Pesona Di Balik Cadar

"Iya, Dek. Kakak lagi berbicara dengan mas Keenan," ungkap Jasmine dengan suara yang begitu lembut.

Degh.

"Dia memanggilku Mas Keenan?" gumam pria berwajah dingin itu dengan perasaan tak menentu.

Jasmine memang sengaja menunjukkan sikap romantis di hadapan sang adik. Dia ingin membuat sang suami jatuh hati padanya. Setelah itu baru dia akan memberikan pelajaran pada pria arogan tersebut pada saat Keenandra benar-benar telah terpikat padanya.

"Maa syaa Allah, kalian pasangan yang romantis sekali, Kak. Kalau begitu silahkan lanjutkan obrolan kalian! Qafiya tidak ingin mengganggu pengantin baru," kekeh gadis berkhimar Lilac itu sembari mengakhiri percakapan mereka.

"Hallo, Dek! Ya dimatikan." Jasmine mencebik bibirnya saat percakapan tersebut diakhiri oleh sang adik. Padahal banyak hal yang ingin ia bicarakan.

"Temani aku nonton Tv!" titah Keenandra sembari menarik lengan Jasmine sehingga duduk berdekatan dengannya.

"Ini tidak ada dalam perjanjian kita. Bukankah kamu tidak suka jika aku dekat-dekat denganmu," ucap Jasmine dengan menggeser duduknya.

"Kamu yang telah memancingku agar berbuat seperti ini. Aku ingin mendengarkan bibir manismu ini mengatakan apa yang kau ucapkan pada adikmu tadi." Keenan sengaja menggoda sang istri. Entah kenapa ia tiba-tiba ingin mengganggu ketenangan Jasmine.

"Ucapan yang mana? Aku tidak mengerti!" Jasmine mengernyitkan dahinya. Mendadak ia bingung sendiri dengan sikap Keenandra yang sukar ditebak.

"Panggil aku mas Keenan lagi!"

Keenandra berucap dengan nada serius. Entah kenapa dia begitu menginginkan Jasmine memanggilnya dengan ucapan yang manis. Padahal, mulanya dia enggan berdekatan dengan sang istri.

"Apa?"

Jasmine mendadak bingung. Suaminya itu memang suka hati Jika menginginkan sesuatu. Tingkat percaya diri Keenan cukup tinggi. Dia tidak merasa bersalah sama sekali terhadap Jasmine.

"Katakan apa yang ku minta!" tegas Keenan lagi.

"Mas Keenan, puas kamu!" ucap Jasmine dengan sedikit ketus.

"Ucapkan kata-kata yang lebih lembut lagi, itu kesannya memaksa dan tidak dari hati." Keenandra terus merundung sang istri. Hatinya tak tenang jika Jasmine terus mengabaikannya.

"Iya, Mas Keenan. Aku akan menemanimu nonton televisi. Aku pun akan melakukan hal ini padamu!" ucap Jasmine yang balik menggoda sang suami.

Bukan Jasmine namanya kalau tidak bisa melumpuhkan lawannya. Dia pun nekad memijit bahu Keenandra sehingga membuat pria itu terkejut.

"Kamu jangan memancingku untuk melakukan hal yang membuat seorang laki-laki terpikat pada seorang wanita." Keenandra mendorong tubuh Jasmine sehingga terbaring di sofa.

"Ka-kamu mau apa?" Jasmine bergidik ngeri. Ternyata pria yang mengatakan tidak sudi menyentuhnya, justru tak bisa menahan diri.

"Mau kamu!"

Keenandra nekat menelusuri setiap inci wajah Jasmine yang tertutup cadar. Bahkan ia nyaris ingin membuka kain cadar penutup wajah sang istri.

Jantung Keenandra berdebar kencang saat manik mata mereka saling bertemu pandang. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menyibak tirai niqab sang istri.

"Ini tidak benar!" batin Keenandra dengan menghentikan aksi gilanya.

"Ingat apa yang kamu katakan, Mas! kamu tidak mungkin menjilat ludah sendiri. Dengan menyentuhku seperti ini! apalagi sampai melakukan nafkah batin," kecam Jasmine dengan menyadarkan sang suami.

"Buatkan kopi susu untukku!" titah Keenandra yang kembali dalam mode datar. Dalam hati dia sangat malu karena hampir saja ingin melakukan hal yang lebih pada Jasmine.

Jasmine tersenyum tipis, dia akan terus membuat Keenandra semakin penasaran dengannya. Pada akhirnya nanti dia sudah membulatkan tekad untuk tidak memperdulikan sang suami.

"Satu lagi! Jangan duduk satu sofa denganku! Jangan coba menggodaku lagi. Karena sampai kapanpun aku tidak akan terpikat padamu, Jasmine Qurattul Ain!" tekan Keenandra semaunya.

"Terserah kamu, Mas. Aku melakukan hal demikian karena kamu yang mengarahkan aku untuk menggoda mu. Kamu yang memulai."

Jasmine tidak mau kalah. Tetapi, dia tetap melayani kebutuhan suaminya. Gadis itu pun berjalan menuju dapur membuatkan kopi susu permintaan sang suami.

"Apa yang harus aku lakukan? lama-lama Satu atap dengannya bisa membuatku gila. Aku laki-laki normal yang membutuhkan nafkah biologis. Bisa-bisanya kemarin aku menuliskan perjanjian kontrak itu," gumam Keenandra sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Bukannya apa, saat berada di dekat Jasmine ia merasa adrenalinnya semakin meningkat. Jika dia tidak mencoba mengontrol diri mungkin sudah kebablasan.

"Apa istimewanya wajah di balik cadar itu? Paling banyak kerutan dan bopengan yâng lebih halus sedikit jerawatan," sangkal Keenan sembari mengepulkan asap rokoknya.

Sepeninggal Jasmine, ia kembali menye-sap barang berbahan nikotin yang menjadi benda tidak disukai oleh Jasmine.

"Kau merokok lagi? Aku tidak suka!" ucap Jasmine sembari mengatupkan mulutnya saat mengantarkan kopi untuk Keenandra.

"Apa pedulimu padaku? bukankah aku sudah mengatakan jika kamu tidak perlu mencampuri urusan pribadiku termasuk merokok."

"Uhukkk ... Uhukkk ... Uhukkk."

Belum sempat Jasmine menyahuti ucapan Keenandra dia sudah terbatuk duluan. Kepalanya mendadak pusing. Perut Jasmine pun terasa mual saat mencium aroma rokok yang mengganggu indera penciumannya.

"Dasar lemah! Mencium bau rokok saja tidak kuat, apalagi berhadapan di atas r4nj4ng!" ketus Keenandra semaunya.

Pria berwajah datar itu pun mematikan puntung rokoknya. Tidak sampai disitu ia pun berjalan menuju dapur. Siapa sangka pria dingin itu tergerak hatinya untuk menuangkan air putih pada sang istri

"Minum ini! Aku tidak mau melihatmu kehabisan nafas!"

Keenandra tetap berbicara ketus. Kepribadiannya memang sukar ditebak. Dia lebih banyak jutek ketimbang lembutnya.

"Tidak usah ragu! tenang saja, air putihnya tidak kuracuni. Aku pun tidak mungkin melakukan hal yang kriminal. Pantang bagi seorang CEO berbuat demikian."

Keenandra tetap dalam keangkuhannya. Dia memang memperhatikan sang istri. Tapi, ia pun tidak segan-segan mengucapkan hal-hal yang menyakiti perasaan Jasmine.

Gluk ... gluk ... gluk.

Jasmine menegak air putih tersebut dengan tiga kali tegukan. Dia malas meladeni mulut pedas suaminya.

"Terimakasih!'' Jasmine pun menjauh dari sang suami. Dia tidak ingin berbicara apa-apa lagi. Meladeni Keenandra membuat asam lambungnya naik.

"Mau kemana?"

"Ke kamar, menjauh dari suami toxic." Jasmine pun pergi dari hadapan Keenandra yang sedang berada dalam kegemangan.

"Dia berani sekali! Memang tipekal wanita yang sulit untuk ditaklukkan." Keenandra memijit pelipisnya. Dia benar-benar kewalahan menghadapi Jasmine.

Dua insan itu larut dalam pikiran masing-masing. Tak ada yang mau mengalah. Dua-duanya memang keras kepala.

***

"Ya Allah lama-lama aku pun lelah menghadapinya. Mungkin mendiamkannya jauh lebih baik."

Jasmine menghempaskan tubuhnya di kasur. Dia pun menyibak niqabnya sembari memandangi langit-langit kamar.

"Aku tidak tahu sampai kapan akan menjalani biduk pernikahan ini. Entah bagaimana jika perjanjian kontrak itu berakhir. Aku pun resmi menjadi janda. Tetapi, aku tidak akan pernah menyerah membuatnya jatuh hati padaku!"

Jasmine memejamkan mata. Dia memilih untuk beristirahat sejenak dari hiruk pikuk dunia yang membuatnya merasa lelah.

Dua jam sudah gadis itu terlelap di dalam kamar. Dia tidak menyadari jika waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Di mana adzan Dzuhur sudah berkumandang. Jasmine masih terbuai dalam tidur saking lelahnya menghadapi pernikahan dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai.

Sementara Keenandra yang dari sejak tadi beristirahat di ruang tamu, merasa kesal sendiri lantaran Jasmine tidak menampakkan batang hidungnya.

"Dia kemana? Apa sedang tidur mati?" rutuk Keenandra sembari memandangi ayam geprek yang sudah dingin karena dipesan satu jam yang lalu.

"Menyebalkan sekali!" kesal Keenandra saat apa ia usahakan untuk Jasmine tidak di hargai sama sekali.

Tok ... Tok ...Tok, "Apakah nafasmu masih berhembus?'' teriak Keenandra dari depan pintu kamar Jasmine.

"Ya Allah berisik sekali!"