Jingga membenci kakaknya yang sudah berada di surga.
Kakak perempuannya itu sudah tiada sebelum Jingga lahir.
Membencinya adalah satu-satunya cara Jingga untuk menghadapi ibunya. Dia sering membandingkan dan mengira dirinya adalah mendiang kakaknya, Biru.
Jingga juga membenci Bagus dan Nadine, mereka adalah pacar dan sahabatnya yang tega mengkhianatinya.
Orang yang bisa mengerti Jingga hanyalah ayahnya, tapi dia jarang di rumah.
Sebenarnya masih ada satu orang lagi, meski terkadang menyebalkan, tapi sikapnya begitu baik dan pengertian terhadap Jingga. Dia adalah Langit.
Jingga butuh dukungan dari Langit, tapi Langit adalah mantan pacar mendiang kakaknya.
Langit jauh lebih tua darinya!
Tapi, daripada punya pacar seumuran yang mengkhianatinya, lebih baik punya pacar tua. Bukan?
Temui kisahnya hanya ada di Langit Jingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit banget?
“Pokoknya ini semua gara gara Om!” seru Jingga begitu kesal, lantaran ternyata dirinya ketiduran di kantor milik Langit. Hingga akhirnya, kini jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dirinya belum juga sampai rumah karena terjebak macet.
Bukan maksud Langit tidak mau membangunkan Jingga, namun ia sudah berusaha tetapi Jingga tak kunjung bangun. Malah yang ada posisi tidur Jingga yang selalu membuat iman Langit beberapa kali goyah. Karena tidak mau terjadi apa- apa, akhirnya Langit mengangkat tubuh Jingga dan memindahkan nya ke kamar istirahat nya, sehingga membuat tidur Jingga semakin nyenyak karena berasa di rumah sendiri.
“Kamu yang ketiduran, aku yang di salahkan!” Langit berdecak malas tanpa menatap ke arah Jingga, ia hanya fokus untuk menatap jalanan yang masih cukup macet di depan sana.
“Kalau om langsung anterin aku tadi, gak akan aku ketiduran. Mana laper lagi, tadi gak sempet makan. Huhhh!” keluh Jingga menyandarkan kepala nya pada kaca mobil sambil mengusap perut nya yang memang terasa begitu lapar.
Bagaimana tidak lapar, dirinya belum sempat makan siang tadi malah ketiduran, dan baru bangun ketika malam hari. Lengkap lah sudah penderitaan Jingga, membuatnya langsung menghela nafas nya kasar.
“Salah sendiri gak makan. Karyawan ku sudah menyiapkan untuk mu!” balas Langit lagi tak kalah cetus.
“Karyawan om aja yang kelamaan nganterin nya, jadi Jingga ketiduran!”
“Terserah!” kata Langit malas, “Turunkan kaki mu dan diam lah!”
“Perut aku sakit!” seru Jingga menggigit bibir bawah nya, bila tadi ia hanya mengusap perut, namun kini ia menaikkan kaki nya ke kursi dan memeluk nya dengan erat.
“Sebentar lagi kita sampai!” kata Langit datar. Seketika itu juga Jingga baru tersadar, dirinya belum memberitahu dimana alamat rumah nya, lalu bagaimana Langit bisa tahu dimana rumah nya.
Baru saja, dirinya hendak menyebut dimana alamat nya. Tiba tiba saja mobil sudah berhenti di sebuah tempat yang sudah lama tidak ia datangi. Ya, kos- kos an Nadin. Jingga juga baru teringat, bahwa dirinya pernah di antar Langit ke kos- itu beberapa waktu yang lalu. Pantas saja kini Langit juga langsung mengantarkan nya ke sana tanpa bertanya dulu dimana rumah nya.
“Turun lah, sudah sampai.” Perintah Langit tanpa menatap Jingga.
“Gak mau,” cicit Jingga lirih, perut nya terasa begitu sakit. Di tambah pemandangan yang ia lihat di depan sana membuat hati nya ikut merasakan sakit. Pemandangan dimana dirinya melihat Nadin dan Bagas tengah mengobrol berdua di depan kosan yang memang ada sebuah bangku di depan tangga menuju lantai dua. Jingga bisa melihat bahwa mereka tengah bercanda sambil menikmati jagung bakar di tangan nya, membuat hati nya kian terasa sesak, hingga tanpa sadar ia terisak.
“Hiks hiks hiks.”
Mendengar suara isak tangis, sontak membuat Langit langsung mengalihkan pandangan nya, ia langsung menatap ke arah Jingga yang memang sedang terisak menahan sakit.
“Kenapa?” tanya Langit sedikit khawatir, karena tadi Jingga sempat mengeluh perut nya sakit, “Masih sakit?” Langit menanyakan perihal perut Jingga.
Jingga pun menganggukkan kepala nya tanpa menatap ke arah Langit karena pandangan mata nya masih fokus menatap dua pasangan di depan sana, “Sakit banget hiks hiks hiks.” Jawab Jingga kini tangan satu lagi meremas dada nya.
“Bukankah yang sakit perut kamu? Kenapa kamu remes yang lain?” cetus Langit langsung mengalihkan perhatian nya, karena sejak tadi pikiran nya sudah tak sehat sejak di kantor perihal kaki jenjang Jingga. Dan kini, dirinya seolah kembali di ingatkan ketika Jingga malah meremas dadaa nya, meski bukan dada yang kembar namun tetap saja, tangan Jingga berada di antara duo kembar hingga membuat Langit memiliki pikiran buruk mengenai Jingga.
“Cepatlah turun, dan jangan coba coba untuk menggoda ku!” cetus Langit mengusir Jingga hingga membuat gadis itu seketika melongo dan melupakan rasa sakit nya.
gmn sih sebenarnya....