Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 - Pentingnya Komunikasi dan Kejujuran
Satu jam yang lalu.
Alan tengah berada di rest area sebuah tol yang sudah dekat menuju Bandung. Alan sedang istirahat sejenak sembari minum kopi sebelum melanjutkan perjalanan pulang.
Alan mengemudikan mobilnya sendiri tanpa sopir. Lalu, ia melihat ponselnya yang ternyata sudah lumayan terisi daya. Sebelumnya ponselnya drop sehingga mati daya.
Setelah dinyalakan, begitu banyak pesan masuk ke ponselnya baik dari teman kerjanya maupun Lintang serta Gendhis. Alan cukup terkejut melihat beberapa panggilan tak terjawab masuk ke ponselnya terutama dari Gendhis.
Seingatnya, terakhir kali Gendhis menghubunginya yakni seminggu yang lalu.
Kala itu Gendhis mengirim undangan via W A hingga menelepon Alan yang kebetulan sedang berada di rumah sakit.
Alan menolak secara halus untuk hadir di acara empat bulanan yang berbarengan dengan ulang tahun Gendhis. Ia beralasan kemungkinan dirinya masih di luar kota ketika acara tersebut berlangsung. Gendhis pun tak memaksa waktu itu.
Alan memang tak menceritakan undangan tersebut pada Lintang. Ia berpikir hal itu tak begitu penting, toh dia juga tidak hadir.
Alan juga sebenarnya menunggu kabar tentang undangan itu keluar dari bibir Lintang. Siapa tau Gendhis mengundang Lintang secara pribadi karena mereka masih punya hubungan kerabat, pikir Alan.
Nyatanya setelah beberapa hari menunggu, Lintang tak ada buka suara apapun padanya soal itu. Alan pikir bisa jadi hubungan kekerabatan antara Gendhis dan Lintang tak begitu dekat.
"Ada apa Gendhis telepon banyak banget begini? Apa ada sesuatu yang penting?" batin Alan.
Saat Alan akan membuka pesan yang lain di ponselnya yang berasal dari Lintang, tiba-tiba ada panggilan masuk ke ponselnya yakni dari Gendhis.
Alan pun memilih untuk mengangkat panggilan tersebut sehingga belum sempat membaca pesan-pesan dari Lintang maupun yang lainnya.
"Halo, Lan. Kamu di mana sekarang?" cecar Gendhis terdengar suaranya tampak terburu-buru.
"Aku lagi di tol. Aku udah beberapa hari ini di luar kota seperti yang ku bilang tempo hari. Ada apa?"
"Aku beneran minta tolong sama kamu, Lan. Please banget kamu bantuin aku kali ini aja," pinta Gendhis dengan suara terdengar begitu memohon pada Alan.
"Bantuan apa?"
"Mas Galih mendadak gak bisa pulang ke Bandung. Dia masih banyak pasien di daerah konflik. Dokter yang sama-sama berjaga dengannya lagi sakit juga. Otomatis dia enggak bisa ninggalin pekerjaannya di sana. Padahal Mas Galih janji bakal pulang ke Bandung waktu acara empat bulanan bayinya,"
"Terus, aku harus bantu apa?"
"Tolong kamu gantiin Mas Galih buat baca doa dan sedikit sambutan di acara kami,"
"Kenapa harus aku? Apa di keluargamu atau mertuamu gak ada yang bisa gantiin Galih?"
"Gak ada, Lan. Pakdenya Mas Galih sudah aku suruh sambutan sebagai perwakilan keluarga mertua. Sedangkan ada sambutan yang kedua dan doa di mana Mas Galih yang harusnya melakukannya. Di keluargaku gak ada sosok laki-laki. Kamu kan tau kalau ayahku udah meninggal," cicit Gendhis terdengar sendu.
Hingga detik ini Gendhis tak pernah membahas kedua kakak laki-lakinya yang berasal satu ayah beda ibu pada Alan. Lagi pula hubungannya dengan kedua kakaknya tersebut tidak harmonis. Mereka juga tinggal cukup jauh yakni di luar Jawa.
"Aku gak enak Dhis sama Galih,"
"Justru tadi Mas Galih yang nyuruh aku hubungin kamu. Dia yang minta kamu buat gantiin dia baca doa dan sambutan itu," ujar Gendhis.
"Please, Lan. Kali ini tolongin kami." Rengek Gendhis terdengar seakan hendak menangis.
Alan yang tak tega, akhirnya mengiyakan permintaan tersebut. Diburu waktu yang mepet, Alan pun sedikit mengebut untuk datang ke rumah pribadi Gendhis dan Galih.
☘️☘️
Kembali ke waktu terkini.
"Acara Mbak Gendhis di mana? Di Cirebon atau Semarang?" tanya Lintang.
Sebab yang ia tau, kediaman mertua Gendhis ada di Cirebon. Sedangkan rumah orang tua Gendhis ada di Semarang.
"Acaranya di rumah pribadiku di Bandung,"
"Hah, Bandung?"
"Iya, Lin. Kebetulan setahun yang lalu aku baru saja beli rumah di sini sama suamiku. Apa Alan tak pernah bilang padamu?"
Tanpa diketahui oleh Lintang, setahun yang lalu Gendhis dan Galih baru saja membeli hunian di Kota Bandung. Acara syukuran empat bulanan tersebut dilakukan di sana.
"Kenapa kakak enggak bilang kalau Mbak Gendhis sudah pindah rumah ke Bandung? Apa ini juga alasan kakak menerima tawaran kerja pindah ke kota ini biar selalu dekat sama dia?" batin Lintang semakin sendu berbalut kecewa.
Sejatinya dalam sebuah rumah tangga, fondasi terpenting adalah komunikasi dua arah yang saling jujur dan terbuka. Jika hal itu tak mampu dipenuhi, maka dipastikan akan sering terjadi salah paham bahkan memicu konflik yang berkepanjangan antara suami-istri.
"Lin," panggil Gendhis karena ia tak mendengar suara Lintang namun sambungan telepon masih terhubung.
"Ya sudah, Mbak. Aku ngantuk. Bilang saja sama kakak, kalau sudah selesai acaranya segera pulang!" ketus Lintang yang sudah malas untuk melanjutkan pembicaraan dengan Gendhis.
"Oke, Lin. Maaf sebelumnya ak_"
Bip...
Ucapan Gendhis pun seketika terpotong. Lintang telah memutus secara sepihak panggilan tersebut sebelum Gendhis menyelesaikan kalimatnya.
Sebuah helaan nafas berat menyergap diri Gendhis. Ada rasa bersalah pada Lintang. Namun, ia juga mendadak kesal dengan Alan.
"Kenapa Alan bohong padaku soal status hubungannya dengan Lintang?" batin Gendhis.
Saat sedang sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba tanpa disadari oleh Gendhis, Alan telah berdiri di depannya.
"Kenapa ponselku di tanganmu? Bukankah seingatku tadi aku taruh di atas meja," cecar Alan yang terkejut melihat ponselnya berada di genggaman tangan Gendhis.
Sontak istri Galih itu pun terl0njak kaget karena tak menyangka Alan sudah keluar dari kamar mandi.
Bersambung...
🍁🍁🍁
gemes sm si lintang jdnya