang nggak boleh, ya? Padahal itu penting banget buat kakak."
"Oh, ya? Pentingnya dimana?"
Lagi-lagi Gilang hanya bisa menghela napasnya dengan sedikit kasar. "Cium bibir kamu boleh nggak, sih, Bel?"
"Kakak mau?"
Dengan cepat Gilang menganggukkan kepalanya. Kucing mana yang disodori ikan tidak mau?
"Nih."
Cup!
Tiba-tiba saja Belva mengecup bibir Gilang. Tadinya Belva ingin segera menjauhkan bibirnya. Tapi Gilang justru menahan kepala Belva agar Belva tak menjauh.
Kini giliran Gilang yang memperdalam ciumannya. Belva yang minim pengalaman akan hal seperti ini pun dibuat kewalahan oleh Gilang.
Jantung Belva berdegup kencang. Hembusan napasnya pun terdengar memburu saat semakin lama gerak Gilang semakin berani.
Tubuh Belva terasa lemas, tak sanggup untuk melawan. Kedua tangannya mencengkram erat bagian depan kemeja yang dikenakan Gilang. Lalu menepuk pundak Gilang pelan saat dirinya mulai kehabisan napas.
"Aku nggak bisa napas!" keluh Belva saat ciuman mereka terlepas.
"Mau kakak kasih napas buatan nggak?"
"Nggak usah modus! Sekarang udah bisa napas, kok."
Gilang tertawa keras mendengar jawaban Belva. Lalu kembali menatap Belva yang sibuk menetralkan napasnya. Andai lampu merah sedang tidak menghalangi, pasti sore ini Gilang sudah berhasil membuka segel Belva. Menjadikan Belva istri seutuhnya.
Sayangnya, Gilang masih harus bersabar lagi untuk hal tersebut. Entah berapa hari lagi Gilang harus menunggu.
🌻🌻🌻
membohongi belva..
LDR-an ujung"a bnyk pelkor dan pebinor,,apalagi pernikahan belva-gilang msh disembunyikan