Rumah tangga Luna yang sangat hangat secara tiba-tiba hancur tanpa aba-aba. Luna mendapati suaminya, Ares, berkhianat dengan sahabatnya sendiri, Celine. Luka yang sangat menyakitkan itu membuat Luna mencari penyebab suaminya berselingkuh. Namun semakin Luna mencari kebenaran, semakin banyak tanda tanya menghantuinya hingga akhirnya Luna memutuskan mengakhiri pernikahan mereka.
Benarkah Ares sudah tidak lagi mencintai Luna?
Ataukah ada suatu kenyataan yang lebih menyakitkan menunggu untuk terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Far, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJEBAK DIJEBAK
Di sebuah café kecil, Ares duduk dengan raut wajah tegang. Ia menggenggam gelas kopi yang sudah lama dingin. Ia tampak gelisah menoleh ke kanan dan kekiri.
Tak lama kemudian, pria dengan wajah cemas masuk. Ya, itu Danu, pria yang ditunggu Ares sejak tadi. Bajunya sederhana, rambutnya acak-acakan, dan matanya sembab seperti habis menangis. Ia melangkah ragu ke arah meja Ares.
“Pak…” ssuara Danu bergetar.
“Duduk,” ujar Ares singkat, matanya tajam menusuk.
Danu menuruti. Ia duduk tepat dihadapan Ares. Suasana café yang dipilih Ares cukup sepi, hanya beberapa pelanggan yang asyik dengan ponsel mereka.
Ares mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di atas meja. “Kau sudah siap?” tanya Ares.
Danu mengangguk pelan. “Saya akan lakukan, pak. Tapi saya mohon, jangan laporkan saya ke polisi. Saya benar-benar terdesak saat itu.”
Ares mengangkat tangannya, menghentikan pembicaraan Danu. “Aku tidak butuh alasanmu. Aku hanya ingin kamu mengungkapkan kebenaran, jangan berani-berani ada yang yang kamu tutupi.
Dengan gemetar, Danu mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia membuka aplikasi kamera, lalu menatap layar ponselnya dengan wajah ketakutan. Ares merampas ponsel dari tangan Danu, mengambil alih agar rekaman lebih stabil.
“Bicara sekarang,” perintah Ares.
Danu menarik napas panjang, lalu mulai bicara. “Selamat siang semuanya, saya Danu, teknisi IT yang bekerja di kantor cabang bank. Saya ingin mengklarifikasi terkait video yang beredar tentang bocornya video pribadi saat acara ulang tahun bank tempat saya bekerja.” Danu menelan ludah sesaat.
“Saya yang memasukan video pribadi milik ibu Luna tersebut ke dalam sistem. Itu kesalahan saya. Saya melakukan hal itu karena mendapat tekanan dari pihak lain. Saya memohon maaf kepada pihak bank, rekan kerja, terutama kepada ibu Luna pribadi.”
Belum sempat Danu melanjutkan ucapannya, tiba-tiba suara dingin dengan nada tiggi terdengar. “Hentikan!”
Ares dan Danu serentak menoleh. Celine masuk dari arah pintu masuk dengan langkah tegas. Ia berjalan cepat, lalu tanpa basa-basi merampas ponsel dari tangan Ares.
“Apa-apaan ini! Beraninya kamu mengatur permainan di belakangku, Ares! Aku ini istrimu,” ucapnya dengan nada tinggi.
Danu langsung pucat pasi, tubuhnya gemetar hebat. “Bu… saya…”
“Diam!” bentak Celine, membuat beberapa pengunjung café menoleh penasaran.
Ares bangkit berdiri, manatap Celine dengan sorot mata tajam. Ia berbicara dengan berbisik namun bengis. “Cukup Celine. Aku sudah mengikuti kemauanmu hingga Luna hancur. Berhenti sampai disini.”
Celine terkekeh kecil, suaranya tajam. “Berhenti? Kamu pikir aku puas hanya dengan ini? Selama Luna masih bernapas, aku tinggal akan berhenti. Kamu tidak akan pernah bisa menghalangi aku. Dia harus hancur!”
Danu melotot mendengar kalimat itu. ia sadar, kini semua kebenaran terbongkar langsung dari mulut Celine.
Tiba-tiba suara lain muncul. “Bagus. Itu yang aku tunggu-tunggu.”
Celine menoleh terkejut. Dari sisi ruangan Noval masuk sambil mengangkat ponselnya. Ia sudah merekam dari awal kedatangan Danu, termasuk kalimat Celine.
“Celine, ucapanmu tadi sudah cukup untukku menjatuhkanmu,” ucap Noval dingin. “Jika video ini aku unggah, semua akan selesai. Dan semua orang akan tahu siapa dalang sebenarnya, Celine.”
Wajah Celine berubah tegang, matanya membelalak. Dengan sekuat tenaga ia berusaha merebut juga ponsel dari tangan Noval, namun tanpa disangka Ares menghadangnya. Pertengkaran besar terjadi. Kursi café bergeser, begitu pula dengan mejanya. Beberapa gelas diatasnya pecah.
“Lepaskan, Ares!” bentak Celine, tangannya berusaha meraih dari tangan Noval.
Ares tidak menghiraukan perintah Celine. Ia terus menahan dengan sekuat tenaga.
Celine terdiam dengan wajah bengisnya. Napasnya memburu karena ia sadar sedang dalam posisi terjepit.
Dengan suara parau, Celine berkata, “Baik. Biarkan dia klarifikasi. Tapi, jangan pernah sebut namaku didalamnya.”
“Namamu tidak penting. Yang penting nama Luna dibersihkan.”
Danu akhirnya melanjutkan rekamannya, kali ini dengan pengawasan Ares dan Noval.
***
Keesokan harinya, video klarifikasi itu diunggah ke media sosial resmi bank. Seketika viral. Beberapa komentar mulai banjir simpati.
Luna membaca dkomentar-komentar dukungan sambil menangis. Menangis karena sedikit lega, akhirnya ia sudah tidak perlu menjelaskan semua kebenaran.
Namun dibalik rasa lega itu, ada harga yang harus di bayar.
Danu di panggil oleh kepala cabang. Danu harus menerima konsekuensi dari kejadian ini. Ia dipecat demi menjaga nama baik perusahaan.
Danu menerima keputusan itu dengan pasrah. Saat keluar dari ruang kepala cabang, matanya merah. Ia menyadari, setelah ini hidupnya akan semakin sulit karena kesalahan yang ia perbuat.
Di parkiran, Ares sudah menunggu. “Naik mobilku,” katanya singkat.
Danu ragu. “Pak, saya sudah di pecat dari bank ini.”
“Justru itu,” Ares menatapnya. “Kamu ikut saya. Mulai sekarang, kamu bekerja di perusahaan saya.”
Danu terperangah. “Be… benarkah pak?”
Ares mengangguk. “Saya butuh orang seperti kamu. kamu memang salah, tapi kamu berani mengaku dan mengambil resiko yang ada. Itu lebih berharga dari sekedar reputasi. Mulai sekarang kamu bisa menebus kesalahan kamu dengan bekerja untuk saya.”
Air mata menetes di pipi Danu. Ia mengangguk pelan.
Hari itu menjadi satu hari paling membahagiakan untuk beberapa orang yang tersakiti. Luna perlahan di bersihkan namanya, Danu mendapat kesempatan kedua, dan Ares mulai berani melawan permainan kotor istrinya sendiri. Walaupun Ares tahu, ini belum berakhir.
***
malam itu, dirumah mewah mereka, suasana tidak kalah panas.
Celine berdiri di ruang tamu dengan wajah merah padam. Tangannya menghantam meja hingavas bunga jatuh pecah berantakan.
“Ares!” suaranya menggema ke seluruh rumah. “Berani-beraninya kamu membuat permainan sendiri dengan memperkerjakan Danu ke perusahaanmu.”
Ares baru saja pulang, jasnya masih melekat, wajahnya lelah. Ia menatap Celine dengan dingin. “Danu hanya korban. Aku memberinya kesempatan kedua, karena dia mau berubah dan mengakui kesalahan, bukan seperti kamu.”
Celine berjalan mendekat, menatap suaminya dengan sorot tajam penuh kebencian. Tangannya gemetar bukan karena takut, melainkan karena amarahnya yang sulit dibendung.
“Dengan merekrut Danu ke pihakmu,” katanya lirih namun penuh racun, “kamu sudah menyalakan sumbu dendamku sendri, Ares. Dan percayalah, aku tidak akan padamkan begitu saja.”
Ares menatapnya bergeming. “Kenapa kamu ikut campur ke dalam urusan pekerjaanku? Itu adalah kantor milikku. Kamu tidak ada hak. Lagi pula kalau kamu ingin perang, aku siap.” Dengan sedikit perasaan takut akhirnya, Ares berani melawan Celine.
Celine tersenyum miring, senyum yang membuat Ares justru merasa takut. Celine mendekatkan wajahnya ke Ares, lalu berbisik di telinganya:
“Apa kamu yakin ingin berperang denganku? Kalau nanti perang ini justru melukai dirimu sendiri, jangan salahkan aku ya. Karena kamu yang menyalakan apinya.”
Celine berdiri di depan jendela besar rumahnya, di tangannya, ia meremas layar ponsel hingga tangannya sakit. “Baiklah Ares…” gumamnya dingin. “Kalau ini permainanmu, maka aku akan pastikan kamu sendiri yang menyesal telah menantangku.”
aku baru Nemu cerita yg sudah eps sejauh ini pemeran utama nya masih saja tersiksa