Ilya Perry-Ivanova menikahi Nicholas Duncan hanya untuk satu tujuan: melarikan diri dari sangkar emas neneknya yang posesif.
Tapi Nicholas Duncan, sang pecinta kebebasan sejati, membenci setiap detik dari pernikahan itu.
Tujuannya Nick hanya satu: melepaskan diri dari belenggu pernikahannya, yang mana berarti Ilya. Istrinya yang paling indah dan jelita.
Ketika satu pihak berlari ke dalam ikatan itu, dan pihak lain mati-matian berlari keluar, mampukah mereka selamat dari perang rumah tangga yang mereka ciptakan sendiri?
×wasabitjcc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wasabitjcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Janggal
Ketika pintu jet pribadi yang membawa mereka ke Maui, Hawaii terbuka, membawa udara hangat Maui dan aroma asin air laut, Ilya yang sempat selayu bunga di musim gugur, seketika mekar kembali. Kelelahan dari perjalanan sepuluh jam, dan malam tanpa tidur, terhapus dalam sekejap.
"Kita sudah sampai!" serunya, suaranya dipenuhi kegembiraan murni.
Ia berbalik ke arah Nick, mata hijaunya berbinar-binar. "Aku tidak percaya ini, kita benar-benar sampai di Maui."
"Ya, Ilya. Selamat datang." Nick menyikapinya dengan santai, sama sekali tidak terkesan.
"Nicky Nick, aku tidak sabar pergi! Aku mau melihat semuanya! Bisakah kita mengelilingi seluruh pulau hari ini?"
"Jangan berhalusinasi, Ilya. Sebentar lagi malam dan aku sudah kecapean duduk selama sepuluh jam."
Sambil mengemasi tablet dan berkas pekerjaan yang dibawanya, Nick sesekali melirik Ilya dengan ekspresi campuran antara jengah dan pengawasan. Perempuan itu menakutkan. Nick takut kalau ia tidak melihat Ilya barang sekejap saja, dia akan menghilang entah kemana. Seperti anak kecil di taman safari.
"Ilya," kata Nick lagi, demi memastikan ucapannya tertanam di benak Ilya, Nick pun menegaskan, "Kita tidak akan 'mengelilingi seluruh pulau' hari ini. Kita baru saja bepergian. Kita butuh waktu untuk beradaptasi dan istirahat."
Tanpa menunggu sanggahan lolos dari bibir Ilya, Nick memimpin jalan keluar dari bandara kecil itu menuju sebuah mobil limosine yang sudah menunggu.
Mereka segera diantar menuju sebuah resor mewah di pantai. Sebuah vila pribadi yang memancarkan ketenangan dan kemewahan tropis. Dinding batu karang putih, teras berkerikil, jendela-jendela kaca besar yang menunjukkan panorama laut dan pantai, lantai kayu, perabotan linen mewah, palet warna di dalam ruangan itu yang bernuansa biru, dan kolam renang.
Nick memperhatikan keseluruhan vila itu dengan sekilas, sementara Ilya, ia mengamati setiap sisi dengan begitu teliti. Ia seperti tersesat dalam dunianya sendiri. Seakan-akan vila itu adalah planet baru.
Setelah mereka tiba, dan saat Ilya sedang sibuk mengagumi pemandangan laut dari lanai (teras), Nick meraih iPad-nya dan duduk di sofa rotan yang empuk.
Nick memutuskan untuk menggunakan momen ini untuk menetapkan kerangka kerja, yang menurutnya sangat dibutuhkan untuk mengendalikan Ilya. Iya, Ilya perlu dikendalikan. Nick tidak mau sewaktu-waktu, ketika ia tidak fokus, perempuan itu akan menghilang dari sisinya. Jika itu sampai terjadi, Nick bersumpah akan merantai Ilya.
"Apa kamu sudah puas melihat-lihat?"
"Hmmm? Belum, tapi aku bisa menjeda kesenanganku sebentar." Ilya menoleh ke Nick dan sudah merasakan aura tak menyenangkan dari pria itu. Aura bossy yang tidak Ilya sukai sama sekali. "Apa yang mau kamu katakan dengan kening mengkerut itu?"
"Apa?"
"Kamu pasti mau mengatakan sesuatu."
Nick tersinggung Ilya memperhatikan keningnya. Ia langsung merilekskan otot-otot wajahnya. "Aku memang mau mengatakan sesuatu," kata Nick, matanya menatap lurus bola mata hijau Ilya yang begitu cocok untuk cuaca tropis itu.
Membuatnya terlihat semakin segar dan liar.
"Perhatikan aku sebentar," ujar Nick, entah pada Ilya atau dirinya sendiri yang sempat kehilangan fokus pada mata Ilya. "Hari ini aku mau kita bersantai dan beristirahat. Lagipula sebentar lagi malam. Jadi, besok, kita akan berjalan-jalan besok. Aku sudah menyusun rencana yang efisien."
Nick mulai memaparkan rencana mereka untuk besok pagi dengan nada yang jelas dan ringkas, bahwa, "Pagi-pagi, kita akan ke Haleakalā untuk melihat matahari terbit. Setelah sarapan, kita akan menghabiskan waktu di area Wailea untuk bersantai. Malamnya, kalau kamu mau, kita bisa makan malam di restoran yang kurasa akan kamu sukai."
"Tunggu, itu saja? Bagaimana dengan pergi ke Hana? Kapalua? Molokini?"
Nick merotasikan mata. "Kita tidak perlu terburu-buru, Ilya. Nikmati saja. Kamu tidak bisa melakukan semuanya dalam satu hari"
Saat Nick berbicara, ia secara implisit menyuarakan pesannya lewat mata, bahwa ia tidak akan membiarkan kegilaan Ilya merusak bulan madu mereka. Bulan madu, atau dalam kata lain, liburan.
Ilya mendengarkan pemaparan Nick tentang jadwal besok yang walau tidak memuaskan, ditanggapi Ilya dengan anggukan kepala yang patuh dan tatapan yang terlihat setuju.
"Baiklah, kalau kamu memang berpikir begitu."
Ilya mengemas responsnya sedemikian rupa sehingga Nick tidak melihat adanya tanda-tanda penolakan dalam reaksinya.
Namun, di balik topeng kepatuhan itu, otak Ilya sudah bekerja cepat.
Sementara Nick berbicara tentang Wailea dan matahari terbit, Ilya sudah mengatur ulang peta rencana yang tersusun di otaknya.
Tentu saja, Ilya akan melakukan perjalanan yang Nick sebutkan, tetapi itu hanya akan menjadi event sampingannya.
Sebenarnya, Ilya sudah menyusun daftar hal-hal kecil dan spesifik yang ingin dia lakukan di Maui. Daftar rencana yang dibuatnya dan sempat ditolak oleh Nick tidak serta-merta dibuangnya. Sebaliknya, Ilya merevisi rencana itu menjadi solo trip untuknya, solo trip yang akan ia lakukan ketika Nick bersantai di vila.
Ilya akan melakukan petualangannya sendiri, mau Nick ikut atau tidak.
Setelah Nick selesai memaparkan rencananya, keheningan yang nyaman kembali mengisi vila.
Saat itu pula, sebuah pertanyaan yang lebih mendasar dan jauh lebih mengganggu muncul dalam pikiran Ilya, menggantikan pikiran tentang jadwal liburannya. Apa yang Ilya pikirkan adalah kamar tidur.
Saat memasuki vila, Ilya jelas sekali melihat ada beberapa kamar tidur tersedia. Namun, pertanyaannya adalah, akankah mereka kembali berbagi kamar yang sama atau sekarang mereka akan memencar seperti orang asing?
Apakah Nick akan menjauhinya ketika tidak ada orang yang akan menghakiminya dan mengharuskannya untuk bersikap baik dan sopan?
Kekikukan dan kebingungan membebani Ilya. Dia tidak tahu apakah dia berharap Nick akan mengusirnya atau mempertahankannya. Situasi ini adalah wilayah yang belum dipikirkannya, tidak dipikirkannya malah.
...----------------...
Perasaan canggung dan membingungkan yang menggantung di udara rupanya tidak hanya dirasakan oleh Ilya. Setelah selesai memaparkan jadwalnya kepada Ilya, Nick juga tenggelam dalam perhitungan yang tenang mengenai kamar tidur mereka malam ini.
Nick menimbang-nimbang sebentar. Bahwa, meskipun vila itu memiliki beberapa kamar tidur terpisah dan mewah, tapi selama ini, demi penampilan, ia dan Ilya selalu berbagi kamar.
'Tapi tidak ada orang di sini, Nick. Kamu tidak perlu memikirkan imej dan penampilan,' iblis di benaknya berbisik.
Setelah meragu untuk beberapa waktu, mempertimbangkan, memperhitungkan, akhirnya Nick memilih kenyamanan pribadi di atas kepura-puraan. Ia menarik napas dalam dan mengumumkan keputusannya pada Ilya.
"Ilya, dengar, soal kamar," Nick memulai, suaranya tenang disertai dengan nada hati-hati. Ia masih sopan meski akan menyuarakan sesuatu yang menyinggung dan agak kejam.
Kejam karena suami macam apa yang akan menyuruh istrinya tidur terpisah saat bulan madu?
Padahal Ilya sangat mengantisipasi bulan madu itu, tapi Nick tidak sanggup mengikuti kemauan Ilya. Nick tidak menginginkan bulan madu itu, dan ia pastikan, tidak akan ada yang terjadi di antaranya dan Ilya.
...Mereka tidak perlu sekamar....
"Ada dua kamar tidur utama di sini. Aku akan tidur di kamar itu, dan kamu bisa di kamar satunya."
"Kita tidak sekamar?" Tanya Ilya. Dia tidak kecewa, tapi ia juga cukup terkesan pada Nick yang konsisten menolak eksistensinya. Sekali lagi, Ilya merasa kecantikannya dipertanyakan, karena bagaimana mungkin pria itu tidak menyukainya? Sebulan sudah berlalu, dan Nick masih tidak menyukainya? Mengesankan!
"Kita tidak akan sekamar, Ilya. Aku tahu kamu menginginkan bulan madu ini, tapi seperti yang sudah aku katakan, kamu tidak akan memperoleh apa pun dariku."
Mereka tidak akan berhubungan badan, adalah maksud Nick. Ilya paham.
Nick lalu melanjutkan dengan sedikit kecurigaan. "Kamu tidak akan memaksa sekamar denganku, kan?"
Ia menatap Ilya, mengharapkan wanita itu akan menunjukkan perlawanan, atau mungkin rengekan yang menyebalkan.
Dalam benaknya juga, Nick sudah mempersiapkan diri untuk negosiasi. Ia sudah mempersiapkan dirinya untuk mendebat Ilya dan segala rengekan egoisnya.
Nick sudah terbiasa dengan ide bahwa Ilya adalah lintah yang tidak mau lepas darinya. Jadi, untuk melawan perempuan itu, ia akan menunjukkan keegoisan yang sama besarnya. Atau kalau bisa, ia akan menjadi diktator yang lebih garang.
Sementara Nick menanti reaksi Ilya, yang terjadi selanjutnya justru membuat Nick agak terkejut.
Entah apa yang terjadi pada Ilya, tapi perempuan itu menganggukkan kepalanya, tanpa drama, tanpa protes.
"Tentu," jawab Ilya, sederhana sekali. "Kalau itu yang kamu mau, aku di kamar yang ini, kan? Kalau begitu aku ke kamar duluan."
Kepatuhan Ilya membuat alis Nick terangkat.
'Begitu saja?' tanya batinnya.
Nick mengira ia harus berdebat, atau setidaknya menghadapi tatapan mata yang kecewa. Ia tidak menduga bahwa Ilya akan menyetujui pemisahan itu begitu saja. Seolah-olah Ilya tidak terluka pada pemisahan itu. Tunggu, mungkinkah dia tidak terluka?
Tapi Ilya mencintainya, kan? Lantas kenapa perempuan itu bersikap seperti barusan? Wanita kasmaran mana yang baik-baik saja setelah menerima penolakan brutal seperti barusan?
Keheningan yang terjadi setelah persetujuan itu terasa lebih aneh daripada semua keceriaan Ilya sebelumnya. Ilya yang patuh, yang begitu bersemangat, kini dengan rela melepaskan satu-satunya kedekatan fisik yang selama ini mereka miliki. Nick sama sekali tidak mengerti.
Apa Ilya baik-baik saja?
...----------------...