Aku tidak akan membiarkan, Saudara tiri dan Ibu tiri menginjak-injak harga diriku.
Ikuti kisah Intan, yang berjuang agar harga dirinya tidak injak-injak oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Tidak sampai situ saja, ikuti kisah perjuangan Intan untuk bisa berdiri di kaki nya sendiri hingga dirinya sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
“Pa…” panggil Intan saat kakinya sudah memasuki rumah itu. Intan kembali merasakan hawa yang dulu dia rindukan tantang rumah ini. Tinggal di kontrakan memang membuat dirinya merasa tenang tapi jauh di dalam hatinya dia ingin kembali ke rumah ini.
“Satu saat nanti… aku akan tinggal kembali di sini, tapi sebelum itu aku harus sudah pastikan kedua nenek lampir itu pergi dari sini.” Bisik Intan menatap seluruh rumahnya itu. Rumah yang tidak sebersih dan serapi dulu, sekarang terlihat tidak beraturan Maya tidak becus merawat rumah.
Merawat rumahnya sendiri pun Maya tidak pandai, pantas saja merebut rumah tangga orang. Jika diblng intan masih dendam mengingat cara Maya merusak rumah tangga ibunya itu. Hingga mengakibatkan dirinya menjadi korban.
“Nak..” Panggil papa Herman yang baru keluar dari kamar mandi. Kedua tangannya tengah menenteng ember berisi pakian cucian milik Maya dan juga Mila. Dengan tangan gemetar dan wajah yang pucat, Herman baru selesai mencuci baju istri dan anak tirinya itu.
“Pah? Papa nyuci baju tante Maya dan Mila? Pah? Bukanya papa tadi pagi pingsan? Kenapa papa mengambil pekerjaan ini pa? Kenapa nggak minta mereka sendiri melakukannya!m? Ini pakian mereka pah! Biar mereka yang urus! Papa istirahat saja! Wajah papa pucat pasi gitu.” Ujar Intan yang kesal melihat ayahnya menjadi buruh cuci dadakan Maya dan Mila. Intan segera merebut cucian dari tangan Herman.
Dia heran dengan sifat ibu tirinya itu bisa-bisanya menyuruh ayahnya mencuci padahal lagi sakit begini. Nafas ayahnya juga pendek-pendek rasanya bicara pun Herman parau. Sepertinya sesak nafas Herman datang.
“Udah… biarin papa ngelajutin pekerjaan papa! Sini cuciannya biar papa jemur.” Ujar Herman meminta cucian itu kembali.
Intan mengeleng, dia tidak tega membiarkan ayahnya yang sudah gemetar itu melajutkan menjemur pakaian dua orang yang sehat. “Pah. Mereka itu masih sehat! Biar mereka yang mengurus pakian mereka sendiri!” Ujar Intan masih kekeh melarang ayahnya untuk melajutkan pekerjaannya itu.
“Nggak boleh. Mila masih sekolah dia masih sibuk di sekolahnya. Maya juga lagi hamil jadi dia tidak bisa melakukan pekerjaan berat.” Ujar Herman yang masih membela dua orang itu, padahal mereka sudah memperlakukannya seperti babu. Dulu Herman tidak pernah mencuci baju Intan dan ibunya, bahkan saat ibunya sakit pun dia tetap mencuci pakaiannya sendiri. Dan Intan pun sama dia bertanggung jawab mencuci bajunya sendiri.
“Pah!!” Intan tidak sengaja meninggikan suaranya. Hingga Maya yang tadinya di teras depan langsung masuk ke dalam rumahnya itu.
“Kenapa kamu membentak papa kamu itu? Kalian berdua ini bikin ribut saja di rumah saya!” Ujar Maya melipatkan tanganya di depan dada. Saat melihat kedatangan Maya, Intan melemparkan ember cucian ke hadapan Maya.
Bug!!
“Wehh!! Anak nggak guna! Apa yang kamu lakukan? Itu baju mahal-mahal semua! Kamu nggak mampu beli kalau baju itu rusak!” Kata Maya. Saat Intan melirik ke arah pakian mereka yang berserakan. Intan tersenyum kecil, baju-baju mereka di dominasi oleh baju Intan yang di curi Mila tempo lalu.
“Ck, baju hasil curian gini sombong amat! Tante! Tante nggak lihat papa lagi sakit gitu! Kenapa tante tega nyuruh papa buat nyuci pakaian tante! Kenapa nggak tante cuci sendri pakian tante itu?” Kesal Intan mencerca maya.
“Alahh… daripada dia diam nggak guna di rumah mending saya suruh nyuci aja! Lagian dia cuma bisa diem doang di rumah nggak ngasilin duit.” Ujar maya tanpa merasa bersalah.
“Pah!! Papa lihat apa yang dia katakan? Dia sudah merendahkan Papa pah!! Jangan mau di bodohi lagi pa! Ceraikan saja wanita seperti ini pah!” Ujar Intan yang amat kesal dengan ucapan ibu tirinya itu.
PLAK!!!
Tangan Herman gemetar setelah menampar wajah Intan. Intan menatap ayahnya dengan nyalang, begitu teganya seorang ayah menampar wajah putri kandungnya yang berusaha untuk menyadarkan ayahnya itu. “Setega itu papa dengan ku pah? aku berusaha membela papa! Agar harga diri papa tidak di injak-injak oleh dia! Aku yang sebagai anak papa merasa sedih melihat papa di perlakukan seperti itu! Tapi ini balasan papa terhadap ku pa?” Ujar Intan yang merasa kecewa dengan ayahnya.
Sementara Maya tersenyum senang melihat Intan yang di perlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri. “Hahah! Rasain kamu intan! Makannya jadi anak kecil jangan banyak omong! Jangan berlagak sok pintar! Kamu sama ibumu sama saja!.” Ujar Maya.
“Intan! Kamu itu anak kemarin sore! Jadi jangan mengajari Papa soal harga diri! Papa tau apa yang papa lakukan! Kenapa kamu repot mengurusin hidup papa? Hidupi saja hidupmu sendiri! Katanya kamu bisa hidup mandiri!!” Ketus Herman. Entah apa yang ada di pikiran Herman sekarang dia begitu tega berkata seperti itu dengan putrinya.
Rasa bersalah yang kemarin Herman tujukan seperti sudah hilang. Entah hasutan seperti apa lagi yang Maya katakan sampai Herman berubah secepat itu. “ Baik!! Kalau papa seperti ini dengan intan! Mulai detik ini Intan tidak akan mengurusi hidup papa lagi! Papa sekarang sudah punya tante Maya kan? Punya putri baru juga? Dan papa sangat senang melakukan apapun yang mereka suruh kan? Ya sudah… maaf kalau Intan terlalu ikut campur, maaf kalau Intan terlalu perduli dengan harga diri Papa. Sekarang Intan akan mengikuti kemauan papa! Bahagia selalu pa!” Ujar Intan, air mata mengalir di pipi Intan menyatakan kesedihan dalam hatinya.