Aurelia Valenza, pewaris tunggal keluarga kaya raya yang hidupnya selalu dipenuhi kemewahan dan sorotan publik. Di balik wajah cantik dan senyuman anggunnya, ia menyimpan sifat dingin dan kejam, tak segan menghancurkan siapa pun yang berani menghalangi jalannya.
Sementara itu, Leonardo Alvarone, mafia berdarah dingin yang namanya ditakuti di seluruh dunia. Setiap langkahnya dipenuhi darah dan rahasia kelam, menjadikannya pria yang tak bisa disentuh oleh hukum maupun musuh-musuhnya.
Takdir mempertemukan mereka lewat sebuah perjodohan yang diatur kakek mereka demi menyatukan dua dinasti besar. Namun, apa jadinya ketika seorang wanita kejam harus berdampingan dengan pria yang lebih kejam darinya? Apakah pernikahan ini akan menciptakan kerajaan yang tak terkalahkan, atau justru menyalakan bara perang yang membakar hati mereka sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naelong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan yang belum disadari
Aurel menatapnya balik, dengan mata tajam dan wajah tegas yang jauh berbeda dari sosok lembut dan manja yang biasa dilihat Leo di rumah. Kini ia adalah pemimpin tangguh yang baru saja menumbangkan beberapa anggota Naga Biru dengan kekuatan penuh. Nafasnya berat, tapi sorot matanya tak goyah.
Leo memejamkan mata sejenak, mengatur napasnya. Setelah diam beberapa detik, ia berteriak lantang, “HENTIKAN SEMUA SERANGAN!”
Suara itu menggema keras, diikuti oleh suara senjata yang terhenti serempak. Anggota Naga Biru yang masih berdiri langsung mematung, menatap bingung ke arah bos mereka. Begitu juga pasukan Delta yang masih bersiaga, tak mengerti mengapa musuh yang sudah di ujung kemenangan tiba-tiba berhenti.
Enzo, yang sedang bertarung dengan Rania, mendadak menahan pukulannya.
“Bos! Apa-apaan ini?!” teriaknya tak terima.
“Kenapa… kau hentikan seranganmu, Leonardo?” suara Aurel tegas, menggema di antara reruntuhan.
Leo menurunkan senjatanya perlahan. Matanya masih tertuju pada Aurel, dan langkahnya maju setapak demi setapak. “Aku tidak akan melawan… istriku yang lemah lembut dan manja,” ujarnya lirih namun cukup keras untuk terdengar oleh semua orang di tempat itu.
Kata-kata itu membuat semua orang terdiam.
Termasuk Aurel.
Ia menatap Leo dengan mata membulat. Antara kesal, malu, dan tak percaya bercampur jadi satu. “Apa maksudmu, Leonardo?” suaranya meninggi. “Ini bukan waktunya untuk bercanda dengan kata-kata konyol seperti itu!”
Leo tersenyum tipis, senyum sinis yang menyiratkan rasa campur aduk. “Kau pikir aku bercanda, Nyonya Alvar0ne?” katanya sambil menyilangkan tangan di dada. “Aku cuma kaget… ternyata istriku yang selama ini sibuk dengan bunga, kopi pagi, dan drama Korea—adalah ketua organisasi kriminal paling ditakuti di bawah tanah.”
Nada suaranya setengah mengejek. Aurel menggertakkan giginya, tangannya mengepal. “Kau…”
“Sudah, hentikan, Aurelia.” Leo menatapnya lebih lembut sekarang, tapi masih dengan jarak dingin di matanya. “Aku tidak akan menyerangmu. Tidak malam ini.”
Rania yang berdiri di belakang Aurel tampak ingin protes, tapi tatapan tajam sang bos membuatnya bungkam. Enzo pun masih menatap Leo tak percaya.
“Bos, kau serius? Kita sudah di atas angin! Mereka sudah hampir kalah!” serunya kesal.
Leo menatapnya singkat. “Enzo. Kumpulkan semua. Kita balik ke markas. Sekarang.”
“Tapi... ”
“Sekarang, Enzo.” Nada Leo berubah dingin dan berat, membuat Enzo menelan kembali semua protesnya. Ia menatap Rania dengan kesal, lalu memutar tubuh dan mulai mengatur pasukan.
Aurel tetap diam di tempatnya, matanya masih menatap Leo penuh tanya. “Kau pikir dengan menghentikan serangan, semuanya selesai begitu saja?”
Leo menatap balik dengan tatapan menantang. “Tidak. Tapi aku ingin tahu alasan kenapa istriku menjadi musuhku dalam perang bawah tanah ini.”
Ia tersenyum kecil, sinis namun misterius. “Kau semakin menarik, Aurelia.”
Aurel mendengus pelan, lalu berbalik. “Pergilah sebelum aku berubah pikiran, Leonardo.”
Leo tertawa pelan, suara tawanya berat dan menggoda. “Baiklah, Nyonya Ketua Delta. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti aku kembali berurusan denganmu untuk alasan lain.”
Aurel hanya menatapnya dengan dingin. Rania berjalan mendekat, berbisik, “Bos… apakah kita biarkan mereka pergi begitu saja?”
Aurel mengangguk pelan. “Biarkan saja.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sisi lain, mobil hitam mewah melaju cepat menembus jalanan malam kota. Di dalamnya, Leonardo duduk bersandar dengan wajah datar, namun matanya tak lepas dari jendela. Pikirannya penuh.
“Ketua Quen Delta… Aurelia Valenza istriku sendiri.” Ia bergumam pelan, hampir seperti berbicara pada diri sendiri. “Si kecil yang suka manja di depan keluarga … ternyata selama ini hidup di dua dunia.”
Enzo yang duduk di depan mendengar gumaman itu lewat kaca spion, lalu menatap Leo lewat pantulan kaca. Bosnya… sedang tersenyum. Senyum yang tidak biasa, samar, aneh, bahkan agak menyeramkan.
“Bos,” Enzo memecah keheningan, “kau baik-baik saja? Dari tadi kau senyum-senyum sendiri. macam orang gila saja. ”
“Enzo…” Ucap Leo marah
“Sorry bos tapi bos kelihatan kaya orang gila senyum senyum sendiri”
"Enzo sudah berani kamu yaa, mau aku pecat sekarang juga. "
"Janganlah bos tapi aku hanya bercanda. " ucap Enzo dengan cengar cengir.
“Jangan ganggu aku. Aku sedang berpikir… bagaimana Cara menghukum ketua Quen Delta nanti.” ucap Leo dengan senyum tipisnya.
Enzo menelan ludah. “Jadi… apa rencanamu sekarang, Bos?”
Leo tersenyum samar lagi, matanya menatap kosong ke depan. “Rencanaku? Hm… Aku ingin....Nanti ku pikirkan tiba di rumah.” ucapnya dengan senyum penuh arti.
Mobil terus melaju di tengah hujan gerimis yang mulai turun. Di luar, lampu-lampu kota berpendar kabur di balik kaca berembun. Leo bersandar, jemarinya mengetuk-ngetuk lutut dengan irama teratur.
“Menarik…” gumamnya lagi. “Sangat menarik.”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, di markas Quen Delta, suasana penuh ketegangan. Beberapa anggota yang terluka dirawat di ruang medis darurat. Bau darah masih tercium di mana-mana.
Rania berdiri di depan ruang rapat, sementara Aurel duduk di kursi tinggi dengan ekspresi serius. Rambutnya yang sempat berantakan kini dikuncir rapi, namun tatapan matanya masih tajam seperti pedang.
“Rania,” katanya datar, “pastikan semua anggota Delta mengganti kode komunikasi. Aku tidak mau ada kebocoran lagi. Kita terlalu lengah malam ini.”
“Baik, Bos,” jawab Rania cepat. “Aku juga sudah memeriksa laporan terakhir. Beberapa anggota yang terluka parah sudah dipindahkan ke markas bawah.”
Aurel mengangguk pelan. Namun di balik ketegasannya, pikirannya tak bisa tenang. Bayangan wajah Leo saat membuka topengnya masih menghantui pikirannya.
“Leonardo…” bisiknya pelan, tak sadar Rania memperhatikan.
“Bos?”
Aurel tersentak kecil. “Ah… tidak. Hanya berpikir.” Ia bangkit dari kursinya, berjalan menuju jendela besar yang menghadap ke luar markas.
"Kenapa dia menghentikan serangan?. "Kenapa dia tidak membunuhku saat dia bisa."ucap Aurel penuh tanya.
Bersambung......
sebaiknya di apain tuh org kaya si Bianca 🤔
di bunuh/di siksa secara perlahan-lahan
king mafia dan Queen mafia,