Serra gadis 24 tahun harus menerima takdirnya menikah dengan seorang pria yang bernama Damar. Tetapi tidak pernah di anggap sebagai istri. Tinggal bersama mertua dan juga adik ipar yang ternyata selama pernikahan Serra hanya dimanfaatkan untuk menjadi pelayan di rumah itu.
Hatinya semakin hancur mengetahui perselingkuhan suaminya dengan sepupu sang suami yang juga tinggal di rumah yang sama dengannya. Segala usaha telah dia lakukan agar keluarga suaminya bisa berpihak kepadanya. Tetapi di saat membongkar hubungan itu dan justru dia yang disalahkan.
Serra merasa sudah cukup dengan semua penderitaan yang dia dapatkan selama pernikahan, Akhirnya memutuskan untuk membalas secara impas semuanya dengan menggunakan Askara paman dari suaminya yang bersedia membantunya memberi pelajaran kepada orang-orang yang hanya memanfaatkannya.
Jangan lupa untuk terus baca dari bab 1 sampai akhir agar mengetahui ceritanya.
follow ainuncefeniss.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonecis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13 Tidak Di Anggap.
Dengan sangat lemas Serra keluar dari rumah yang membawa sampah yang sangat berat itu yang meletakkan di dekat tong sampah.
Serra menarik nafas panjang dan perlahan membuang ke depan. Perasaannya kali ini benar-benar tidak baik-baik saja. Air mata Serra yang kembali jatuh menutup mulutnya menggunakan tangannya.
Tangisnya kembali pecah dengan semua yang terjadi di dalam kehidupannya yang pasti bukan ini yang diinginkan Serra dalam pernikahannya.
Dia hanya dijadikan pelayan di rumah itu, status sebagai istri hanya di buku nikah dan tidak pernah diperlakukan seperti istri, suaminya bahkan terang-terangan berselingkuh di depannya. Tubuhnya yang tampak lemas yang tidak terkendali dan saat membalikkan tubuh Serra yang menabrak tubuh kekar itu dan lagi-lagi hampir saja membuat Serra jatuh yang untung saja kedua bahunya ditahan Askara.
Askara menahan tubuh lunglai itu, melihat air mata di wajah wanita yang tidak memiliki semangat untuk hidup.
"Maaf!" ucap Serra yang buru-buru menepis tangan Askara dan dia juga mengusap air matanya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Askara.
Serra menganggukkan kepala.
"Permisi!" ucapnya berpamitan, tetapi Askara menahan pergelangan tangan itu yang membuat Serra menoleh ke belakang.
"Aku ingin bicara sebentar denganmu," ucap Askara.
"Maaf tuan. Saya harus kembali ke kamar," ucap Serra menolak permintaan Askara.
"Buatkan aku mie. Aku lapar," ucap Askara.
"Baiklah!" ternyata hal itu tidak ditolak oleh Serra dan bahkan tanpa protes sama sekali yang menurut saja apa yang dikatakan Askara. Serra berlalu dari hadapan Askara yang membuat Askara mendengus kasar.
"Dia yang menganggap dirinya menjadi pembantu di rumah ini. Bagaimana orang-orang di rumah ini tidak bertindak sesuka hati kepadanya, jika dia telah memberikan semua peluang itu," ucap Askara yang tidak habis pikir dengan Serra.
Serra yang ternyata harus kembali memasak didapur karena permintaan salah satu orang di rumah tersebut yang ternyata memiliki kuasa yang lebih besar daripada keluarga suaminya.
"Hmmm, kak Serra masak apa?" tanya Netty yang mengambil air putih.
"Mie," jawab Serra datar.
"Kak, bosok siang teman kampusku mau datang. Kita mau mengerjakan tugas di rumah. Kakak masak yang enak ya. Soalnya aku sering menceritakan Kakak di kampusku kalau memiliki kakak ipar yang sangat pintar memasak dan mereka juga sering mencicipi bekal yang aku bawa ke kampus," ucap Netty berbicara sedikit hati-hati.
Biasanya Netty memerintah dengan sesuka hati dan mungkin karena tadi mengetahui jika Serra mendengar pembicaraan dia dan ibunya.
"Kakak tidak mendengarkan Netty?" tanyanya yang tidak mendapatkan respon apapun pada Serra.
"Iya," hanya jawaban sesingkat itu yang dikatakan Serra bahkan tanpa menoleh sedikitpun.
"Baiklah! Aku percaya sama Kakak. Aku mau tidur dulu. Aku cuci gelasnya dulu kok," ucapnya yang buru-buru ke wastafel dan mencuci gelas bekas Netty minum. Entahlah kenapa dia tiba-tiba melakukan hal itu yang mungkin karena ada maunya.
"Selamat malam," ucapnya yang tidak dijawab oleh Serra yang membuat Serra hanya diam saja dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang memasak apa yang diinginkan Askara yang sudah hampir masak.
Baru saja memindahkan ke mangkuk yang akhirnya Askara sudah datang kembali.
Tanpa mengatakan apapun yang membuat Serra meletakkan mie tersebut di atas meja.
"Bukankah ini jam waktu kamu untuk makan malam? Kamu tidak makan?" tanya Askara.
"Saya tidak lapar," jawab Serra.
"Tidak lapar atau tidak bernafsu makan setelah mendengar, melihat semua kenyataan yang ada di depan mata!" sindir Askara yang membuat Serra menoleh ke arah laki-laki tersebut.
"Kenapa? Apa yang aku katakan tidak benar?"
"Bagaimana mungkin sudah melihat di depan mata dan berusaha untuk memperlihatkannya pada orang-orang agar apa yang dikatakan adalah kebenarannya dan ternyata malah disalahkan. Hal yang sangat menyedihkan bukan," ucap Askara.
"Bukankah tuan jelas melihat jelas apa yang terjadi. Apa salahnya jika tuan juga menyampaikan kebenarannya agar saya tidak terlihat seperti seorang pembohong," ucap Serra.
"Kau masih berharap kedua mertuamu itu benar-benar sangat yakin jika putra mereka melakukan kesalahan besar dan kau berharap mereka akan menegurnya?" tanya Askara.
"Jika ada yang mengatakan jika semua itu benar dan mungkin memang hal yang benar," jawabnya.
"Tapi itu semua bukan urusanku. Aku tidak suka mencampuri urusan kampungan seperti itu," jawab Askara.
Serra terdiam, mungkin dia berharap jika askara ikut speak up atas apa yang dilihat mereka berdua.
"Saya permisi dulu silakan dinikmati mienya," ucap Serra yang tidak ingin banyak bicara. Karena memang merasa tidak ada gunanya
"Dari pada berusaha untuk membuktikan suatu hal yang sudah pasti tidak mendapatkan pembelaan dan lebih baik berusaha membuat mereka tidak bisa melakukan hal itu lagi," langkah Serra terhenti ketika mendengar pernyataan itu.
Serra menoleh ke arah Askara yang sekarang sudah menikmati mie tersebut. Kalimat itu pasti bukan hanya sekedar kalimat saja yang memiliki arti seolah nasehat kepadanya.
Entahlah Serra memahami atau tidak kalimat itu yang pasti sekarang dia pergi dari dapur yang membiarkan Askara menikmati makanan itu.
*****
"Mas harus tegas. Apa salahnya meminta kepada Papa untuk satu Perusahaan saja diberikan kepercayaan kepada Damar untuk mengelolanya. Kenapa semua apa-apa harus tergantung dengan Askara," ucap Niken yang berbicara berdua dengan suaminya di dalam kamar.
"Kamu tahu sendiri bagaimana Papa. Dia sangat teliti dalam berbagai hal. Askara tidak dapat diragukan dalam kepemimpinannya dan wajar saja jika dia menyerahkan semua kepada Askara dan Askara yang menjadi penentunya," sahut Bram yang menjawab santai sembari membuka-buka dokumen yang sejak tadi duduk di sofa.
"Apa Papa menarik kesimpulan bahwa Mas juga tidak ada apa-apanya dibandingkan dia?" tanya Niken.
"Pengalaman tentang masalah Perusahaan memang sangat jauh dibandingkan Askara," jawab Bram yang tidak malu mengakui.
"Mas benar-benar sangat membanggakan ketinggalan Mas bertahun-tahun dengan adikmu itu. Mas kau adalah seorang kakak dan bahkan usiamu berbeda 10 tahun dengan Askara yang seharusnya kamu bisa lebih hebat dari dia dan memiliki banyak saham dibandingkan Askara. Jangan apa-apa semua tergantung dia. Kita sudah berkeluarga dan memiliki 3 anak dan bahkan kamu belum bisa memberikan apapun kepada anak-anak kita!" ucap Niken yang mulai menuntut suaminya.
"Niken, aku dan Askara sejak kecil dibimbing untuk mencari segala sesuatu dan bukan mewarisi sesuatu. Jadi jika anak-anak ingin mendapatkan apa yang mereka mau, maka harus bekerja keras jika mereka memiliki obsesi yang tinggi dan sementara aku sejak dulu tidak memiliki obsesi apapun, aku tidak memerlukan harus selalu di atas dan harus memiliki rasa iri ketika adikku jauh di atasku," ucap Bram.
"Tapi seperti ini terus maka kita lama-lama akan terasingkan. Adikmu itu sudah kembali di Amerika dan sekarang lihatlah satu persatu dia mulai mengelola perusahaan, mensortir karyawan dan sering menegur Damar di Perusahaan!" tegas Niken.
"Itu karena Damar tidak bekerja dengan baik," sahut Bram.
"Astaga Mas. Bisa tidak berhenti untuk membela adikku. Aku bener-bener bisa gila berada di rumah ini," ucap Niken yang terlihat begitu frustasi.
Bram tidak menanggapi perkataan istrinya, Bram memang pria yang sangat santai dan tidak pernah merasa ketinggalan jauh dari adiknya. Dia juga tidak pernah merasa bersaing dengan Askara.
Bersambung....