Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Xadewa Tersulut Amarah
Sejak kemunculan Licy, Nadia mulai dihantui dilema. Haruskah ia melanjutkan misinya membongkar kejahatan yang berakar dari harta Angin Sujiwo, atau berhenti di titik ini? Tapi dia butuh penjelasan lanjutan dari Xadewa sendiri yang sampai saat ini belum jujur tentang siapa dirinya. Dan ini masuk ke moment yang pas.
"Bang, aku mau tanya. Yang aku lihat siang tadi benar nggak? Kamu anak dari Tuan Angin Sujiwo dan Nyonya Licyardi?"
Xadewa terdiam sejenak. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menyulut rokok. Setelah mengembuskan asap, ia akhirnya bicara.
"Iya. Bukan cuma itu kebenaran gua sembunyikan. Sebenarnya gua juga pemilik DewaSlotus, situs yang waktu itu lu bobol. Dan juga Nufus itu adalah adek gua, anak bokap dari perempuan lain."
"Apa kamu bilang, Bang? Situs judi itu milik kamu?"
"Iya, Nad."
"Bohong!" Nada suara Nadia meninggi. "Aku sudah selidiki pemiliknya, dan nggak ada nama kamu di sana. Yang tertera justru Nufus Afrizal."
Xadewa terkejut, ekspresinya berubah seketika. Ia menatap Nadia lekat-lekat, ingin memastikan bahwa perkataannya bukanlah lelucon.
"Yang bener, Nad?"
Nadia mengangguk sambil mengangkat HPnya. "Ini buktinya."
Xadewa mengambil HP itu dan melihat bukti foto yang ditunjukkan Nadia. Wajahnya langsung menegang. Ia buru-buru mencoba menghubungi seseorang, tapi tidak tersambung. Ia mencoba nomor lain, masih juga tidak berhasil. Lagi dan lagi, ia mencoba menghubungi anak buahnya yang lain, namun hasilnya tetap sama, tidak ada salah satu mereka yang menjawab. Mereka semua bagaikan pergi dari Xadewa.
Nadia hanya terdiam menyaksikan Xadewa yang mulai gelisah. Ia sendiri kepalanya terasa berat, dan hatinya penuh sesak. Ia sudah terlalu jauh jatuh cinta pada Xadewa, tapi kenyataannya mereka berdiri di sisi yang berseberangan. Ia adalah seorang agen yang tugasnya mengintai bisnis gelap, dan Xadewa adalah bagian dari dunia itu.
Di titik ini, Nadia dihantui pertanyaan yang lebih dalam. Haruskah ia melindungi Xadewa dan berhenti mengejar Angin Sujiwo? Atau tetap berdiri di pihak kebenaran dan mengabaikan cintanya?
...***...
Jadilah Xadewa langsung datang ke kediaman rumah orangtuanya. Tadinya Nadia tidak diperbolehkan ikut, tapi karena wanita itu memaksa akhirnya dia ikut juga bersama Xadewa.
Sesampainya di sana, suasana tampak sepi. Tuan Angin Sujiwo dan Nyonya Licyardi sedang tidak di tempat. Hanya ada Nufus yang tengah duduk di ruang tengah memainkan piano, sama seperti yang dulu pernah dilakukan Xadewa saat berduet dengan Nadia.
Suara denting piano mengalun halus namun terasa menyiratkan sesuatu. Dipanggil pun Nufus tidak menoleh. Baru ketika Xadewa menepuk bahunya, laki-laki itu membuka mata dan tersenyum tipis.
"Waw, ada kak Dewa datang bersama kakak ipar. Benar kan panggilan ku? Kalau disini aku memanggil mu kakak, bukan bos." Seru nufus.
"Apa maksud semua ini, Fus?" suara Xadewa mulai menegang. "Jawab gua sekarang!"
Nufus menutup piano dengan santai lalu berdiri sambil menyilangkan tangan. "Sudah jelas, Kak. Aku hanya menginginkan semua yang kamu miliki."
Tangan Xadewa mengepal. Sementara itu Nadia menahan diri. Ia masih mengamati, menunggu sejauh apa konflik ini akan berjalan.
"Lu boleh miliki apa yang Papa punya, karena lu juga anaknya. Tapi nggak bisa semuanya juga lu akuin. Bagi dua sama gua! Dan untuk DewaSlotus, lu sama sekali nggak berhak buat mengakuisisi kalau itu punya lu. Jelas-jelas itu bisnis punya gua, Fus! Lu kenapa jadi kaya gini hah?"
Nadia masih memperhatikan kakak beradik itu berbicara. Masih dalam mode aman. Kalau sampai tonjok-tonjokan, barulah dia ikut campur untuk melerai.
"Tidak bisa, Kak. Kau ini kenapa? Aku kan bilang ingin memiliki semua apa yang kamu punya, apa se-serakah itu kamu hingga masih saja ingin dibagi dua?"
Plak!
Xadewa menabok Nufus. Tidak ada perlawanan dari laki-laki itu, tapi Nufus terus-menerus berbicara ngeselin yang bikin Xadewa murka.
"Kau ini benar-benar tamak harta, Kak Dewa. Sampai-sampai tidak mau kenikmatan ini aku yang punya. Sebentar lagi purnama, aku yang bakal mewarisi semua ini. Aku yang paling berhak atas semua ini, bukan kamu! Jadi jangan coba-coba merebut yang seharusnya menjadi milikku." Terang Nufus lagi.
"Mungkin lu kira gua bodoh yang bisa ditipu kaya yang lain. Gua nggak percaya kalau lu merebut semua dari gua karena kepengen apa yang semua gua punya. Heh Fus, lu lupa gua juga punya Nadia. Tapi kenapa lu gak rebut dia yang justru paling berharga dalam hidup gua?"
"Ya ampun," cibir Nufus menatap ke arah lain. Dia tidak mau menatap mata Xadewa." Dramatis banget. Kak Dewa kenapa jadi menghubungkan ke arah sana?" Lanjutnya.
"Ya karena gua tau lu cuma kepengen ambil sesuatu buruk yang bakal bikin gua terpuruk. Bagi dua sama gua Fus, ini berat, bahkan ancaman nya bisa hukuman mati!"
"Kak Dewa, jangan berspekulasi yang tidak-tidak. Aku benar-benar... aku benar-benar ingin Kak Dewa jatuh miskin!"
"Jatuh miskin kata lu? Stop, Fus, stop! Sampai kapan pun lu nggak bisa bohongin gua. Mata lu menyiratkan kalau lu kepengen lindungin gua dari segala dosa yang diperbuat Papa dan Mama. Gua nggak mau tahu, pokoknya bagi dua warisan itu. Enak aja lu mau menguasai semua dosa ini."
Nadia menggenggam tangan Xadewa diam-diam. Ia bisa merasakan konflik dua kakak-beradik ini lebih dalam dari sekadar perebutan harta. Ini soal luka, perebutan warisan dosa, dan pilihan jalan hidup yang tidak pernah mereka minta sejak awal.
Namun Nufus tetap bersikukuh. Ia sengaja bersikap menyebalkan, terus memancing kemarahan Xadewa karena ingin kakaknya itu benar-benar membencinya. Padahal ada alasan besar di balik sikap keras kepala itu. Dia ingin Xadewa pergi meninggalkannya sendirian memikul semua beban berat ini.
Bisnis gelap yang dibangun oleh Angin Sujiwo sudah mulai bocor ke mana-mana, menyebar seperti virus yang diawali dari aksi Nadia. Dan ini bukan sekadar isu kecil. Jika kebocoran itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin nama besar Angin dan Licy akan runtuh bahkan bisa lebih parah. Mereka mungkin akan menghadapi jerat hukum yang berat, karena terbukti merugikan negara dan menjadi bandar besar narkoba.
Jika itu terjadi, para ahli warisnya tidak akan luput. Mereka akan ikut terseret. Nufus tahu itu. Ia ingin melindungi Xadewa dengan cara paling menyakitkan. Membuat kakaknya pergi menjauh bahkan jika itu artinya harus dibenci seumur hidup.
Tanpa banyak basa-basi, Nufus tiba-tiba mengusir mereka.
"Keluar dari rumah ini, sekarang!"
Xadewa yang sudah terbakar emosi langsung menghampiri dan memukul Nufus berkali-kali. Nadia mencoba menahan, namun Xadewa sudah kehilangan kendali.
"Nad, minggir!" bentaknya, sementara Nadia berusaha meredam amarah Xadewa.
Namun begitu Nadia berhasil memisahkan keduanya, datang sekelompok pria berbadan besar. Dalam sekejap, mereka menarik paksa Xadewa dan Nadia keluar dari rumah. Awalnya mereka menang, tapi karena kalah jumlah dan senjata, mereka akhirnya terusir juga. Tidak ada yang bisa dilakukan. Semua yang dulu dikuasai Xadewa kini sudah diambil alih Nufus.
"Sialan!" Umpat Xadewa.
"Nufus begitu ingin melindungimu setelah apa yang udah kita lewati, bang. Apa alasan dia melakukan ini, sementara baru saja ia aku tinggalkan demi hidup bersamamu?"
.
.
Bersambung.
"Kamu salah orang... salah orang.. kamu salah orang...
lah gw jadi nyanyi /Facepalm/
tpi ini beda,,,
Kekurangan seseorang dijadikan bahan ledekan
kalo aku ngrasa plotnya ngebut sih di cerita ini
namanya Xander bukan
Jika Xadewa jadi seorang ayah, Nufus malah diakui oleh sang ayah
Tapi, Nufus pantas dihargai