Setelah kecelakaan misterius, Jung Ha Young terbangun dalam tubuh orang lain Lee Ji Soo, seorang wanita yang dikenal dingin dan penuh rahasia. Identitasnya yang tertukar bukan hanya teka-teki medis, tapi juga awal dari pengungkapan masa lalu kelam yang melibatkan keluarga, pengkhianatan, dan jejak kriminal yang tak terduga.
Di sisi lain, Detektif Han Jae Wan menyelidiki kasus pembakaran kios ikan milik Ibu Shin. Tersangka utama, Nam Gi Taek, menyebut Ji Soo sebagai dalang pembakaran, bahkan mengisyaratkan keterlibatannya dalam kecelakaan Ha Young. Ketika Ji Soo dikabarkan sadar dari koma, penyelidikan memasuki babak baru antara kebenaran dan manipulasi, antara korban dan pelaku.
Ha Young, yang hidup sebagai Ji Soo, harus menghadapi dunia yang tak mengenal dirinya, ibu yang terasa asing, dan teman-teman yang tak bisa ia dekati. Di tengah tubuh yang bukan miliknya, ia mencari makna, kebenaran, dan jalan pulang menuju dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulfa Nadia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
제28장
FLASHBACK.....
Sebelum CEO Song tiba di mobil, CEO Jung duduk diam di kursi belakang, menatap layar tablet yang menampilkan laporan internal. Di sudut layar, pesan dari Sekretaris Lee masih terbuka, “Penyelidikan polisi mulai bergerak. Mereka diam-diam mengumpulkan bukti. Kita harus bersih.”
CEO Jung menghela napas pelan, lalu menyandarkan tubuhnya. Ia tahu ini akan datang cepat atau lambat. Terlalu banyak yang sudah ia lakukan terlalu banyak yang harus disembunyikan.
Sekretaris Lee, seperti biasa, sudah menyiapkan segalanya. Pria itu bukan sekadar asisten. Ia adalah arsitek di balik banyak skenario yang membuat CEO Jung tetap berdiri di puncak. Dan kali ini, ia kembali menunjukkan kejeniusannya.
Di balik wajah tenang Sekretaris Lee, ada otak yang bekerja seperti mesin catur. Setiap langkah sudah diperhitungkan. Bahkan pengangkatan Kang Ilsan bukan sekadar pengganti ia adalah pion yang bisa dikorbankan kapan saja.
Mobil berhenti. CEO Song akan segera masuk. CEO Jung merapikan jasnya, menutup layar tablet, dan kembali mengenakan wajah tenangnya. Permainan sudah dimulai. Dan kali ini, ia tak boleh salah langkah.
Di dalam mobil hitam berlapis kaca gelap yang terparkir di basement Songhwa Entertainment, suasana terasa sunyi dan tertahan. Aroma kulit jok dan parfum maskulin mengisi udara. Di kursi belakang, CEO Song duduk kaku, tangannya bertumpu di pangkuan, wajahnya pucat namun tetap menyimpan sisa wibawa. Di sampingnya, CEO Jung bersandar santai, satu kaki disilangkan, jemarinya memainkan ujung dasinya dengan tenang.
“Untuk sementara, istirahat saja dirumah sakit, buat seolah-olah kau habis mengalami kecelakaan. Aku akan menggantikanmu dengan Kang Ilsan,” ujar CEO Jung dingin, matanya menatap lurus ke depan, tidak perlu menoleh untuk menunjukkan siapa yang memegang kendali.
CEO Song menoleh cepat. “Tapi... kenapa?” suaranya tergesa. “Bukankah Ha Young sudah menandatangani pembaruan kontrak? Kenapa Anda masih ingin menyingkirkanku?”
CEO Jung tersenyum tipis, tanpa emosi. “Kau pikir Ha Young tanda tangan karena kau yang menyuruhnya? Dia tanda tangan karena dia tahu... dia tak bisa apa-apa tanpa ayahnya.”
CEO Song mengatupkan rahangnya. “Saya harus tahu alasannya. Kenapa Anda melakukan ini? Tapi... tolong, jangan pecat saya.”
“Tidak dengar tadi?” CEO Jung menoleh perlahan, suaranya tetap tenang namun mengandung ancaman. “Aku bilang istirahat. Atau kau benar-benar ingin aku memecatmu?”
“Tidak, tidak begitu, Hwejangnim,” sahut CEO Song cepat, menunduk. “Saya hanya ingin tahu. Kenapa Anda menyuruh saya istirahat?”
CEO Jung menghela napas, lalu menatap keluar jendela. “Patuhi saja. Tak usah banyak bertanya. Ketika saatnya tiba, kau akan kupanggil lagi. Dan kau akan kembali ke jabatanmu seperti semula.”
CEO Song terdiam, ia membuka pintu mobil saat akan melangkah, CEO Jung melanjutkan kata-katanya sambil memberinya amplop yang berisi kertas skenario yang harus ia hapalkan
“Jika ada wartawan atau polisi yang bertanya bagaimana kecelakaan itu terjadi, katakan seperti yang tertulis di amplop itu. Setelah sembuh pergilah liburan, kalau kau mau. Aku akan memberimu cukup banyak waktu.”
CEO Song terdiam, menatap pintu yang kini tertutup kembali. Mobil mulai bergerak perlahan, meninggalkan basement. Tapi di dalam dirinya, pertanyaan itu belum berhenti bergema. Untuk pertama kalinya, CEO Jung memberinya waktu luang. Dan itu... justru yang paling membuatnya takut.
**
Siang itu cuacanya tidak berubah, meski udara Songhwa Entertainment terasa menggigit. Ha Young duduk di sofa ruang tunggu, membenamkan diri dalam kehangatan jaketnya. Di tangannya, ponsel menyala menampilkan foto lama dirinya dan Hee Jae saat kuliah di Inggris. Senyum kecil terbit di wajahnya, mengenang masa-masa ringan dan penuh tawa.
Namun senyum itu perlahan memudar. Ingatan tentang keakraban Hee Jae dan Ji Soo kembali menyelinap, seperti kabut dingin yang merambat pelan ke dalam dadanya. Ia menghela napas, mencoba menepis rasa tak nyaman yang tiba-tiba muncul.
Tiba-tiba, Eunjung muncul dari balik pintu dengan langkah cepat dan suara riang. “Aku sudah belanja semalam!” serunya, membuat Ha Young sedikit terlonjak. “Kita rayakan malam tahun baru dengan pesta barbeque sambil lihat kembang api!”
Ha Young tersenyum, mencoba menyambut semangat itu. “Kedengarannya menyenangkan. Aku mau undang Hee Jae eoppa juga. Biar lebih ramai.”
Eunjung langsung cemberut. “Aku gak setuju!”
Ha Young menoleh, bingung. “Kenapa?”
“Ha Young-ah, daripada mengundang dia, lebih baik kita undang Detektif Han,” ujar Eunjung sambil melipat tangan di dada.
Ha Young tertawa kecil. “Aku juga setuju untuk undang Detektif Han. Tapi aku tetap akan undang Hee Jae eoppa.”
Eunjung menggeleng, kesal. “Untuk apa mengundang seseorang yang bahkan belum tentu datang?”
Ha Young terdiam sejenak. Ia tahu Eunjung hanya ingin melindunginya. Tapi bagian dari dirinya masih ingin percaya... bahwa Hee Jae akan datang. Bahwa kenangan lama masih punya tempat di tahun yang baru.
“Eunjung-ah, ada apa denganmu?” tanya Ha Young pelan, matanya menatap sahabatnya yang sejak tadi tampak berbeda dari biasanya.
Eunjung mengangkat bahu, berusaha terdengar santai. “Aku gak apa-apa. Memangnya aku kenapa?”
“kamu kelihatan kesal saat aku bilang ingin mengundang Hee Jae eoppa,” ujar Ha Young, mencoba membaca ekspresi Eunjung. “Apa kamu lagi marah sama dia?”
Eunjung terdiam sejenak, lalu menjawab dengan nada ragu, “gak juga sih, tapi aku yakin dia pasti gak akan datang. Saat natal dia juga tidak bisa datang”
“Tapi bukannya kamu yang bilang Hee Jae eoppa mungkin sibuk saat itu” ujar Ha Young mengingatkan
“ya mungkin...” sahut Eunjung ragu
Tapi Ha Young tahu, itu bukan jawaban sebenarnya. Ada sesuatu yang disembunyikan Eunjung bukan kemarahan, tapi kekhawatiran. Dan Eunjung tahu itu juga. Ia menggigit bibirnya, menimbang-nimbang apakah harus mengatakan yang sebenarnya.
Semalam, saat berbelanja di pusat kota, Eunjung berpapasan dengan Hee Jae. Ia tidak sendiri. Ada seorang gadis di sampingnya gadis yang sama yang belakangan ini sering terlihat bersama Hee Jae. Mereka tampak akrab, tertawa pelan, dan berjalan berdampingan seperti pasangan yang sudah lama saling mengenal.
Eunjung sempat menyapa Hee Jae, dan percakapan singkat mereka masih terngiang di kepalanya. Ada nada canggung dalam jawaban Hee Jae, dan sorot matanya seolah ingin menyembunyikan sesuatu. Rasa penasaran Eunjung sudah memenuhi ubun-ubunnya. Ia ingin sekali memberitahu Ha Young, tapi ia juga takut menyakiti hati temannya.
“Eoppa, apa hubunganmu dengan Lee Ji Soo?” tanya Eunjung membuka pembicaraan, suaranya tenang namun tajam. Ia tahu nama gadis itu Hee Jae sendiri yang pernah mengenalkannya secara singkat. Tapi sejak malam itu, sikap Eunjung berubah. Ada dingin yang tak biasa dalam caranya menatap Hee Jae.
Hee Jae mengangkat alis, menyadari pertanyaan itu sedikit mengganggu. “Kenapa tiba -tiba kamu tanya soal itu?” ujarnya pelan. “tapi Ji Soo mungkin akan menunggu lama.”
“Eoppa, kau sedang menghindari pertanyaanku ya?” Eunjung menatapnya lurus.
“Tidak,” jawab Hee Jae, tetap tenang. “Tapi menurutku, pertanyaan itu tidak penting. Aku harus segera menemui Ji Soo. Dia baru saja pindah rumah dan butuh bantuan.”
Eunjung menghela napas, lalu berkata dengan nada yang lebih tegas, “tapi Jawaban itu penting bagiku. Karena aku tidak ingin melihat seseorang yang berarti bagiku... terluka.”
Hee Jae terdiam. Raut wajah Eunjung terlalu serius untuk diabaikan. Dan saat ia menyebut “seseorang yang berarti,” otaknya mulai menyusun potongan-potongan yang tercecer. Ia tahu siapa yang dimaksud.
“Ha Young...” gumamnya dalam hati.
Lalu ia menatap Eunjung, kali ini dengan kejujuran yang tak bisa ia sembunyikan. “Aku menyukai Lee Ji Soo,” tukasnya mantap.
Eunjung mendengus pelan, matanya memaling. Ada rasa kesal yang tak bisa ia sembunyikan. Bukan karena Hee Jae mencintai orang lain, tapi karena ia tahu... Ha Young masih menggenggam harapan. Dan harapan itu kini mulai retak.
“Lalu... apa yang sudah kamu lakukan pada Ha Young selama ini?” suara Eunjung terdengar pelan namun tajam. “Hanya memberinya harapan palsu?”
Hee Jae mengernyit, tak terima dengan tudingan itu. “Aku tidak pernah memberinya harapan palsu. Eunjung kamu salah paham.”
“Eoppa, kamu tahu kalau Ha Young menyukaimu, bukan?” tanya Eunjung tanpa ragu. Tatapannya lurus, tak memberi ruang untuk pengelakan.
Hee Jae tak menjawab. Tapi diamnya cukup bagi Eunjung untuk menyimpulkan. “Jadi selama ini... eoppa sudah tahu,” ucapnya pelan, nyaris seperti gumaman.
Hee Jae menarik napas panjang. “Maafkan aku. Selama ini aku harus berpura-pura tidak tahu. Aku takut... kalau aku jujur, Ha Young akan lebih terluka.”
Eunjung menatapnya lama. “Apa eoppa benar-benar tidak punya perasaan sedikit pun padanya?”
Hee Jae menggeleng pelan. “Tidak. Selama ini aku hanya menganggap Ha Young sebagai adikku. Mana mungkin aku memiliki perasaan lebih dari itu.”
Eunjung menghela napas, menahan emosi yang mulai naik ke dadanya. “Kalau begitu, jangan beri Ha Young perhatian yang bisa membuatnya salah paham. Seharusnya eoppa berterus terang dari awal. Ha Young mungkin bisa menerimanya... dan tidak akan terus berharap.”
Eunjung berbalik, melangkah pergi dengan langkah cepat. Di belakangnya, Hee Jae berdiri terpaku, pikirannya berkecamuk. Ia tak tahu apakah keputusannya selama ini benar. Tapi satu hal yang pasti ia telah menyakiti seseorang yang tak pernah ia niatkan untuk disakiti. Karena itu, ia berniat menjauhkan Hee Jae dari temannya. Ia tahu, jika harapan itu runtuh... Ha Young mungkin akan kehilangan semangat yang selama ini ia perjuangkan.
“Aku lagi mikirin nanti malam aku akan sediain menu apalagi ya, selain barbeque,” kata Eunjung sambil berpura-pura sibuk memikirkan makanan.
“Ya ampun, kamu sampai mikirin itu? Santai aja, kamu bisa pikirin nanti,” jawab Ha Young sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.
Eunjung mencoba membalas senyum itu, tapi wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan sepenuhnya. Di balik senyum tipisnya, pikirannya terus berputar. Ia tahu, apapun yang terjadi malam ini, ia harus menjaga agar Ha Young tidak bertemu dengan Hee Jae. Ia ingin sahabatnya bisa perlahan melupakan perasaan itu perasaan yang hanya akan membuatnya terluka.
Yang terpenting bagi Eunjung bukan pesta atau menu makan malam. Tapi menjaga hati Ha Young tetap utuh. Ia tak ingin melihat temannya hancur karena harapan yang tak pernah benar-benar tumbuh.