London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 25
"Pa, ada masalah apa? Orang kantor, siapa?"
Orion mengulangi pertanyaannya, karena sejak ia masuk dan duduk, Riu hanya menatapnya tanpa kedip. Tanpa mengatakan apa pun.
"Pa ...."
"Kamu," kata Riu dengan tegas dan tanpa mengalihkan tatapan.
Orion terkejut dan bingung dibuatnya.
Namun, Riu tidak mengacuhkan itu. Dia malah menatap lebih tajam dan berkata lebih tegas.
"Papa sudah tahu semuanya, tapi Papa ingin mendengar langsung darimu. Jadi bicaralah."
Orion terdiam dalam beberapa saat, sekadar matanya yang menatap penuh selidik. Meski dalam hati sudah yakin bahwa rahasia tentang Tara tersimpan rapat, tetapi kehebatan sang ayah membuatnya ragu. Orion tahu betul bagaimana Riu, nyaris tak pernah gagal dalam menggali informasi. Namun, benarkah ayahnya itu menyelidiki tentang dirinya dengan Tara?
"Kurasa itu nggak perlu dibahas lagi, Pa. Aku juga nggak akan mengungkit-ungkit lagi kok."
Orion sengaja mencari aman. Dia belum sepenuhnya percaya kalau ayahnya tahu sesuatu, bisa jadi hanya menebak-nebak dan memancingnya untuk jujur. Namun, belum sepenuhnya yakin juga kalau ayahnya tidak tahu apa-apa. Jadi, jalan paling aman adalah menutupi tanpa berkilah.
Akan tetapi, Riu pun tak menerima jawaban tersebut. Dia masih saja mengejar kejujuran Orion.
"Kamu boleh tidak membahas itu dengan orang lain, tapi dengan Papa ... kamu harus jujur, Orion. Katakan, Papa menunggumu bicara! Orion yang Papa kenal tidak pengecut seperti ini!" Makin lama nada suara Riu makin tegas, seolah sengaja menekan Orion agar mau membuka mulut terkait fakta tentang Sunny.
"Aku nggak pengecut, Pa, hanya saja masalah itu memang nggak penting lagi untuk dibahas. Aku mau fokus ke karier saja sekarang," ucap Orion. Dia berkilah dengan gaya bijak. Ya, siapa lagi yang dicontoh kalau bukan Riu.
Melihat anaknya yang terus menolak bicara, Riu jadi geram sendiri. Lantas tanpa banyak kata, dia sendirilah yang membeberkan fakta itu.
"Jadi benar ya, Sunny-mu adalah Tara? Tapi, kamu tidak tahu kalau dia adalah wanita yang kamu sukai selama ini, makanya menolak keras untuk dikenalkan dengan Tara. Kamu baru tahu kalau dia adalah Sunny saat prosesi lamarannya Olliver. Benar, kan?"
Meski tadi sempat menebak bahwa ayahnya sudah mengetahui semuanya, tetapi sewaktu hal itu diungkap di depan mata, Orion luar biasa kaget. Tubuhnya sampai menegang, dan napas seakan ikut sulit dihela. Dalam beberapa saat, Orion hanya mematung di tempat. Tanpa bicara, tanpa melakukan apa pun.
"Jika kamu tidak mau membahas ini, kenapa kemarin masih menemuinya, Orion? Apa tujuanmu menemui Tara?" tanya Riu.
Orion masih diam, hanya pandangannya yang perlahan menunduk, menghindari tatapan Riu.
"Jika kamu terus diam, Papa tidak bisa lagi berprasangka baik." Riu kembali bicara. "Apa kamu ingin mengambil Tara dari Olliver? Sepicik itu pemikiranmu, Orion?" sambungnya.
Mendengar tuduhan barusan, Orion langsung menyahut cepat, "Pa, aku nggak pernah terniat untuk melakukan itu. Aku menemui Tara hanya ingin bicara dengannya. Ada beberapa hal yang belum sempat kukatakan selama bertahun-tahun ini."
"Tentang perasaanmu?"
Tebakan yang sangat tepat. Orion kembali terkejut dan tak bisa berkata-kata. Hingga dia tak sadar kalau diamnya itu membuat Riu yakin atas tebakannya barusan.
Di depan Orion, Riu menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar. Jujur, dia sangat pening memikirkan masalah itu. Sunny adalah Tara. Di satu sisi, Orion sangat mencintai Sunny. Terlihat jelas besarnya cinta yang Orion punya, terbukti dari kesetiaannya menunggu sampai beberapa tahun berlalu. Namun di sisi lain, Olliver sangat mencintai Tara. Dari pertama kali bertemu, mata Olliver sudah menyiratkan cinta yang amat tulus. Bahkan, sekarang pun Olliver seperti tak sabar menunggu waktu untuk menikahi Tara.
Mengapa? Mengapa saudara kembar itu harus mencintai wanita yang sama?
"Apa yang kamu harapkan, Orion, kenapa menyatakan perasaan pada Tara. Apa kamu menginginkan akhir yang indah untuk kalian berdua?" tanya Riu.
Orion menggeleng.
"Lalu?"
Orion makin menunduk. "Maaf, Pa, fakta itu sangat mengejutkan. Kemarin aku belum siap menerimanya. Aku malah merasa itu terlalu konyol. Tapi ... setelah menemui Tara dan mengatakan apa yang kupendam selama bertahun-tahun ini, aku sadar kalau antara aku dan dia nggak seharusnya ada sesuatu. Dia dan Olliver saling mencintai, dan sebentar lagi mereka akan menikah. Aku menghormati hubungan mereka, Pa. Aku nggak akan melakukan apa pun. Bahkan, rahasia ini, aku juga nggak akan mengatakannya pada Olliver."
"Baguslah kalau kamu bisa menyadari itu, Orion. Bukannya Papa tidak membelamu, tapi kamu sendiri yang sejak awal menolak Tara. Sekarang setelah wanita itu menjadi calon istri Olliver, dengan alasan apa pun Papa juga tidak akan mendukung kamu untuk merebutnya."
Orion mengangguk samar. "Iya, Pa, aku mengerti."
Kini, suram sudah lembaran asmara milik Orion. Setelah kemarin tidak mendapat sambutan baik dari wanita yang ia cintai, sekarang restu sang ayah juga tidak akan menyertai. Lengkap sudah, tidak ada yang mendukung cintanya. Mungkin ... memang sudah takdirnya ia harus merelakan Tara menjadi milik Olliver.
Meski hal itu sangat menyakitkan, tetapi Orion juga tak bisa menentang. Ahh, andai saja lelaki itu orang lain, bukan Olliver, pasti tidak akan rumit.
Namun, malam itu Orion merasa sedikit lega. Untuk pertama kalinya dia bisa berbagi cerita tentang masalah Tara. Ya ... meski gara-gara itu dia jadi terusik dengan beban lain. Kalau Riu bisa tahu dengan sendirinya, bukankah tidak mustahil Olliver juga bisa tahu dengan sendirinya?
Bersambung...