Sejak malam pernikahan, Clara Wu telah diracun oleh pamannya—racun yang membuatnya hanya bisa bertahan hidup lewat penawar yang diberikan setiap minggu.
Namun setiap kali penawar itu datang, bersamanya hadir obat perangsang yang memaksa tubuhnya menjerit tanpa kendali.
Tak sanggup menanggung hasrat yang dipaksakan padanya, Clara memilih menyakiti diri sendiri, melukai tangannya agar tetap sadar.
Tiga tahun ia bertahan dalam pernikahan tanpa cinta, hingga akhirnya diceraikan dan memilih mengakhiri hidupnya.
Ketika Adrian Zhou kembali dari luar negeri dan menemukan kebenaran tentang siksaan yang dialami istrinya, hatinya hancur oleh penyesalan.
Apakah Adrian akan mampu mencintai istri yang selama ini ia abaikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Pengunjung yang berlalu-lalang di koridor mulai melambatkan langkah mereka.
Beberapa menatap layar ponsel, kemudian menatap Lulu.
Bisik-bisik, tawa kecil, dan ejekan pun bermunculan.
"Itu dia wanita di video ini," ucap salah satu dengan nada geli.
"Iya Tuhan, berani sekali telanjang di karaoke…"
"Putri orang kaya? Hah, mentalnya murah sekali."
Setiap kata menusuk seperti pisau, membuat Lulu semakin pucat.
Tubuhnya bergetar, tangan mengepal kuat-kuat.
Tiba-tiba ponselnya berdering.
Dengan jari gemetar, Lulu mengangkat panggilan itu.
"Lulu! Apa kau sudah gila? Kenapa kau telanjang hingga tersebar ke media?!" suara seorang pria menggelegar dari seberang.
"Pa… bukan… ini—"
"Pulang sekarang juga! Kau hanya memalukan keluarga!" bentak ayahnya sebelum sambungan terputus.
Nafas Lulu tersengal.
Ia membuka internet dengan tangan gemetar.
Dan di sana—rekaman dirinya, begitu jelas.
Tubuhnya, wajahnya, semuanya terekspos tanpa sensor.
Ditonton ribuan hingga memasuki jutaan orang.
Disebar di berbagai akun.
"Wanita jalang! Kau sengaja!" teriak Lulu pada Clara, hampir histeris.
Clara tersenyum tipis, dingin dan sangat percaya diri.
"Iya, aku sengaja."
Lulu terdiam, tak percaya Clara mengakuinya begitu saja.
"Aku harus berterima kasih padamu," Clara mengangkat ponsel, memperlihatkan video itu.
"Kalau bukan kau sendiri yang dengan bodohnya mengirim video itu padaku, mana mungkin aku bisa menyebarkannya ke media sosial tanpa melanggar hukum? Kau sendiri pengirimnya, jadi izinnya… sudah otomatis."
Tomy sampai menutup mulut menahan tawa. Hacken mendelik tak percaya.
Clara mendekat selangkah, menatap Lulu dari atas ke bawah.
"Tujuanmu kan ingin aku melihat kedekatanmu dengan suamiku?
Nah, aku sudah melihatnya. Dan sekarang, seluruh kota juga sudah melihat… betapa seksinya di saat kau tidak berpakaian."
Lulu menggertakkan giginya, wajahnya merah padam karena marah, malu, dan ketakutan bercampur jadi satu.
"Mari kita pergi," kata Clara tegas sebelum berbalik.
Andrian dipapah oleh Tomy dan Hacken, mengikuti Clara keluar dari tempat itu.
Dua jam kemudian – Rumah Sakit
Andrian yang terinfus bersandar pada sandaran ranjang, wajahnya masih pucat.
"Huff…" ia menghela napas pelan.
"Andrian, maaf… kalau saja kami lebih berhati-hati, wanita itu tidak akan sempat mendekatimu," ujar Hacken penuh penyesalan.
"Bukan salah kalian," jawab Andrian lemah. “Aku juga tidak menyangka dia bisa tahu keberadaanku."
"Tapi setelah ini," sambung Tomy, "apa mungkin ayahnya akan diam saja?"
Clara menyilangkan tangan, tenang namun tajam.
"Kalau dia ingin membalas, silakan. Justru aku yang bisa menuntut putrinya. Dia menggoda seorang direktur utama, masuk ke toilet pria. Kalau tersebar siapa yang akan lebih malu."
Tomy dan Hacken mengangguk. Mereka tahu Clara benar.
Andrian menatap Clara dengan rasa bersalah.
"Clara… atas kejadian ini, ini kelalaianku. Aku minta maaf."
"Kenapa minta maaf?" tanya Clara, menatapnya.
"Karena aku tidak hati-hati. Aku sampai membuatmu harus melihat video itu."
Clara tiba-tiba tersenyum—senyum kecil namun menusuk.
"Andrian Zhou… seharusnya kau merasa beruntung," ucap Clara pelan.
"Karena kau punya kesempatan menikmatinya. Menyentuhnya. Menciumnya. Melihat semuanya."
Tomy dan Hacken langsung terdiam.
Mereka saling melirik—udara di ruangan berubah panas.
Andrian langsung gelisah.
"Clara… mana mungkin aku menikmati? Saat itu aku berusaha melawan. Efek obatnya yang membuatku lemah."
Clara mengangkat bahu, seolah tidak mempercayainya.
"Setelah kupikir-pikir, mana ada pria yang tidak suka disentuh wanita. Lulu cukup cantik dan seksi. Dari atas sampai bawah kau sudah lihat semuanya. Sepertinya kau harus bertanggung jawab padanya."
Nada Clara sengaja dibuat menggoda dan menusuk.
Wajah Andrian langsung berubah cemas.
"Clara, ini bukan keinginanku! Mana mungkin aku harus bertanggung jawab? Dia yang menggodaku, bukan aku!"
Clara hampir tertawa melihat suaminya panik.
“Ternyata menggusiknya menyenangkan… wajahnya yang dingin itu bisa cemas juga. Apa dia takut aku cemburu?” batin Clara.
Andrian akhirnya menggenggam tangan Clara dengan tulus.
Tatapannya jujur dan penuh ketakutan kehilangan.
"Clara… percaya padaku. Tidak ada perasaan apa pun. Aku jijik. Aku hanya ingin menjauh dari dia. Dan akhirnya aku berhasil."
Clara terdiam.
Nada Andrian… gerakannya… genggaman tangannya…
Semuanya terasa tulus.
"Benar juga, saat itu kau begitu lemah. Mana mungkin kau mampu melakukannya walau kau menginginkannya," jawab Clara.
Hacken dan Tomy menahan tawa mendengar ucapan istri sahabatnya itu.
"Siapa yang mengatakan aku tidak mampu, aku hanya tidak minat," jawab Andrian.