Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.
Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.
Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.
Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Malam itu, dengan langkah berat dan perasaan yang bercampur aduk, Lee Yujin memasuki rumah mewah keluarga Lee. Rumah itu tampak megah dan mewah dari luar, dengan arsitektur yang menawan dan taman yang terawat dengan sempurna. Namun, di dalam, rumah itu terasa dingin dan tidak ramah. Aura kekuasaan dan kekayaan terpancar dari setiap sudut ruangan, namun di balik kemewahan itu, Yujin merasakan adanya ketegangan dan kebencian yang tersembunyi.
Lino membawanya ke ruang tamu yang luas dan elegan. Di sana, duduk di sofa beludru yang mewah, adalah Nyonya Lee, ibu kandung Christopher sekaligua ibu tiri Lino. Wanita itu tampak anggun dan berkelas, dengan rambut yang ditata sempurna dan gaun malam yang mahal. Namun, mata Nyonya Lee memancarkan ketajaman dan kecerdasan yang membuat Yujin merasa gugup.
"Ibu, ini Lee Yujin," kata Lino, menempatkan tangannya di punggung Yujin dengan gerakan posesif yang tidak dapat dihindari. "Yujin, ini Ibuku."
Yujin segera membungkuk hormat, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Lee."
"Ah, kau yang bernama Lee Yujin," Nyonya Lee tersenyum, senyum yang nyaris sempurna namun tanpa kehangatan. "Lino sering menceritakan tentangmu. Katanya kau desainer muda yang berbakat dan banyak membantunya dengan proyek Ayahnya."
"Saya hanya membantu sebisanya, Nyonya," jawab Yujin dengan sopan, berusaha bersikap ramah dan tidak mencurigakan. Ia merasa seperti sedang diinterogasi, dan ia harus berhati-hati dengan setiap kata yang ia ucapkan.
Lino melangkah maju, kembali memainkan perannya sebagai putra yang berbakti. "Ibu, Yujin ini sangat mandiri. Dia sering kelelahan karena harus bekerja di Butik Vanté. Aku sudah bilang padanya untuk beristirahat, tapi dia terlalu keras pada dirinya sendiri."
"Oh, ya?" Nyonya Lee menatap Yujin dengan mata yang mengevaluasi. "Kau mengingatkanku pada Christopher. Dia juga terlalu mandiri. Sayang sekali, dia harus menghadapi masalah yang tidak perlu seperti ini."
Mendengar nama Christopher disebut, Yujin merasa tegang. Ia mendengar dari Lino bahwa Nyonya Lee tidak menyukai Christopher, dan ia khawatir wanita itu akan menyalahkannya atas skandal yang menimpa putranya.
"Anda sudah mendengar tentang masalah Christopher Oppa, Nyonya?" tanya Yujin hati-hati.
Nyonya Lee menghela napas yang dalam. "Tentu saja. Suamiku sangat marah mendengarnya. Christopher telah membuat nama keluarga kami tercoreng. Kasus plagiat... Sungguh memalukan. Aku tidak menyangka Christopher akan serendah itu. Dia seharusnya tahu etika dasar."
Nyonya Lee berbicara seolah-olah Christopher adalah aib keluarga, sebuah konfirmasi bagi Yujin bahwa Christopher tidak memiliki sekutu di rumah ini. Ia merasa kasihan pada Christopher, yang harus tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan kebencian dan intrik.
"Saya tidak percaya Christopher Oppa melakukan itu, Nyonya," kata Yujin, nadanya penuh keyakinan. Ia harus menunjukkan kesetiaannya pada Christopher, meskipun secara tidak langsung.
Nyonya Lee tersenyum kecut. "Aku berharap juga begitu, Yujin. Pria muda sering terdorong oleh ambisi. Terkadang, orang yang kita anggap paling baik adalah yang paling berbahaya."
Nyonya Lee menoleh pada Lino. "Lino, ajak Yujin ke taman. Biarkan dia melihat-lihat rumah. Aku akan menyiapkan teh."
Lino mengangguk dan segera menarik Yujin ke luar ruangan. Begitu mereka berada di lorong yang sunyi, Yujin menarik tangannya dari cengkeraman Lino. Ia merasa jijik dengan sentuhan pria itu, yang terasa seperti belut licin yang melilit tubuhnya.
"Kenapa kau membawaku ke sini?" Yujin berbisik dengan nada marah. "Kau membuatku terlihat seperti kekasihmu di depan Ibumu! Dan kau membiarkan Ibumu menghina Christopher!"
"Aku ingin kau bertemu Ibuku agar dia tahu aku serius," Lino menjawab dengan tenang, mengabaikan kemarahan Yujin. "Dan soal Ibuku yang menghina Christopher? Itu memang kebenaran, Yujin. Ibuku tidak menyukai dia. Kau harus tahu dengan siapa kau berurusan."
Lino mendekatkan wajahnya ke Yujin, berbisik dengan nada posesif yang membuat Yujin merasa tercekik. "Aku membawamu ke sini, ke rumahku, ke dalam lingkaran keluargaku. Ini adalah bukti bahwa aku tidak berbohong. Aku tidak akan pernah membawa Jiya ke sini. Aku melakukan ini karena aku mencintaimu, Yujin."
Yujin merasa tercekik. Lino menggunakan keramahtamahan palsu ini sebagai senjata untuk mengikatnya. Ia merasa seperti tawanan di dalam sangkar emas yang dikelilingi oleh kemewahan namun kehilangan kebebasannya.
𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘯𝘨𝘢. 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘯𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵. 𝘋𝘢𝘯 𝘓𝘪𝘯𝘰 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘩𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯. 𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘪𝘬𝘢𝘱 𝘯𝘰𝘳𝘮𝘢𝘭. 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘫𝘶𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘨𝘢𝘢𝘯. 𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘶𝘬𝘵𝘪. Pikir Yujin.
Yujin melihat sekeliling, matanya mencari celah, bukti yang bisa ia gunakan untuk membersihkan nama Christopher dan mengungkap kejahatan Lino. Ia merasa seperti sedang bermain catur dengan seorang grandmaster, dan ia harus berhati-hati dengan setiap langkahnya.
"Aku akan pergi sekarang, Oppa," kata Yujin, nadanya kembali menjadi formal. "Terima kasih atas makan malamnya. Dan sampaikan salamku pada Ibumu."
Lino tersenyum kemenangan. "Tentu. Aku akan mengantarmu sampai ke rumahmu, Sayang."
Namun tiba-tiba suara petir menggelegar, seketika Yujin terkejut dan reflek berjongkok dan menutup telinga dengan kedua tangannya.
Lino membantu Yujin berdiri. "Kau takut dengan petir?"
Yujin berdiri dan menggelengkan kepala. "Tidak, hanya terkejut."
Lino mengangguk, lalu melihat jendela dan langit tampak lebih gelap karena mending. "Sepertinya akan hujan, sebaiknya kau jangan pulang dulu."
Yujin menggeleng, ia merasa tidak nyaman jika terlalu lama disini. "Tidak, Oppa. Aku harus kembali."
Lino menahan pergelangan Yujin dan menatapnya dengan tatapan tajam, membuat Yujin terdiam. "Tolong, tinggal disini dulu, akan bahaya jika kau nekat pulang."
Yujin menghela nafas, akhirnya ia mengangguk setuju. Meski ia harus berpura-pura bersikap biasa saja dan akrab dengan Lino, itu demi menjaga Christopher. Ia merasa seperti sedang berjalan di atas tali yang tipis, dan satu kesalahan saja bisa membuatnya jatuh ke dalam jurang yang tak berujung.
.
.
.
.
.
.
.
ㅡ Bersambung ㅡ