Musim pertama : Tatap Aku, Suamiku
Musim Kedua : Bunda dari Anakku
Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Wira (22 tahun) nekad membawa kedua orang tuanya ke Yogyakarta untuk melamar Naina ( 17 tahun), yang hanya seorang gadis yatim piatu.
Wira yang terlahir dari keluarga berada, menikah dengan Naina yang hanya gadis dari keluarga biasa.
Lima tahun pernikahan, guncangan menghantam kehidupan rumah tangga mereka. Dunia Naina hancur seketika. Kebahagiaan yang selama ini direguknya, apakah hanya sebuah kebohongan semata atau memang nyata. Apakah pernikahan ini sanggup di pertahankan atau harus berakhir??
Ikuti perjalanan rumah tangga Wira dan Naina
“Tolong tatap aku lagi, Suamiku.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S1. Bab 24
Wira berbaring telentang di atas ranjang putrinya, menerawang menatap langit-langit kamar yang didesain ala cinderella di negri dongeng, sesuai keinginan Stevi. Siapa lagi, kalau bukan sang mami. Anak 1,5 tahun itu belum mengerti apa pun.
Dengan kedua tangan bertekuk menahan kepala, Wira akhirnya memejamkan mata. Pikirannya sudah berlari meninggalkan raganya saat ini. Menikmati sentuhan tangan mungil putri kecilnya, Nola yang sedang bermanja-manja di dada bidangnya.
*“Andaikan Nola putriku dan Naina, betapa sempurnanya hidupku. Betapa bahagianya Pratama Wirayudha.” *
Bayangan tidak masuk akal itu terasa indah meski hanya terbang dalam khayalan. Setidaknya mampu membuat kedua sudut bibir Wira tertarik ke atas. Raut lelah akan hidupnya yang memuakan seketika hilang sesaat kala membayangkan kebahagiaannya saat bersama Naina dan putra-putri mereka nantinya.
Tangan mungil Nola sedang memainkan bibir dan hidung Wira diiringi celotehan tak jelas yang terdengar hangat di telinga.
“Pa ... pi ... pa ... pi!” celotehnya sambil tertawa sesekali. Apalagi saat tangan mungil itu masuk ke dalam mulut Wira dan langsung digigit kecil. Gelak tawa Nola semakin kencang.
Sang pengasuh yang duduk di atas karpet bulu, hanya bisa tersenyum, menikmati interaksi hangat antara ayah dan anak yang sangat jarang memiliki kesempatan bersama.
“Mbak, Nola masih sering menangis setiap malam?” tanya Wira tiba-tiba.
“Terkadang, kalau Nyonya Stevi sedang uring-uringan dan tidak mau menyusui,” sahut sang pengasuh. Terselip khawatir mengadukan banyak hal pada Wira, tetapi dia tidak berani berbohong.
Wira terdiam sebelum melanjutkan pertanyaan untuk menjawab keingintahuannya. “Apa Nola masih sering diabaikan maminya?” tanya Wira lagi.
Laki-laki itu meraih tubuh putrinya dan membawa Nola tidur di sampingnya. Ditepuknya perlahan bokong dan diusapnya lembut punggung kecil sedikit berkeringat itu.
“Kadang-kadang, Pak.” Jawaban sang pengasuh, menghantam relung terdalam. Memporak-porandakan hati Wira. Gadis kecilnya menjadi pelampiasan sang maminya hanya karena ulahnya.
“Mbak, nanti aku akan menitipkan susu formula pada Omanya Nola. Ajarkan putriku untuk tidak bergantung lagi dengan maminya. Seandainya terjadi sesuatu pada Nola, segera hubungi Omanya atau mbak bisa langsung membawanya kesana.”
“Ya, Pak.”
“Aku titip Nola, Mbak. Jaga dia baik-baik, aku tidak bisa setiap hari menemuinya.”
“Ya, Pak.”
Lagi-lagi, sang pengasuh menjawab singkat dengan perasaan was-was. Tepat saat Wira akan melempar pertanyaan kembali, pintu kamar terbuka. Keduanya menoleh, baik Wira maupun sang pengasuh menatap ke arah yang sama.
Terlihat Stevi masih dengan setelan kerjanya, menenteng tas tangannya masuk ke dalam kamar.
“Mbak, tolong tinggalkan kami. Aku perlu bicara dengan suamiku!” perintah Stevi, melangkah masuk dan melempar tasnya ke atas lemari kecil di samping pintu.
“Ada apa?” tanya Wira, melirik ke arah Nola yang setengah tertidur. Artinya dia tidak bisa bertengkar di sini dengan Stevi.
“Kita harus bicara, Mas. Mumpung Mas di sini,” Stevi berjalan maju mendekati Wira. Wanita itu masih sempat menatap pintu yang sudah tertutup kembali setelah pengasuh Nola keluar.
“Apa yang ingin kamu katakan? Katakan secepatnya, aku harus pulang sekarang,” tegas Wira, laki-laki itu segera bangkit dari posisi tidurnya. Baru saja Wira berdiri dan meraih jas kerja yang diletakan di ujung tempat tidur, tiba-tiba Stevi sudah memeluk erat pinggang Wira tanpa permisi.
Hening sesaat. Wira membeku di tempat.
“Lepas!” tegas Wira pada akhirnya, berusaha menahan suaranya tidak terlalu kencang, tidak ingin membangunkan putrinya.
“Aku mencintaimu, Mas. Tidak bisakah mengizinkan aku memelukmu sebentar saja. Bukankah dulu sebelum kita menikah kamu tidak akan marah kalau aku memelukmu, tetapi kenapa setelah kita menjadi suami istri semuanya harus berubah, Mas,” tanya Stevi pelan. Hatinya hancur, lagi-lagi harus mendapatkan penolakan Wira.
“Sebelum kita menikah, kamu selalu menghapus air mataku, tetapi kenapa sekarang kamu yang menjadi penyebab airmataku turun, Mas.”
“Lepas!” ulang Wira, membuka belitan tangan Stevi di pinggangnya dan menghempas kasar.
“Mas, kenapa harus begini? Apakah seberat ini menjadi istrimu. Tidak bisakah kamu bersikap seperti dulu,” isak Stevi.
“Karena dulu kamu memanggilku Wira. Karena dulu kamu sahabatku. Karena dulu kamu adalah perempuan baik-baik. Dan sekarang kamu tanyakan pada dirimu sendiri. Siapa kamu sebenarnya!”
Wira masih berusaha menahan emosinya supaya tetap terkendali, tidak ingin putrinya terbangun dan melihatnya bertengkar dengan Stevi.
“Mas, ini tidak adil,” isak Stevi. Berdiri mematung menatap laki-laki yang sedang bertolak pinggang di depannya.
“Kalau kamu mau keadilan itu. Tolong lepaskan aku. Biarkan aku hidup tenang dengan Naina. Aku mohon, Stev.”
“Kamu sahabatku, kalau kamu peduli padaku, bisakah menolongku. Tolong lepaskan aku! Aku sudah muak dengan semua ini,” ucap Wira, meremas rambutnya. Laki-laki itu memilih duduk di sisi tempat tidur. Menatap sedih pada Nola yang tertidur pulas dengan wajah polos dan tak berdosanya.
“Mas, coba Mas lihat wajah Nola. Apakah Mas tidak kasihan padanya. Selama ini aku sudah berbaik hati menerima pernikahan siri ini. Apakah Mas tidak kasihan padaku dan Nola. Pernikahan ini bahkan tidak memberi putri kita status apa-apa. Tetap saja dia hanya anak dari seorang ibu tanpa ayah,”
“Wira! Bisakah memanggilku Wira. Aku sudah muak dengan semua ini.”
Menghela napas kasarnya berulang kali. Pertahanan diri Wira hampir runtuh saat ini, semua emosi yang menyesak di dada, membuat laki-laki itu ingin meledak.
“Lepaskan aku, aku berjanji akan memberikan semua yang kamu minta. Aku berjanji tidak akan menelantarkan Nola. Lepaskan aku, biarkan aku hidup tenang dengan Naina. Aku sudah lelah setiap hari jadi pengecut dan penipu di depan istriku sendiri.”
“Tega kamu, Mas. Kamu benar-benar tidak berperasaan. Aku juga istrimu, tetapi kamu tidak pernah menganggap sama sekali. Sedikit pun tidak ada rasa iba untukku dan Nola.
“Aku lelah, Stev. Aku harus pulang, tidak ingin membuat Naina khawatir dengan keterlambatanku.”
Tubuh Stevi melemas, jatuh ke lantai. Bukan kali ini saja, bahkan selama pernikahan mereka, Wira tidak mengizinkannya untuk menyentuh. Status istri siri yang disematkan padanya hanya sebuah status tanpa arti. Bagi Wira, di tetap orang asing.
Menatap nanar pada suami yang sedang mengecup pelan kening putri mereka. Melihat cara berpamitan Wira pada Nola yang begitu lembut, ada rasa haru dibalik semua luka. Wira bisa bersikap layaknya ayah yang baik untuk Nola, tetapi tidak bisa menjadi suami yang baik untuknya.
Saat lengan kekar itu meraih gagang pintu, Stevi melancarkan serangan mendadak lewat kata-katanya. Kalimat yang sanggup membuat Wira menggila detik itu juga.
“Istrimu bertemu seseorang di kantin kantor. Aku tidak yakin siapa laki-laki itu, tetapi mereka saling mengenal dan ....”
“Dan apa?” potong Wira, berbalik menatap Stevi dengan pandangan yamg sulit diungkapkan.
“Aku tahu jelas dan aku bisa pastikan ada sesuatu yang terjadi di masa lalu mereka.” Stevi mengadu.
Tanpa banyak bertanya lagi, Wira menghambur keluar.
“Tria ... nama laki-laki itu Tria,” lanjut Stevi, tersenyum licik menatap punggung Wira menghilang.
***
TBC
Yang ingin masuk ke group chat, tolong ketik password Pratama Wirayudha di kolom alasan masuk gc, supaya author atau mimin bisa lebih cepat acc ya, thanks
Bahkan seakan ikut merasakan sakit yang sesakit itu bagi Dennis
full bintang ,subricrible, vote d tutup kopi
sebelum2 ni terlalu baik sampai tak peka langsung.