Lima belas tahun yang lalu, Maria adalah sosok yang ceria tidak peduli bagaimana asal - usulnya. Namun semenjak dirinya menyatakan cinta pada Yudha dan ditolak, ia jadi memahami mengapa Bibit, Bebet, dan Bobot menjadi standar ditolak dan diterima, dipilih dan dipinang.
Apalagi ketika ia harus terusir dari rumah karena sertifikatnya telah digadai sang ayah. Sedangkan sang ayah sendiri tewas menjadi bulan - bulanan massa setelah tertangkap basah tengah mencopet.
Yudha seorang pria tamvan, mavan, dan rupawan. Karirnya begitu cemerlang. Namun takdir seolah menjungkir balikkan hidupnya ketika sang istri meninggal saat melahirkan buah hati kedua mereka.
Karena harus menitipkan sang bayi di rumah sang ibu, ia kembali bertemu Maria dalam kondisi saling membutuhkan.
"jadilah baby sitter untuk anakku, aku akan menanggung semua kebutuhanmu."
"Hey, kamu nggak takut mempercayakan anakmu padaku. Nanti kalau anak mu rewel kemudian aku bunuh, gimana."
Yudha tersadar, kesalahannya di masa lalu telah membuat Maria tidak lagi sama seperti yang dulu.
Namun Ketika Cinta Telah Bicara, akankah menyatukan keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eeeewy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
"Sweety, kamu tidak keberatan kan? Kalau acara lamaran kita, ditunda dulu," jujur Mario pada Safira saat ia mengajak berkencan si cantik admin SPBU itu.
Sebagai seorang laki - laki, Mario berusaha memegang teguh janjinya sampai mati. Karena itu ia segera memberitahukan semuanya kepada Safira. Ia tidak ingin dikira PHP. Jadi setelah memastikan hidup adiknya bahagia bersama Yudha, ia akan totalitas membahagiakan Safira. Begitulah sumpah Palapa ala Mario.
"Ya nggak masalah sih, Mas. Maria juga berhak memperoleh kebahagiaannya. Hanya saja aku tidak menyangka Maria bakal celebek dengan Yudha, padahal kupikir--." Safira tertawa geli ketika ingat masa awal - awal Maria dan Mario pertama kali bertemu.
"Kamu berpikir--?" tanya Mario sambil menaikkan alisnya. Ia jadi kepo dengan gosip dua wanita yang kini begitu berarti dalam hidupnya itu.
"Kupikir Mas Rio naksir Maria, dan aku sudah berniat menyomblangi kalian berdua." Safira melanjutkan ucapannya.
Mario ikut tertawa geli saat mendengar alasan Safira. Mungkin saat itu rasa penasaran Mario pada Maria begitu kentara, sehingga menimbulkan praduga yang iya - iya.
Mario meraih jemari Safira dan mengecupnya. "Terima kasih, kamu sudah menggantikan aku untuk melindungi dan menyayangi adikku," ucap Mario tulus pada sang Dewi tak bersayap yang duduk di hadapannya. Hatinya kian mantap untuk menjadikan Safira sebagai pendamping dan ibu dari anak - anaknya kelak.
Safira ikut trenyuh saat menatap Mario yang menunjukkan wajah sedihnya. Safira paham, pria itu pasti merasa menyesal tidak dapat melindungi dan menghibur adiknya di masa - masa pahit. Seandainya ia menjadi Maria, dirinya juga belum tentu sanggup menghadapi cobaan seberat sahabatnya. Betapa nelangsanya Maria yang sejak SMP harus sering hidup sendirian karena sang ayah rajin bolak - balik mendekam di penjara.
"Aku tidak bisa bayangkan seperti apakah kehidupan Maria jika kamu dan ibu tidak ada disampingnya," ucap Mario dengan mata berkaca - kaca.
Melihat kekasihnya bersedih, Safira balas menepuk - nepuk punggung tangan Mario. "Mas Rio tidak perlu khawatir. Seandainya kalian belum ditakdirkan untuk bertemu pun, aku akan selalu ada untuk Maria seperti dia yang selalu siap membantuku," hibur Safira pada lelaki yang kini tampak tertunduk dalam.
******
Maria sendirian di kontrakkan sambil melamun. Setelah ayahnya meninggal, hidupnya tiba - tiba berubah dengan drastis. Berawal dari harus menjadi gelandangan, kemudian bertemu saudaranya. Dan yang paling baru adalah Yudha akan melamarnya. Kehidupannya benar - benar mirip cerita novel saja karena serba kebetulan.
Maria memeluk bantalnya sambil tersenyum - senyum membayangkan sosok Yudha. Meskipun harus melalui serangkaian kisah menye - menye, akhirnya ia bisa mendapatkan perhatian dari pria itu. Padahal saat teringat keusilannya di masa lalu, Maria menjadi malu sendiri. Bisa - bisanya ia berbuat sedemikian rupa yang sangat - sangat annoying demi mencari perhatiannya Yudha.
"Ya ampun, aku keterlaluan banget sih!" Maria menampar pipinya sendiri karena geli dengan kelakuannya dulu. "Pantas saja Yudha sebel banget padaku."
Kemudian selintas kenangan indah itu muncul. Sepenggal kisah awal dimana Maria mulai mengagumi dan ingin selalu dekat dengan Yudha.
Maria sadar jika sejak kecil orang - orang tidak mau dekat dengannya. Entah dengan alasan apa, Maria kecil sendiri tidak tahu dan tidak ambil pusing. Ia juga mulai terbiasa ketika teman - temannya menjauh dan enggan bermain dengannya. Bahkan mereka sengaja membiarkan Maria sendirian.
Suatu hari, ibu guru meminta murid - murid mengerjakan tugas kelompok. Sudah bisa dipastikan jika semua anak tidak ingin satu team dengan Maria. Hingga seorang anak laki - laki tetangga sebelah rumah mengijinkan Maria untuk satu kelompok dengannya.
Betapa senangnya Maria kala itu, karena masih ada seseorang yang peduli padanya. Sayangnya hari itu setelah beberapa orang polisi datang untuk membawa ayahnya ke penjara, Yudha mulai menjauhi Maria.
Maria kecil yang tidak ingin sahabatnya berubah pun mulai sering mencari perhatian. Segala cara ia lakukan agar pria itu kembali berpaling padanya. Sayangnya usaha Maria selalu gagal. Bukannya mendekat, Yudha justru semakin menjauh dan tak terjangkau olehnya.
Untunglah, ketika SMP ia mengenal Safira yang tangannya terulur untuk membantu dan membelanya, menggantikan Yudha. Sejak saat itu, Safira selalu ada untuknya. Seorang sahabat yang baik. Namun entah mengapa banyak orang jahat yang berniat mencelakainya dari belakang dan membuat persahabatan mereka semakin kuat. Mungkin itu yang dinamakan sahabat sejati. Selalu ada di saat susah maupun senang untuk berbagi tawa dan tangisan.
Ketika akhirnya Yudha kini mendekat dan ingin melamarnya, rasanya Maria seperti bermimpi.
********
Maria menatap botol air mineral berisi doa dari mbah D yang masih utuh. Ia merasa galau ketika hendak meminumnya.
"Minumnya lain kali saja lah. Sepertinya aku masih sanggup menghadapi, Yudha." Maria memberi sugesti pada dirinya sendiri.
Hari ini ia memang sudah berjanji untuk mengajak Yudha bertemu. Maria ingin membujuk supaya pria itu membatalkan rencananya.
"Kamu batalkan saja niatmu untuk menikahiku!" ucap Maria tanpa basa - basi pada Yudha, saat mereka bertemu di sebuah cafe. Ia ingin segera menyudahi semuanya, mumpung acara ketuk pintu belum dilaksanakan.
Yudha mencebik, "Bukankah abangmu sudah memberi restu?" protesnya. Kepalang tanggung membatalkan acara ketuk pintu, sedangkan ia sendiri sudah membicarakan rencananya itu dengan keluarga besarnya.
"Aku hanya merasa aneh menikah denganmu. Karena kita--," Maria menelan ludahnya. "Sudah lama tidak saling mengenal," lanjutnya dengan nada pelan dan wajah yang tertunduk dalam.
"Kalau soal itu, kita bisa mencoba memulai semuanya dari awal, kan?" Yudha memberikan pendapatnya. "Yang penting saat kamu tinggal di rumah kami, statusmu jauh lebih terhormat daripada sebagai baby sitternya Arin dan Arka."
"Tapi itu tetap tidak adil untukku. Sama saja kamu hanya mementingkan anak - anakmu dari pada aku." Maria mengajukan banding. Meskipun ia masih mencintai Yudha, tapi ia juga tidak mau mengalami kisah seperti Safira yang dipacari Rico, supaya pria buluk itu bisa dengan mudah melakukan kasbon. Maria tidak ingin di per-istri Yudha hanya karena lelaki itu membutuhkan pengasuh untuk kedua anak pria itu.
"Kalau soal itu tenang saja! Jika siang adalah giliranmu untuk menyayangi kedua anakku. Maka malamnya adalah giliranku untuk menyayangi kamu."
Jawaban Yudha sukses membuat Maria melotot. Rupanya pria itu tanggap menangkap maksud tersembunyi dari ucapannya barusan.
"Ada yang salah?" cengir Yudha saat melihat reaksi Maria yang terlihat seperti orang bodoh. "Hei Maria, jangan sok polos begitu, lah! Kamu sudah berumur hampir tiga puluh tahun loh. Dan jangan bilang kamu malu melihatku telanjang karena nyata - nyata kamu pernah melihatku nyaris bugil saat aku mandi di sungai waktu itu." Yudha mengingatkan kembali kenangan masa kecil mereka yang 'enggak banget' itu.
Maria semakin terbelalak dengan ucapan tanpa filter barusan. Namun Yudha seolah tidak peduli dan semakin ingin menggoda Maria. "Kamu jangan beralasan belum siap untuk melakukan malam pertama. Karena kalau soal melorotin celana kamu adalah ahlinya!"
*******
Safira mempunyai hobby baru, yaitu memberikan tutorial make up pada Maria. Dasarnya Maria itu tomboy, ia justru merasa seperti badut ketika aneka rupa kosmetik menempel di wajahnya.
"Jangan dihapus duluuuu..!" Safira memprotes Maria. Karena belum sempat diajak selfi, Maria sudah terburu - buru menghapus riasannya.
"Kamu itu, katanya ragu menerima Yudha karena pria itu lebih mementingkan kedua anaknya. Makanya supaya kamu juga dibutuhkan calon suami, sudah seharusnya kamu berdandan untuk menarik perhatian Yudha." Safira mengompori calon adik iparnya. Mungkin sekarang lah saatnya mereka menikmati pergi ke klinik kecantikan untuk melakukan serangkaian perawatan demi membuat para calon suami mereka semakin sayang dan cinta.
"Oh iya, aku jadi penasaran. Memangnya air yang sudah diberi doa mbah D sudah kamu minum belum?" selidik Safira.
"Belum, Saf. Karena kupikir tanpa harus minum air doa itu, aku pasti bisa menghadapi Yudha," jawab Maria dengan nada yakin.
"Serius kamu bisa mengabaikan bujuk rayunya Yudha?" Pertanyaan Safira membuat Maria bingung. Lalu bagaimana dong? Mundur pun sudah tidak bisa karena Yudha telah mempersiapkan semuanya.
*****
"Kita sudah sampai, Dek!" Mario mengingatkan Maria ketika mobil mereka berhenti di sebuah area pemakaman.
Salah satu syarat pernikahan adalah, memohon doa restu kepada para leluhur. Jadi setelah mengunjungi makam nenek dan ayahnya, kini giliran Maria mengunjungi makam ibunya.
Tubuh Maria terasa berat untuk turun dari dalam mobil Mario. Namun uluran tangan abangnya membuatnya luluh. Ia harus kuat menghadapi semuanya.
Mario menggandeng Maria berjalan di antara deretan makam yang berjajar rapi. Kemudian mereka berhenti di sebuah makam sederhana.
"Assalamualaikum, Ibu. Ini aku datang bersama Maria."
Tbc