"Janji di Atas Bara" – Sebuah kisah tentang cinta yang membakar, janji yang teringkari, dan hati yang terjebak di antara cinta dan dendam.
Ketika Irvan bertemu Raisa, dunia serasa berhenti berputar. Cinta mereka lahir dari kehangatan, tapi berakhir di tengah bara yang menghanguskan. Di balik senyum Raisa tersimpan rahasia, di balik janji manis terselip pengkhianatan yang membuat segalanya runtuh.
Di antara debu kota kecil dan ambisi keluarga yang kejam, Irvan terperangkap dalam takdir yang pahit: mempertahankan cintanya atau membiarkannya terbakar menjadi abu.
"Janji di Atas Bara" adalah perjalanan seorang pria yang kehilangan segalanya, kecuali satu hal—cintanya yang tak pernah benar-benar padam.
Kita simak kisahnya yuk, dicerita Novel => Janji Di Atas Bara
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Roy melangkah maju, wajahnya menegang, air hujan menetes dari dagunya.
"Lepasin, Van!" teriaknya sambil mengangkat besi panjang dari bagasi mobil.
Tapi Irvana tak menjawab.
Ia menatap Roy dengan mata yang nyaris tak berjiwa, seperti singa yang baru saja keluar dari kandangnya. Rantai di tangannya berputar cepat
Sreeettt!
Suara itu membelah udara dan menimbulkan suara tajam yang menusuk telinga.
Maulana berlutut di tanah, terbatuk-batuk, mencoba menghirup udara. Tapi sebelum ia bisa bangkit---
BRAK!
Maulana berlutut di tanah, terbatuk-batuk, mencoba menghirup udara. Tapi sebelum ia bisa bangkit---
BRAK!
sebuah tendangan keras dari Irvana menghantam rahangnya. Tubuh Maulana terlempar ke genangan air, darah bercampur hujan mengalir dari sudut bibirnya.
"Aku sudah katakan---" suara Irvana berat, serak karena emosi yang menumpuk, "siapa pun yang menghalangi jalanku malam ini-- akan kuhabisi."
Roy meraung marah dan langsung menyerang. Besi panjangnya diayunkan cepat, menghantam arah kepala Irvana. Namun Irvana menunduk, lalu berputar cepat
DEG!
Sikutnya menghantam perut Roy. Satu pukulan lagi ke arah wajah--
BUGH!
Membuat Roy terjatuh ke tanah berlumpur.
Anak buah Raja lainnya menyerbu bersamaan. Suara langkah kaki bercampur deru hujan, menciptakan simfoni chaos di tengah malam. Irvana memutar rantai di tangannya, menghantam wajah salah satu,
CRAK!
Suara tulang patah terdengar. Ia menangkis, menendang, lalu berputar lagi_ gerakannya cepat, liar, tapi presisi.
Salah satu dari mereka mencoba menusuk dari belakang dengan pisau. Irvana menoleh sekilas, lalu menangkap pergelangan tangan penyerang itu dan memelintirnya keras hingga pisau terlepas. Tanpa ragu, ia menghujamkan gagang rantai ke pelipis pria itu---
DUK!
Dan seketika.tubuhnya langsung ambruk.
Roy yang sudah berdiri lagi berteriak, "Lo mau mati, hah?! Ini semua buat apa, hah?! Raisa udah gak--"
Belum sempat kalimat itu selesai, Irvana melangkah cepat dan menghantamkan kepalan besinya ke wajah Roy. Sekali, dua kali_ darah muncrat dari hidung Roy, dan tubuhnya tersungkur di tanah.
"Jangan pernah sebut namanya!" teriak Irvana, suaranya parau bercampur air hujan.
Kini hanya Maulana yang masih bergerak, tertatih sambil berpegangan pada mobil. Rantai yang tadi mencekiknya kini berada di tangan Irvana lagi, berkilat di bawah sorot lampu mobil yang temaram.
Irvana berjalan perlahan mendekat, setiap langkahnya seperti dentum guntur.
"Dulu, lo menghalangi gue bersamanya, kan?" gumam Irvana, hampir seperti bisikan maut.
Maulana mundur satu langkah, matanya ketakutan. "Van-- gue cuma nurut perintah Tuan Dharma--"
Tapi Irvana sudah tak lagi mendengar alasan. Dalam satu gerakan cepat, rantainya melingkar di leher Maulana--
Sreeeett!
dan Irvana menariknya keras. Maulana menjerit lagi, tubuhnya terangkat sebentar sebelum terhempas ke tanah.
Hening sesaat. Hujan masih turun deras, membasuh darah di aspal.
Irvana berdiri di tengah genangan air, tubuhnya bergetar. Rantai di tangannya menjuntai, meneteskan campuran air dan darah. Semua orang tergeletak tak berdaya di sekitarnya.
Ia mendongak ke langit, terengah, menatap kilatan petir yang membelah langit malam.
"Raisa--" bisiknya lirih, tapi penuh luka, "malam ini-- aku bersumpah! Tidak akan ada lagi yang menyentuh hidupmu selain aku."
Petir menyambar, menerangi wajah Irvana yang berdarah dan untuk sesaat, ia tampak seperti bayangan malaikat jatuh, yang kehilangan sayap dan kini menuntut keadilan dengan darah.
~~
Irvana baru saja berbalik, rantai di tangannya menjuntai berat, gemerincing bersahutan dengan suara hujan yang masih mengguyur tanpa ampun. Nafasnya memburu, dadanya naik turun cepat. Tapi langkahnya mantap ke satu arah, menuju rumah Raisa.
Namun dari belakang, suara geraman dan batuk keras terdengar.
"Gue belum selesai, Van!" seru Roy, berusaha bangkit sambil menyeka darah di bibirnya.
Anak buah Raja lain yang sempat terkapar kini juga mulai merangkak bangkit. Wajah mereka penuh luka dan amarah. Maulana pun berdiri dengan susah payah, salah satu tangannya memegangi leher yang memar, napasnya tersendat-sendat tapi matanya penuh kebencian.
Irvana berhenti sejenak, bahunya naik turun. Ia menatap bayangan mereka dari pantulan genangan air di bawah kakinya.
"Masih mau main darah malam ini?" gumamnya dingin.
Roy meludah ke tanah, darah bercampur air hujan. "Selama lo masih napas, lo gak bakal bisa nyentuh Raisa lagi!"
Begitu kalimat itu selesai, mereka semua serempak menyerbu.
Roy di depan dengan besi panjangnya, dua anak buah dari kanan dan kiri, dan Maulana dari belakang membawa pecahan botol tajam.
BRAKK!
Besi Roy menghantam udara kosong, karena Irvana berputar cepat, menangkis dengan rantai lalu mengait kaki Roy hingga ia terpental lagi ke tanah.
Sementara dari samping, satu anak buah mencoba menghantam dengan balok. Irvana menahan dengan lengan, lalu menyikut wajahnya--
BUGH!
menghantam dada, dan mendorongnya keras ke arah mobil. Kaca mobil pecah berderak.
Maulana datang dari belakang, berteriak liar sambil menebas dengan pecahan botol. Irvana membalik badan---
SREEET!
ujung botol nyaris mengenai wajahnya, tapi Irvana menahan tangan Maulana, memelintirnya ke belakang, lalu menghantamkan lutut ke punggungnya.
"AAARRGH!!" Maulana berteriak keras, jatuh berlutut.
Dua anak buah lain yang tersisa mencoba menyerang bersamaan, tapi Irvana kali ini seperti meledak. Satu hantaman siku ke dagu, satu tendangan keras ke dada yang lain. Tubuh mereka terpelanting, jatuh menimpa Roy yang baru berusaha berdiri.
Irvana berdiri di tengah mereka lagi, napasnya berat. Rantai di tangannya meneteskan darah, hujan membuat bajunya menempel di tubuh, memperlihatkan luka-luka di lengan dan wajahnya. Tapi matanya tetap tajam tak ada sedikit pun tanda ingin mundur.
Maulana, yang kini merangkak dengan tubuh gemetar, memandangnya dari bawah. "Lo-- lo pikir Raisa masih mau lihat lo dalam keadaan begini?"
Irvana berhenti.
Sekejap matanya tampak kosong, lalu perlahan berubah menjadi dingin seperti es.
"Biar dia yang bilang itu langsung ke gue," suaranya nyaris berbisik, tapi mengandung ancaman yang membuat semua orang di situ menelan ludah.
Roy mencoba bangkit lagi, tapi lututnya gemetar, wajahnya penuh darah. "Lo gak akan sampai ke sana-- selama gue masih hidup!"
Irvana menatapnya datar.
"Kalau begitu-- lo gak akan lama lagi untuk.hidup."
Dalam satu gerakan cepat, Irvana menghantam rantai ke dada Roy
DUARR!
Suara logam menghantam tubuh terdengar jelas di antara derasnya hujan. Roy terlempar beberapa meter, menabrak kap mobil dan jatuh tak sadarkan diri.
Anak buah Raja yang tersisa kini benar-benar ketakutan, tapi tetap mencoba menghadang, mengangkat senjata seadanya.
Irvana melangkah maju, tanpa gentar, tanpa ragu.
Setiap langkahnya berat, tapi tak bisa dihentikan seperti badai yang tak mengenal arah selain maju ke depan.
Hujan turun makin deras. Petir menyambar langit, menerangi wajah Irvana yang kini hanya berjarak beberapa meter dari jalan menuju rumah Raisa.
Ia menatap mereka satu per satu.
"Kalian masih berani?" suaranya berat, lirih namun menusuk.
"Malam ini-- kalian semua akan tinggal mayat di sini--"
Mereka tak bergerak. Ketakutan dan dendam membuat mereka kaku di tempat.
Dan Irvana, dengan langkah perlahan tapi pasti, terus berjalan di antara tubuh-tubuh itu-- menuju rumah Raisa, satu-satunya tujuan yang masih membuatnya hidup.
...----------------...
Next Episode....
tamat ternyata,y ampuun
hanya karena cinta semua jadi berantakan,persahabatan n juga ikatan hangat yg dulu pernah terjalin,hm
makasih Thor
d tunggu cerita selanjutnya.
kabar kabarin yaaa 😊
semangat
terus itu ciuman bentuknya apa Raisaaaaa,ikh nh ce
oh cintaaaa
kumaha ieu teh atuh nya
lanjut