Namaku Nila ,Aku hanyalah seorang perempuan kecil yang belum tahu apa-apa
ketika diusia lima tahun, aku diajak main kuda-kudaan
disungai pinggir kebun oleh ayah sambungku. Aku benar- benar tak mengerti
dengan diriku saat itu. Barulah ketika berusia 10 Tahun, Ketika mandi polos bersama dengan teman-teman perempuanku disungai batang kalam aku menyadari bahwa yang mereka punya berbeda bentuknya dengan yang aku miliki. Wajah kecilku yang ceria berubah, mulai saat itu aku tak mau tampil polos lagi. Pribadiku yang ceria berubah jadi Intover. Apa yang aku alami itu berpengaruh besar terhadap hidupku, jiwaku,dan cintaku hingga aku dewasa dan menikah,
Noda itu merusak hatiku,keputusanku dan tentu saja pernikahanku.
Hidupku seperti siang malam yang slalu berganti, sehari aku bahagia esoknya akan ada airmata.
Aku gagal dan gagal lagi dalam pernikahanku, hingga pernikahan ketigaku ini, kubagikan kisah ini untuk menjadi peringatan pada para ibu untuk menjaga anak -anak perempuan kita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nilda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bumi Bagai Gempa
Aman dari gosip, bukan berarti aman dari hati, dikala orang tak ada kawan bertaruh,
ternyata bertaruh dengan hati sendiri cukup lebih sulit. Bagaimanapun aku berusaha
untuk bersikap sebiasa mungkin, menghadapi perpisahan ini, tapi hatiku tetap gamang,
langkahku terasa goyah, bumi yang kupijak terasa berayun, bagai digoncang gempa dengan
kekuatan getaran sedang. Menatap dunia saja ada perasaan malu, iba dan takut.
Cinta atau tidak, ternyata yang namanya perceraian itu sakit bagi seorang perempuan
serapuh diriku. Pantaslah kalau Allah SWT membenci perceraian.
" Pada siapa aku malu? Kata batinku berbicara, aku malu pada dunia dan diri
sendiri, tak pandai menjaga hati suami dan membuatnya mencintaiku dengan kuat, mengutamakanku
dari yang lainnya. Orang bisa, mengapa aku tak bisa?
" Iba...tentu ! siapa yang ngak iba pada dirinya yang dicerai untuk digantikan dengan perempuan lain.
" Takut ? kenapa harus takut ? tentu aku takut dengan hari depan yang akan aku lalui, membesarkan
putri yang masih kecil, dan membesarkan janin yang belum mengesan. Apa kata orang nanti, kala buncit ini akan membesar. kalau orang yang tahu tak masalah. Coba yang tak tahu, ntar aku akan dikira hamil tanpa ayah.
Berbagai perasaan berkecamuk didadaku, menyisakan rasa sakit dan pilu yang membuatku susah untuk
bersikap biasa saja seperti nasehat mak Dion. Ada kalanya aku termenung,
kadang tergana, bahkan airmata tak kuasa kubendung, saat diri sedang sendiri.
" Sudahlah jangan menangis lagi. kok sibuk kali kau sampai segitu terlukanya hanya gara- gara telur yang
hijau itu. " kata nenek kasar ketika mendapatkan diriku sedang menangis setelah sholat malamku. Aku ter
senyum dalam tangisku mendengar penuturannya yang kasar namun terdengar lucu.
" Nenek kira burung purba Heyuannia huangi ? berwarna hijau segala. " Protesku.
" Tak tahu nenek apa yang kau bilang. Yang jelas jangan sampai kau menangis siang dan malam gara- gara telur hijau itu ! " Ulangnya.
" Darimana nenek tahu warnanya hijau segala, emang nenek pernah ngintip ia buka CD
, kan mata nenek kata nenek ngak menampak ? " tanyaku geli.
" Tak perlu pakai mata rabunku, untuk mengetahui sebagus apa mantanmu itu, Nila!, dengan mendengar suaranya
saja nenek sudah tahu kalau suamimu itu berkulit gelap, dan bertelur hijau. " katanya lagi.
" Sudahlah itu ngomong joroknya nek, malu kedengaran sama tetangga. " Nasehatku.
" Ngapain malu sama mak Dion? tanpa ngintip, semua orang juga tahu, suamimu itu jelek luar dalam. " katanya
sebenarnya bertujuan menghiburku, hanya caranya saja yang terkesan aneh dan kasar, tapi maafin nenek ya
reader, yang namanya nenek- nenek memang kadang suka semborono, apalagi dalam keadaan kalut
melihat cucu kesayangannya tersakiti.
" Ingat semua yang jeleknya, kalau ingin melupakan seseorang, jangan ingat saat dikasur ! " Katanya masih
mengarah kesitu.
" Nila nangis bukan karna mengingat yang jorok- jorok yang nenek kira nek,
tapi Nila sedih dengan kehamilan yang dicerai. Ada rasa takut juga membesarkan perut ini,
tanpa orang melihat lagi batang hidung ayahnya. " jelasku kemudian.
" Tak usah kau fikirkan, kalau ada yang tanya, bilang seperti usul mak Dion, kan beres. Kalau soal hamil dan
lahiran, kalau disinipun pria kasar itu, takkan digantikannya kau membawa perutmu, apalagi mengejan
bayimu, tar kau sendiri juga yang akan merasakan. Toh kalau ia disini hanya untuk mengasarimu,
akibatnya malah lebih buruk, pada perkembangan mental putri dan calon anakmu. " Nasehatnya
yang mulai bijak dan ngak ngeres lagi.
" Iya juga nek..Mulai sekarang Nila akan serahkan segalanya pada yang kuasa, Nila hanya
berdoa semoga proses kehamilan dan lahiran Nila nanti lancar, tak akan fikirkan
yang lain lagi, apalagi yang ijo- ijo. He...he..." kekehku dimalam yang sepi itu, nenekpun ikut tertawa mengikuti tawaku , sejenak hati yang berat, sedikit berkurang dari bebannya.
Keesokan harinya, sepulang sekolah, aku terkejut dengan notifikasi pesan masuk diponselku. Kucoba membuka
pesan itu, ternyata pesan dari bang Andi sitelur ijo, kata nenek.
***.. Dik abang akan nikah dengan perempuan itu, habis nikahinnya, ia jagain
umak dikampung, baru abang rujuk sama Nila. " katanya.
" Gila, emang bisa seenak undelnya begitu ? " kataku setelah membaca pesannya. Tak tahan aku tak membalasnya.
Waalaikum Salam..Tak bisa seenak maumu kau buat begitu. Kalau sampai kau bisa menikahi perempuan itu,
sebelum bayiku lahir, jangan panggil Namaku Nila Sari setelah ini. " ancamku."
Aku bisa melakukan apapun yang aku mau, aku seorang suami, aku adalah Tuhanmu, apa yang kumau pasti berlaku. balasnya dengan ucapan sombong. Aku mengucapkan istigfar dan
sadar kalau pesan di SMSku juga bernada arogan. Aku segera pergi berwudhu dan menunaikan
sholat Zuhur,, kemudian segera mohon ampun.
Allah maha adil, ternyata ia mendengarkan apapun yang dipinta hambanya,
meskipun dalam keadaan tanpa sadar. Beberapa bulan kemudian, ketika perutku mulai
menggembang, aku dapat berita dari seorang teman, kalau bang Andi patah hati, karna kekasihnya
lari nikah dengan pria lain ke kota Medan. Aku tak dapat berkomentar saking tak percaya dengan
apa yang menimpa mantan suamiku itu. Tapi yang jelasnya hatiku lega, karna ia takkan menikah
sampai bayiku lahir, seperti yang kuminta, Untuk selanjutnya kuserahkan pada yang Kuasa.
Aku tak mau berfikir yang berat- berat lagi, aku tak mau bebanku
berpengaruh terhadap bayi dalam kandunganku.
Sekarang aku tak peduli lagi apa kata orang, Tiap malam kubaca Alquran surat Yusuf dan surat Maryam,
terus berdoa, untuk kebaikan anak yang akan kulahirkan, dan semoga kelahirannya dimudahkan oleh
Allah SWT. Amiin....
Sekarang aku Fokus bekerja, berusaha dan berdoa. menunggu dengan sabar, sampai penantian panjang dalam
lautan yang dalam ini berhasil aku lewati dengan selamat. Begitu usia kandunganku sudah mendekati sembilan bulan, aku perikasa ke bidan fafotitku. bidan Dera.
" Dua minggu lagi kau akan lahiran Nila, pulang sajalah dari PT. dan segera ambil cuti. Jangan melahirkan
di PT. Pulang kampung saja besok ya. Suamimu tak ada, jadi tak boleh lahiran disana. " jelasnya
mengusap perutku dengan sayang.
" Besok pulang ya, Begitu sampai dikampung, bilang sama bidan Siska, kalau Nila akan
melahirkan dengannya. dan bilang ini pesan bunde. jangan lupa ya, " pesannya lagi.
Aku mengangguk tanda setuju atas usulannya.
" Ingat, besok pulang, jangan ambil resiko, lahiran disana, disana tak ada yang ngurus. " katanya mengulang nasehatnya agak nyinyir, kahawatir aku mengabaikannya. Aku bertekat untuk mematuhinya, karna nampak jelas ia merupakan orang yang tulus terhadapku, akupun ingin selamat, sebagaimana orang yang menyayangiku
masih mengiginkan keselamatanku.
Bersambung
NILA AKHIRNYA BEBAS..