Laura Clarke tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Pertemuannya dengan Kody Cappo, pewaris tunggal kerajaan bisnis CAPPO CORP, membawanya ke dalam dunia yang penuh kemewahan dan intrik. Namun, konsekuensi dari malam yang tak terlupakan itu lebih besar dari yang ia bayangkan: ia mengandung anak sang pewaris. Terjebak di antara cinta dan kewajiban.
"kau pikir, aku akan membiarkanmu begitu saja di saat kau sedang mengandung anakku?"
"[Aku] bisa menjaga diriku dan bayi ini."
"Mari kita menikah?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bgreen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kehilangan yang dalam
Minggu-minggu berlalu bagai mimpi buruk yang tak berkesudahan.
Setiap pagi, dengan langkah berat namun penuh tekad, Kody akan tiba di sisi ranjang Laura.
Bukan perawat, melainkan dirinya sendiri yang akan membersihkan tubuh Laura.
Sentuhan lembutnya adalah satu-satunya jembatan antara dunia nyata dan dunia Laura yang terlelap.
Dengan hati-hati, Kody membersihkan setiap inci tubuh Laura.
Bukan hanya sekadar membersihkan, tetapi juga merawat, mencintai, dan berharap.
Aroma obat-obatan rumah sakit bercampur dengan aroma sabun lembut yang dipilihnya khusus untuk Laura, menciptakan simfoni yang aneh namun menenangkan.
*
Saat membasuh tangan Laura yang dingin, Kody merasakan sesuatu yang aneh.
Bukan sekadar denyutan nadi, melainkan gerakan halus. Jari-jari Laura bergerak sedikit.
Kody membeku, jantungnya berdebar kencang. Apakah ini nyata? Atau hanya ilusi dari harapan yang terlalu besar?
Perlahan, kelopak mata Laura bergetar, lalu terbuka. Mata itu, yang selama ini tertutup rapat, kini menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Kebingungan terpancar jelas, seperti anak kecil yang tersesat di hutan belantara.
Kody merasa lega yang luar biasa, namun juga takut. Takut jika ini hanya mimpi, takut jika Laura akan kembali terlelap. "Laura?" bisiknya pelan, suaranya bergetar.
Dengan lembut, Kody membenarkan pakaian Laura, memastikan ia nyaman. Lalu, dengan tangan gemetar, ia menekan tombol di sisi ranjang, memanggil dokter.
"Di… mana?" suara Laura serak, seperti bisikan dari dunia lain.
"Tenang, Laura. Kau di rumah sakit," Kody menggenggam tangan Laura erat, menyalurkan kekuatan. "Jangan bergerak dulu, dokter akan segera datang."
"Bayi…ku?" Laura menyentuh perutnya yang rata, tatapannya kosong. "Di mana bayi…ku?" Suaranya kini dipenuhi kepanikan, air mata mulai menggenang di pelupuk mata.
Pintu terbuka, dan dokter masuk dengan wajah serius. Ia memeriksa Laura dengan cermat, lalu menatap Kody dengan tatapan prihatin.
"Laura, apa ada yang sakit?" tanya dokter lembut.
"Bayi…ku?" Laura mengulangi pertanyaannya, air mata mulai menetes.
Dokter menghela napas. "Maafkan kami, Laura. Bayi anda tidak selamat dalam kecelakaan yang menimpa Anda."
"Tidak…" Laura menggelengkan kepalanya, air mata mengalir semakin deras. "Tidak mungkin…"
Laura mencoba bangun, namun tubuhnya terlalu lemah. Ia merasa ada yang hilang, ada yang tidak beres. Ia mencoba menggerakkan kakinya, namun tidak bisa.
"Apa yang terjadi?" tanyanya histeris, memegangi perutnya yang kosong.
Kody memeluk Laura erat, mencoba meredakan kepedihannya. "Tenanglah, Laura. Biarkan dokter memeriksa kondisimu."
Tangisan Laura pecah, memenuhi ruangan dengan kesedihan yang mendalam. "Bayi…ku… bayi…ku…"
Laura meronta dalam pelukan Kody, tidak bisa menerima kenyataan. "Tidak! Bayi…ku! Berikan bayi…ku!"
Kody memeluk Laura semakin erat, tidak membiarkannya menyakiti diri sendiri.
Ia tahu, ini adalah awal dari perjalanan panjang yang penuh dengan kesedihan dan air mata.
Dokter menyuntikkan obat penenang, dan perlahan, Laura mulai tenang dan tertidur.
Kody menatap wajah Laura yang pucat, hatinya hancur berkeping-keping.
"kondisi Laura sangat shock. Kita harus menjaganya dengan ketat," kata dokter.
Kody mengangguk, air mata mengalir di pipinya. Ia akan melakukan apa saja untuk Laura, bahkan jika itu berarti menanggung semua rasa sakitnya sendiri.
*
*
*
malam harinya...
Laura tersentak bangun, napasnya tersengal-sengal seperti baru saja berlari jauh. Matanya terbuka lebar, menatap sekeliling ruangan yang asing.
Dinding berwarna putih pucat memantulkan cahaya lampu yang redup, menciptakan suasana dingin dan tidak bersahabat.
Malam telah larut. Dari balik jendela besar, langit malam tampak kelam dan sunyi.
Hanya beberapa bintang yang berkelip jauh, seolah mengejek kesendiriannya.
Dengan perlahan, Laura mencoba bergerak. Setiap ototnya terasa kaku dan nyeri, seperti habis dicambuk.
Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi terasa berat seperti batu.
Tubuhnya terasa lemah dan rapuh, seolah akan hancur berkeping-keping jika bergerak terlalu banyak.
Ia melihat sekeliling, mencari petunjuk atau tanda-tanda kehidupan. Namun, kamar itu kosong.
Sepi dan sunyi, hanya ada suara detak jantungnya sendiri yang berdegup kencang di telinganya. Laura mencoba bangkit duduk, tetapi tubuhnya menolak.
Ia merasa pusing dan mual, seolah seluruh isi perutnya diaduk-aduk.
"Haaa…" desahnya lirih, napasnya terasa sesak di dada. Ia memejamkan mata, mencoba mengumpulkan kekuatan.
"Kakiku…" bisiknya, mencoba merasakan sentuhan seprai di bawah kakinya. Namun, yang ada hanya kehampaan.
Ia mencoba menggerakkannya, tetapi tidak ada respons. Panik mulai merayap dalam benaknya, seperti laba-laba yang merayap di kulitnya.
Dengan tangan gemetar, Laura mencabut infus yang menancap di nadinya.
Rasa sakit tajam menjalar ke lengannya saat jarum itu tertarik paksa.
Darah merah pekat mengalir keluar, menetes ke seprai putih, menciptakan noda yang mengerikan.
Aroma anyir darah memenuhi hidungnya, membuatnya semakin mual.
Mengabaikan rasa sakit dan pusing, ia mengayunkan kakinya ke sisi ranjang, mencoba meraih lantai.
Namun, kakinya tidak menurut. Ia kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan keras.
Bugh… brak…
Suara tubuhnya membentur lantai menggema di ruangan itu, memecah kesunyian yang mencekam.
Rasa sakit yang hebat menyengat tubuhnya, tetapi yang lebih menakutkan adalah ketiadaan sensasi di kakinya.
Ia meraba-raba kakinya, mencoba mencari tanda kehidupan, tetapi hanya menemukan kekosongan.
"apa yang terjadi dengan kakiku?!" serunya histeris, air mata mengalir deras membasahi wajahnya. Ia merasa dunianya runtuh di sekelilingnya.
Ketakutan dan keputusasaan mencengkeram hatinya, membuatnya tidak bisa bernapas.
*
Tiba-tiba, pintu terbuka dengan kasar. Laura mendongak dan melihat Kody berdiri di ambang pintu.
Wajah Kody pucat pasi, matanya membulat karena terkejut. Ia melihat Laura tergeletak di lantai, berlumuran darah, dan ekspresi ngeri terpancar jelas dari wajahnya.
Ia berlari mendekat, lututnya melemah saat melihat kondisi Laura.
"Laura, apa yang terjadi?! Di mana yang terluka?!" tanyanya panik, suaranya bergetar. Ia berlutut di samping Laura, mencoba meraihnya.
"Pergi!" bentak Laura, mendorong Kody menjauh dengan sekuat tenaga.
Ia tidak ingin dilihat dalam kondisi seperti ini, tidak ingin dikasihani.
Ia merasa malu dan hina, seperti binatang yang terluka dan tidak berdaya.
Kody tidak peduli dengan penolakan Laura. Ia mengangkat tubuhnya yang ringan dan rapuh, lalu membaringkannya kembali di ranjang dengan lembut.
Ia menatap wajah Laura yang penuh air mata, hatinya hancur berkeping-keping.
Dengan cepat, ia menekan tombol darurat untuk memanggil perawat dan dokter.
Ia tahu Laura membutuhkan pertolongan, dan ia tidak akan membiarkannya menderita sendirian.
"Aku bilang pergi! Lepaskan aku!" teriak Laura histeris, meronta-ronta di atas ranjang. Ia merasa terperangkap, tidak berdaya, dan marah pada dirinya sendiri. Ia ingin lari dari kenyataan ini, tetapi tidak bisa.
"aku tak akan pergi. aku akan di sini menjagamu."jawab Kody lembut, tetapi tegas. Ia menggenggam tangan Laura erat, menyalurkan kekuatan dan ketenangannya. Ia menatap matanya dalam-dalam, mencoba menyampaikan cintanya tanpa kata-kata.
Tak lama kemudian, pintu terbuka dan perawat masuk dengan tergesa-gesa.
Wajahnya terkejut melihat pemandangan di hadapannya. Dengan cekatan, ia memeriksa kondisi Laura dan mulai mengobati lukanya.
Ia membersihkan darah dari tubuh Laura dan memasang kembali infus yang terlepas.
suka banget thor ,sama sifat kody yg begini😂😄