Sofia Anderson lahir dari keluarga kaya raya namun ia di besarkan dan hidup sederhana bersama seorang pria yang menculiknya sewaktu masih kecil karena sebuah dendam masa lalu.
16 tahun kemudian sang penculik mulai menyadari kesalahannya dan ingin menyerahkan Sofia pada orang tua kandungnya. Lantas memindahkan gadis itu ke universitas milik keluarganya berharap ada keajaiban disana.
Namun tingkat sosial yang berbeda membuat Sofia mendapatkan banyak sekali bullyan dari teman-temannya, belum lagi ayah angkatnya (sang penculik) yang tiba-tiba menghembuskan napas terakhirnya sebelum mengatakan rahasia yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~26
"Apa yang dia lakukan di sekitar sini ?" gumam Ariel lagi saat melihat Sofia nampak melangkah menuju persimpangan jalan.
"Apa gadis berambut pirang yang ku lihat beberapa waktu lalu itu adalah Sofia." imbuhnya lagi.
"Tunggu, jika itu benar apa Sofia adalah office girl di kantorku ?" Ariel langsung melebarkan matanya sembari menatap langkah gadis itu yang semakin menjauh.
"Tapi dia tak memakai seragam OG kantor." ucapnya setelah memperhatikan pakaian yang di kenakan oleh gadis itu.
"Tuan, siapa gadis itu? apa anda mengenalnya ?" tanya sang sopir sekaligus asisten Ariel yang juga nampak penasaran dengan gadis yang sedang di perhatikan oleh tuannya tersebut.
"Bukan siapa-siapa, ayo kembali jalan !!" perintah Ariel kemudian.
Setelah itu mobil yang membawa pria itu melaju menuju ke arah kantornya, sesampainya di sana pria itu segera berlalu turun dan di sambut oleh beberapa karyawannya.
"Tak biasanya tuan Ariel sering datang ke kantor cabang." ucap nona Brigitta saat melihat CEOnya itu berlalu masuk ke dalam lift.
"Aku dengar beliau sedang memeriksa beberapa anggaran yang janggal di kantor ini." timpal seorang karyawan yang kebetulan juga berada di sana.
"Benarkah ?" Nona Brigitta langsung melebarkan matanya lantas ia melirik ke arah sang HRD yang juga nampak sedang menatapnya.
"Selamat sore, tuan." sapa Audrey saat melihat kedatangan Ariel tiba-tiba sore itu, wanita itu nampak sedikit terkejut karena akhir-akhir ini CEOnya itu lebih sering datang ke kantor cabangnya.
"Sepertinya anda terlihat lelah sekali tuan, apa mau saya buatkan teh herbal kesukaan anda ?" tawar Audrey kemudian.
"Sepertinya itu akan membuatku lebih baik, Audrey." Ariel mengangguk setuju.
"Baik tuan, saya akan segera membuatnya untuk anda." Audrey bergegas meninggalkan mejanya, untuk urusan makan dan minum bahkan keperluan pribadinya memang selalu sekretarisnya itu yang mengurusnya.
Setelah membuka pintu ruangannya, semerbak aroma vanila langsung menghampiri hidung Ariel dan pria itu nampak menghirupnya dalam-dalam.
Sepertinya aroma vanila akan menjadi aroma favorit barunya, karena menurutnya mampu menenangkan pikirannya yang lelah karena memikirkan banyaknya pekerjaan.
Kemudian pria itu segera berlalu menuju meja kerjanya, lantas menghempaskan bobot tubuhnya di atas kursi kerjanya.
Menyandarkan punggungnya di sandaran kursi lantas memejamkan matanya, tubuhnya memang benar-benar sangat lelah.
Begitu pun dengan pikirannya, selain memikirkan masalah pekerjaan pria itu juga sedang memikirkan bagaimana secepatnya mendapatkan seorang wanita yang sesuai kriteria sang ayah namun ia pun juga harus mencintainya.
Lantas di bukanya sebuah laci meja kerjanya lalu pria itu nampak mengambil sebuah potret dirinya bersama seorang gadis.
Seorang gadis yang pernah memilki hatinya namun tega menghianati dan meninggalkannya pergi hingga kini.
"Apa yang sedang kalian lakukan ?" ucap Ariel malam itu saat tak sengaja melihat kekasihnya itu sedang berpelukan dengan sahabatnya sendiri.
"Ar, aku bisa menjelaskan semuanya." Daniel yang terkejut dengan kedatangan sahabatnya itu segera menjauhkan tubuhnya dari gadis itu.
"Aku ingin penjelasan darimu ?" ucap Ariel menatap tajam ke arah sang kekasih.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan sayang, aku hanya ingin berpamitan padanya sebelum kepergianku." terang Helena, kekasih Ariel tersebut.
"Jadi kamu akan tetap pergi meninggalkan hubungan yang sudah kita jalin selama ini? ck, aku tidak menyangka perasaanmu terlalu dangkal Helena atau mungkin karena kamu telah memiliki alasan lain selain ingin mengejar karirmu." Ariel nampak tersenyum sinis menatap kekasihnya itu lantas beralih menatap ke arah sang sahabat, kemudian ia segera berlalu dari sana.
"Ar, tolong jangan salah paham. Aku dan Helena tidak memiliki hubungan apapun." Daniel langsung mengejar sahabatnya itu, tentu saja pria itu lebih memilih sahabatnya sejak kecil itu dari pada seorang gadis yang tak sengaja membuatnya melakukan hal bodoh.
Mengingat sepotong masa lalunya itu Ariel nampak menghela napasnya, kemudian kembali memasukkan potret tersebut ke dalam laci mejanya.
Sejak kejadian itu ia maupun sang kekasih tak pernah lagi berkomunikasi, Ariel masih tak menyangka dengan kedekatan sang sahabat dan sang kekasih di belakangnya selama ini.
Meski hingga kini keduanya tak terbukti menjalin hubungan namun melihat mereka berpelukan membuatnya sudah jelas bagaimana hubungan mereka sebenarnya.
Kemudian Ariel kembali menyandarkan punggungnya di sandaran kursi belakangnya, lalu matanya nampak tak sengaja menatap ke sebuah kalender tak jauh di hadapannya itu.
"Ketika dirimu merasa lelah, maka lihatlah ke luar sana. Di sana ada jutaan orang yang lebih lelah darimu namun masih tetap bisa tersenyum. Maka tersenyumlah dan itu akan mengurangi sedikit beban pikiranmu !!"
Ariel nampak mengernyit melihat kalimat yang di tulis tangan tersebut, tulisan yang sangat rapi dan indah. Membacanya berkali-kali lalu tanpa sadar sudut bibirnya terangkat ke atas membentuk sebuah senyuman kecil seperti perintah dalam tulisan tersebut.
"Audrey, ke ruangan saya sebentar." ucapnya saat menghubungi sekretarisnya itu melalui sambungan telepon.
Tak berapa lama pintu ruangannya di ketuk dari luar dan nampak sekretarisnya itu masuk dengan membawa secangkir teh di atas nampan.
"Ini tehnya tuan dan ada yang bisa saya bantu lagi, tuan ?" ucap Audrey seraya melangkah mendekat.
"Kamu tahu siapa yang menulis ini, Audrey ?" tanya Ariel sembari menunjukkan sebuah tulisan di kalendernya tersebut dan sontak membuat Audrey yang melihat itu langsung melebarkan matanya.
"I-itu pasti ulah Sofia, tuan." ucapnya menanggapi, namun sepertinya membuat CEOnya itu sedikit tercengang mendengarnya.
"Sofia ?" ulangnya memastikan jika pendengarannya sedang tidak bermasalah.
"Benar tuan, Sofia office girl baru itu. Gadis itu benar-benar lancang, dia tidak hanya lancang mengganti pengharum ruangan anda tapi juga mulai lancang menyentuh barang-barang milik anda. Anda tenang saja tuan, akan saya adukan pada kepala bagian kebersihan agar segera memberikannya hukuman." terang Audrey panjang lebar, namun sepertinya tak begitu di dengar oleh CEOnya itu.
Karena Ariel kini fokus dengan nama office girl barunya tersebut, benarkah mereka adalah orang yang sama?
Tidak, sepertinya itu tidak mungkin. Begitu banyak nama Sofia di dunia ini dan ia yakin Sofia yang menjadi office girlnya adalah gadis lain.
Karena gadis itu tak mungkin bekerja di kantornya, apalagi memberikan sebuah ucapan penyemangat padanya mengingat dia begitu membencinya.
Bahkan gadis itu berkali-kali mengatakan jika tak ingin bertemu dengannya di sepanjang hidupnya, sebenci itukah dia padanya?
Mengingat apa yang pernah ia lakukan waktu di kampus dahulu, tentu saja membuat gadis itu membencinya. Meskipun ia tak pernah menyuruh teman-temannya untuk membullynya, namun waktu itu ia juga tak berniat untuk menolongnya.
Karena menurutnya Sofia sosok wanita yang sangat pemberani hingga membuatnya tertarik untuk melihat sampai sejauh mana gadis itu akan bertahan.
"Kalau begitu saya permisi, tuan." ucapan Audrey sontak membuat Ariel kembali dari lamunan masa lalunya.
"Kau mau kemana ?" tanya Ariel menatap sekretarisnya itu.
"Tentu saja melaporkan Sofia kepada kepala bagian kebersihan tuan atau anda ingin langsung memecatnya saja ?" terang Audrey kemudian.
"Sudah lupakan saja, sekarang pergilah ke departemen keamanan dan mintakan cctv ruangan saya sekarang juga !!" perintah Ariel kemudian.
"A-apa ?" Audrey nampak membulatkan matanya, sebenarnya ada apa dengan tuannya itu? bukankah pria itu tak pernah sedikitpun mentolerin sebuah kesalahan.
"Mungkin tuan Ariel ingin mendapatkan bukti yang akurat sebelum memecat gadis sok kecantikan itu." gumamnya seraya melangkah keluar dari ruangan tersebut.