Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Andrian (Part 1)
Malam yang dingin telah berganti
pagi yang hangat
“ Hemmm.” Aku bergumam saat sesuatu
menusuk-nusuk pipiku. Kecupan lembut di kening mendarat. Aku membuka mata.
Melihat seseorang yang aku sayangi sudah secerah matahari pagi. Tersenyum
dengan senangnya. Suasana hatinya pasti sedang sangat baik. Setelah melewati
malam panjang semalam.
“ Lihat kakak bahkan belum bangun
sampai aku pulang dari masjid.” Muah, muah, sekarang ciumannya sudah
kemana-mana.
Aaaa, bagaimana bisa dia tidak
kesiangan, setelah apa yang dia lakukan semalaman. Aku memaki diriku sendiri
yang begitu lemah ini.
“ Bangun” dia kembali mencolek-colek wajahku.
“ Ia, hemmm. “ Menguap dulu mengumpulkan energi. “Sayang, hari ini gak bawa bekal ya.” Ntah kenapa jadi
terdengar seperti rengekan istri yang lagi malas melakukan apapun. Aku bahkan
malas untuk turun dari tempat tidurku.
Ren mencium keningku lagi.
“ Ia, kelelahan ya. Haha.” Dasar!
Malah tertawa tanpa dosa begitu. “ Mandi dan sholat subuh dulu sana, aku yang
masak sarapan.”
Aku mengambil handuk dan masuk
ke kamar mandi sementara Ren memasak di
dapur. Aku mendengarnya bersenandung. Benar-benar bahagia dia. Setelah sholat
aku membereskan kamar. Karena Ren yang masak aku langsung ganti baju kerja aja.
Memilih baju yang akan kupakai. Pintu terbuka, saat aku belum selesai memakai
baju. Ren tergelak di dekat pintu karena melihatku yang terkejut langsung
menutupi tubuhku.
“ Kakak mau menyembunyikan apa dariku.”
Ren sudah memeluku dari belakang,
menciumi leher dan pipiku. “ Aku jadi ingin tidur lagi.” Katanya sambil
tertawa.
Kusikut pinggangnya “ Hei, cepat
ganti baju sana.” Sembarangan saja, aku bahkan punya kelas pagi hari ini.
Beberapa saat dia masih memeluku bibirnya belum berhenti beraktivitas. “ Sudah
sana.”
“ Gak mau.”
Tolong ya Tuhan, jangan membuatku
frustasi pagi-pagi begini dengan tingkahnya. Katanya tidak mau merepotkan
lagikan. Katanya imut dan mengemaskankan, sial kalau tingkahnya begini Ren memang
mengemaskan.
“ Sayangku Ren ganti baju ya, nanti
kita terlambat.” Pagi-pagi rayuan level memelas sudah keluar.
“ Sedikit lagi, rayuan kakak belum
terdengar tulus.” Menyeringai, masih memelukku.
Apa! Aku geram sendirikan jadinya.
“ Sayang, i love you.” Muah, muah,
aku mendongakan kepalaku tepat menghadap wajahnya yang tertunduk bersandar
di bahuku. “ Ganti baju ya sayang, lepaskan pelukanmu dulu tapi.”
“Baiklah, karena kakak sangat manis aku jadi tidak bisa menolaknya”
Aku sampai ingin bersujud saking kesal dan gemas mendengar perkataan Ren.
“ Aku tunggu di luar ya.” Ren sudah mengambil kemeja untuk ke kantor.
“ Gak mau.”
“ Apa lagi?” aku mendelik padanya, dia malah tertawa tahu aku sudah kesal.
“ Tunggu sampai aku selesai.”
Gerrrrr, kalau ada efek dramatis
mungkin sekarang api sedang berkobar-kobar di sekelilingku. Tapi walaupun begitu
aku tetap menunggunya. Membantunya mengancingkan kemeja warna biru yang
dipakainya.
***
Kecupan di keningku tiga kali oleh
Ren dan mencium tangan Ren sudah kulakukan, aku tersenyum cerah sebelum aku
keluar dari mobil.
“ Chat aku kalau kakak mau dibelikan sesuatu.” Aku mendekat ke pintu mobil. Mengangguk.
“ Baiklah, dada, hati-hati ya.”
Lambaian tanganku berulang. Ren masih membisu, dia sudah seperti emak-emak yang
mengantar anaknya sekolah di TK. Tidak rela untuk pergi, sementara anaknya
sudah dada melambaikan tangan.
“ I love you.” Aku gak mau pergi begitu yang kubaca di matanya.
“ I love you juga sayang.” Sudah
sana, banyak sekali dramanya. Setelah aku melambai ketiga kalinya mobilnya baru
bergerak jalan.
Drama perpisahan baru saja selesai.
Setelah mobil Ren melaju, aku
meninggalkan gerbang, menuju ruang guru. Bertemu beberapa anak yang menyapaku
sebelum sampai dikantor.
“ Bu Aya pagi” Hanan dan Jaya
berdiri di teras kantor, apa mereka menungguku.
“ Pagi. Ada apa? Kalian menunggu
siapa?” aku bertanya.
“ Menunggu bu Aya.” Hanan menjawab
cepat sebelum Jaya membuka mulut.
“ Kenapa?”
“ Ini buat ibu.” Hanan menyodorkan
bungkusan plastik di depanku. Aku ragu menerima, namun Hanan mendorongnya
ke tanganku, membuatku mau tidak mau menerima.
“ Apa ini?” aku melihat isinya, roti, coklat dan jus buah. “ Buat apa?”
“ Ucapan terimakasih buat bu Aya?”
“ Hei, lagi ngerjain bu Aya ya?”
bawaannya curiga aja kalau berhubungan dengan Hanan, aku hanya waspada ya. Anak
itukan suka usil.
“ Nggak bu, sumpah. Ini ucapan
terimakasih saya, tulus bu.” Aku belum menjawab mereka sudah lari. “ Diterima
ya bu.” Hanan berteriak dari kejahuan. Bagaimana tidak aku terima kalau kalian
sudah lari begitu. Kubawa kantung makanan itu masuk ke dalam kantor. Karena
jumlahnya banyak aku bagikan kepada guru yang ada di ruangan. Tidak lupa kepada
pak Bahar juga, kusampaikan kalau ini dari Hanan sebagai ucapan terimakasih.
Dia menerima dengan senang. Aku membawa satu botol jus dan coklat ke mejaku
sendiri.
***
Aku mengumpulkan semangat dan
energi untuk memulai kelas pagi. Bell masuk terdengar dari seluruh penjuru
sekolah. Semuan murid sudah berjalan masuk kelas, walaupun terlihat ada yang
masih berlarian terlambat dari gerbang.
Aku dan dua orang guru berjalan
bersamaan menuju kelas kami masing-masing.
“ Bu aya toko es cream yang waktu
itu diposting suami bu Aya saya kesana juga lho, nyicip es creamnya. Enak-enak.”
“ Haha, ia bu, rasanya memang
enak.” Tapi aku gak suka sama pemiliknya. Haha. Maaf ya, bukannya dendam atau
apa, tapi ini karena faktor cemburu. Ternyata postingan itu benar-benar
berdampak positif pada penjualan toko. Tadinya aku sempat berfikir apa tidak
akan rugi dia memberi kami gratisan sebanyak itu.
“ Kapan-kapan kita makan
ramai-ramai kesana yuk.” Lucu juga ya sepertinya. Aku mengiyakan saja. Kami
berpisah menuju kelas masing-masing. Menjalankan tugas kami sebagai seorang
guru. Pekerjaan ini adalah pekerjaan
yang kupilih. Aku mencintai profesiku. Jadi hari-hari di sekolah aku selalu
merasa bersyukur. Allah sudah memberiku kesempatan aku melakukan apa yang aku
impikan.
Hari ini semua berjalan dengan
tenang. Kelas pagi berjalan dengan baik, aku sudah berada di kantor guru lagi.
Pelajaranku yang kedua itu setelah makan siang. Aku punya banyak waktu untuk
memeriksa PR anak-anak, dan membuat laporan kelas bulanan. Oh ya, hari ini aku
berniat memanggil ketua kelas untuk menanyakan perihal Andrian. Hari kemarin
aku masih melihat banyangannya di depan lab kimia saat aku makan siang bersama
bu Ari dan Bu Maya. Jadi aku benar-benar ingin tahu, sebenarnya ada apa dengan
anak itu.
“ Masuklah, Bagas tidak ada yang
mau dikerjakankan.” Aku menarik kursi agar dia duduk.
“ Nggak bu, kenapa ya.” Bagas anak
yang supel dan cukup akrab dengan para guru, apalagi denganku yang
walikelasnya.
“ Ibu cuma mau tanya-tanya bagaimana kondisi kelas.”
Bagas terlihat berfikir sebentar tentang pertanyaanku.
“ Baik-baik saja bu, tidak ada yang aneh.” Jawaban paling aman yang ia temukan. Okey, masalah beres. Ya gak gitu, akukan mau mencari tahu tentang Andrian.
“ Apa semua anak berbaur satu sama lain.” Akhirnya pertanyaanku aku buat lebih fokus.
“ Ya mereka memang buat grup masing-masing bu” ya, itu memang biasa, anak-anak main dengan yang akrab. “ tapi semua tetep berbaur kok, gak ada yang dikucilkan gitu. Karena ibu tahu
sendiri Hanan, Jaya atau Andrian mereka itu sudah seperti jadi pemersatu
kelas.”
Untung kamu menyebut nama Andrian
nak, jadi kalau aku menanyakannya tidak akan terasa aneh.
“ Bagas akrab sama Andrian?” nada
suaraku terdengar ringan, tidak mengandung unsur penasaran.
“ Lumayan.” Bagas juga menjawab sekenanya saja.
“ Apa kalian makan siang bareng.”
“ Makan siang ya, setahu saya
Andrian membawa bekal makan siang bu, jadi dia tidak pernah makan di kantin.
Kalau sayakan makan di kantin.”
“ Benarkah? Kalau begitu dia makan siang dimana?”
“ Mungkin sama fans-fans dia bu,
diakan populer banget.” Yakin begitukan Bagas menjawab.
“ Haha ia, ya.” Aku tergelak. Tapi
kamu salah nak, dia makan di pojokan di depan lab kimia sendirian. “ Begitu ya,
soalnya ibu pernah lihat dia makan sendirian.”
“ Saya malah gak tahu bu, soalnya
kalau istirahat siang biasanya banyak yang ngerumunin Andrian buat diajak makan
siang. Sekarangkan anak-anak perempuan banyak yang bawa bekal karena ingin makan
bareng Andrian.”
Haaa begitu ya. Tapi kenapa kok Andrian makan sendirian.
“ Ooo, begitu ya. Alhamdulillah kalau semua baik-baik saja. Terimakasih ya, terimakasih atas kerja kerasnya Bagas sebagai ketua kelas. Yang sudah menjaga keadaan kelas sehingga menjadi nyaman dan
baik-baik saja.”
“ Hehe, ia bu, saya gak melakukan apa-apa kok.” Tapi wajahnya memerah karena merasa senang dipuji.
“ Maaf ya sudah mengambil waktu istirahat kamu.”
“ Gak papa bu, saya yang senang .”
“ Eh..” senang, memang aku ngapain
kok kamu bisa sesenang itu. Sudahlah, mungkin itu cuma basa basi Bagas saja.
“ Nggak bu, nggak papa, kalau sudah selesai saya permisi ya bu.”
Aku yang masih mencerna
kata-katanya hanya mengangguk-anggukan kepala saat Bagas pamit keluar.
Bersamaan itu seorang guru masuk,
pak Ali, dia guru olahraga di kelasku juga. Mereka saling bersitatap, Bagas
menunduk sopan dan menyapa.
“ Kenapa bu? Ada masalah sama
anak-anak.” Pak Ali mendekat dan bertanya. Dia tentu tahu kalau Bagas itu ketua
kelas, jadi berfikir aku memanggilnya karena ada masalah.
“ Gak papa pak, cuma bertanya kondisi kelas saja.”
“ Oh ya bu Andrian itukan jago main
basketnya saya suruh masuk club basket dia menolak. Kenapa ya?”
Mana kutahu, kenapa tanya padaku.
“ Padahal dia berbakat lho bu, saya
sudah bujuk dua kali masih saja menolak. Kenapa ya bu?”
Mana kutahu pak, tanya saja sama anaknya.
“ Mungkin dia tidak terlalu tertarik di olahraga pak” aku menjawab dengan jawaban aman, kuharap dia akan
menyudahi kata-katanya.
“ Tapi kalau lagi praktek olahraga
dia semangat banget lho bu, apalagi kalau anak-anak perempuan itu lagi teriak
yel-yel. Saya yang jadi pelatih aja ikut bersemangat. Apalagi dia yang namanya
diteriakin.”
Selamat datang di duniaku, guru
olahraga ini namanya pak Ali. Dia sangat suka bicara, apalagi kalau sudah
berurusan dengan olahraga. Dia orang yang polos, masih single. Saking polosnya
kadang percaya aja sama yang diomongin murud-murid. Tau sendirikan anak zaman
sekarang pinter-pinter, ngeles. Haha, tapi kepolosan seperti pak Ali ini memang
dibutuhkan, agar dunia selalu ceria.
“ Bisa gak bu Aya bantu bujuk Andrian buat masuk club Basket.”
Kenapa harus aku, dengan bocah itu
lagi. Aku memang lagi memikirkannya si, karena dia makan siang sendirian, tapi
ikut campur soal pilihan clubnya rasanya akan semakin memusingkan saja.
“ Hemm, coba bapak ajak bicara dari hati kehati aja dulu.” Aku memberi jalan keluar.
“ Sayakan laki-laki bu.”
Lhah emang kenapa, akukan
menyuruhmu bicara dari hati-kehati. Bukan nyuruh kamu nembak dia.
“ Biasanya kalo bu Aya yang
bilangin selalu ampuh sama anak-anakan.” Gak juga kali. “ Tolong ya bu.” kata pak Ali penuh harap lagi.
“ Eh, tapi saya gak janji ya pak.”
Aku akan coba membantunya, tapi aku tidak bisa menjanjikan apa-apa.
“ Tolong ya bu, saya percaya sama ibu.”
Jangan terlalu percaya padaku pak.
Aaaaaa, tunggu, aku belum menolak secara tegas pak Ali sudah pergi melambaikan
tangan. Mengepalkannya ke udara dan mengatakan semangat dengan agak keras.
Semangat apanya, dasar!
BERSAMBUNG
Epilog :
"Hei kita sudah minta maaf sama bu Aya, berarti gak papakan vidionya kita upload. lagian cuma suaranya bu Aya juga, kalau tahu dia marah gak ya." Hanan menunjukan vidio hasil editannya. Judulnya :
" Prankkkk, gak ngerjain PR 3 kali biar dipanggil guru terimut di sekolah"
membaggongkan