Mendadak Istri

Vanno tak tinggal diam. Dia memberikan banyak tanda pada leher Retta. Retta yang mendapat perlakuan dari Vanno hanya bisa pasrah. Bagaimanapun juga, ini adalah pengalaman baru baginya mendapat perlakuan seperti ini.

Ada gelenyar aneh dan hangat yang menjalari tubuhnya. Seolah ribuan aliran arus listrik menyerang tubuhnya secara bersamaan. Dia merasa lumpuh, namun tak kuasa untuk menolaknya. Akalnya ingin menolak, tapi tubuhnya menginginkannya. Ya elah Ta, plin plan amat sih itu. 🤭

Retta hanya bisa menikmati perlakuan Vanno. Melihatnya, Vanno sedikit menarik sudut bibirnya. Dia merasa puas saat menyadari sang istri bisa menikmati perlakuannya.

Vanno cukup puas dengan hasil karya yang baru dia ciptakan pada leher Retta. Sementara Retta hanya bisa pasrah dengan apa yang dilakukan sang suami. Retta hanya bisa mencengkeram seprei dan rambut Vanno. Sementara mulutnya tak berhenti meracau. Mulut Retta benar-benar tidak bisa di kontrol.

Saat Vanno hendak melanjutkan aksinya, terdengar suara pintu diketuk.

Tok… tok… tok

"Van, kamu sudah tidur?, Bapak bisa minta tolong?" Kata sebuah suara di luar kamar.

Kedua insan yang tengah terbakar gairah di dalam kamar seketika mendudukan diri dari posisinya. Mereka terkejut dan saling pandang.

"Bapak!" kata mereka bersamaan

"Rapikan pakaianmu, aku akan keluar." perintah Vanno, yang di angguki oleh Retta.

Vanno segera turun dari tempat tidur dan berjalan mendekati pintu. Retta segera mengancingkan baju tidurnya.

Sebelum membuka pintu, Vanno menoleh kepada Retta untuk memastikan dia sudah membenahi pakaiannya. Ketika dirasa sudah cukup rapi, Vanno segera membuka pintu.

"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Vanno ketika pintu sudah terbuka.

"Kamu belum tidur kan?" tanya pak Yusuf memastikan.

"Belum kok pak"

"Maaf mengganggu istirahatmu Nak, bisa bantu bapak benahi talang air di dekat dapur. Hujan deras sekali, talang air bocor. Jika dibiarkan, dapur akan kebanjiran. Airnya bisa masuk sampai ruang tengah." kata pak Yusuf.

"Bisa pak, mari." Jawab Vanno sambil berjalan mengikuti sang mertua.

Vanno melirik Vj yang masih sedikit berontak ingin segera buka puasa. Vanno menghembuskan napas berat sambil berjalan menuju bagian samping dapur bersama pak Yusuf.

Sementara di dalam kamar, Retta memegangi dadanya yang masih terasa berdegup sangat kencang. Dia berulang kali menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan. Dia berusaha menenangkan diri.

Astaga. Apa yang baru saja terjadi. Rasanya sekujur tubuhku seperti di sengat aliran listrik ribuan Volt. Jantungku berdetak sangat cepat hingga terasa sesak. Batin Retta.

Dan, i-itu tadi, kami sudah berci*man. Ternyata rasanya seperti ini. Batin Retta sambil memegangi bibirnya dan tersenyum.

Ada rasa hangat yang dirasakannya. Seolah ada ribuan kupu-kupu yang juga ikut menari-nari di perutnya. Entah sudah berapa kali sebenarnya dia membayangkan hal ini dengan suaminya. Namun, dia seolah tidak punya nyali untuk memulainya. Beruntung sekali bagi Retta malam ini, karena Vanno sudah mau memulainya terlebih dahulu.

Retta masih tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Baginya, pengalaman baru ini sungguh diluar perkiraannya. Dia ingat nasehat ibunya dulu saat dia pulang, bahwa seorang istri harus bisa menjadi air untuk suaminya yang haus, seorang istri harus bisa menjadi angin saat suaminya kegerahan, dan seorang istri harus bisa menjadi rumah untuk suaminya pulang.

Dulu, saat awal menikah, Retta masih tidak mengerti maksud dari perkataan ibunya. Namun, setelah malam ini terjadi, dia menjadi mengerti dengan maksud ibunya saat itu.

"Aku akan berusaha menjadi air yang akan memadamkan api itu Mas." Kata Retta.

.

.

.

.

.

\=\=\=\=\=

Revisi ya