Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Me Time
Bab 24. Me Time
POV Airin
Aku mungkin sepupu yang kepo di mata Lola. Ingin tahu ini itu atas apa yang dia lakukan.
Bukannya aku nggak suka, hanya saja aku kurang percaya dengan Lola. Dia kadang terlalu percaya diri, tapi apa yang dia keluarkan nggak sebanding dengan hasil yang dia raih.
Omongannya sih bisa ini itu. Tapi realitanya nggak sesuai fakta di lapangan. Lebih sering ke buntungnya dari pada untungnya. Bahkan ke semua keputusan yang dia ambil, jarang sekali sesuai ekspektasi. Wajar kan kalau aku cerewet dan menasehati? Dia sepupuku. Sedikit banyak seenggaknya dia bisa hidup nyaman dan bahagia.
Akhir-akhir ini dia rajin buat status. Dan aku sering mengikuti statusnya. Tapi ada yang membuat aku sedikit heran? Bukan mau suudzon, tapi orang seperti Lola jarang sekali punya tabungan banyak. Bahkan setiap akhir bulan selalu pinjam uang padaku.
Ku dengar Jemin nggak bekerja lagi bahkan dari sebelum mereke menikah. Lola bilang belanja hantaran dari uang gajinya dan di bantu keluarga Jemin beberapa. Mungkin oke lah, kalau keluarga Jemin yang bantuin. Tapi nggak semua kan? Nah sisanya pakai uang Lola, dari mana Lola punya uang? Buat kebutuhan harian aja nggak cukup. Ini malah bisa menabung dan beli banyak barang pula.
Semoga ini cuma pikiran jelek ku aja. Syukur-syukur kalau dia memang punya tabungan. Kalau benar, berarti dia sudah jadi lebih baik dalam mengatur keuangannya sendiri.
Dan hari ini katanya sudah mau jualan. Tetapi, lihat! Statusnya kok bikin aku malu sendiri. Belanjaan aja di jadiin status. Bukannya itu jadi pamer ya? Terus kapan dia mulai jualannya?
Mending kalau mau buat status pas sudah jualan saja. Dan ketika pembeli lagi ramai. Jadi bisa sekalian promosi jualannya dia. Ck! Lola... Lola...
"Assalamualaikum, Rin...?"
Ada suara wanita mengucapkan salam dan memanggil namaku. Aku bergegas keluar dan ingin melihat siapa yang bertamu ke rumahku.
"Wa'alaikumsalam. Loh Diana, Yaya! Eh ada Sari juga. Ada angin apa nih?! Ayo masuk!"
Aku senang. Tiba-tiba orang tua murid teman-teman TK anak ku datang main ke rumah. Mereka pun masuk ke dalam dan lebih memilih duduk melantai fi di ruang tamu. Begini emang, kaum miskin menolak kaya. Hehehe...
"Pengen aja main kesini. Nih, Yaya yang punya ide." (Diana)
"Kamu rindu aku kan Rin. Aku tahu kamu rindu. Makanya aku ajak mereka kesini." (Yaya)
"Ih, ge-er! Hehehe..." Aku terkekeh.
"Sari nih Rin, mau bagi-bagi sembako katanya." (Diana)
"Hus! Tiket umroh!" (Yaya)
"Aamiinn." Jawab ku serempak bersama Sari.
Sari tetap kalem menghadapi dua teman kami yang doyan pecicilan yang nggak ingat umur. Tapi aku pun terhibur oleh mereka.
"Hehehe, benar nih Sar?" Goda ku.
Sari terkekeh kecil.
"Hehehe.. Sari cuma mau bagi oleh-oleh yang kemarin ke Yogya."
"Asiiik!" Seru Yaya dan Diana.
Sari pun mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata berisi satu set dompet dari ukuran besar sampai ke yang kecil.
"Wah, dompet beranak! Hehehe, aku ambil yang ini ya Sar." (Yaya)
"Curi start. Belum juga di suruh." Canda ku.
"Hehehe, salah sendiri telat." (Yaya)
Aku dan Diana pun ikut memilih.
"Aku yang ini deh."
"Nggak sekalian sama isinya Sar? Terima cek dan giro kok Sar. Transfer juga boleh." (Diana)
"Ngelunjak ye ni anak! Sita aja Sar. Nggak jadi ngasi." (Yaya)
"Ribut terus, hehehe..." (Sari)
"Aku juga open donasi Sar." Canda ku lagi.
"Makan bakso aja mau?" (Sari)
"Bu dokter memang beda. Cus berangkat!" (Yaya)
"Hehehe, serius Sar?" Tanya ku.
"Serius lah. Tapi jangan jauh-jauh. Yang dekat-dekat sini aja, biar nggak kelewatan waktu jemput." Ujar Sari sambil melihat jam di tangannya.
"Bakso Pakde aja dekat TK. Enak, aku dah pernah beli." (Diana)
"Iya aku juga. Lumayan disitu." Kataku membenarkan usulan Diana.
"Ya udah disitu aja. Yuk! Kamu ikut kan Rin?"
"Motor ku di bawa Ayah Ragil. Umi lagi bantuin masak di rumah orang."
"Bawa aja Ragil. Aku yang bonceng kamu. Yuk!" (Diana)
"Nggak apa-apa nih?" Tanya ku memastikan.
"Nggak apa-apa Airin." Jawab mereka kompak semua.
Aku jadi tersipu malu karenanya.
"Bentar kalau gitu. Aku ganti baju dulu."
"Nggak usah ganti pun nggak apa-apa." (Diana)
"Malu lah, jelek ini."
"Udah nggak apa-apa. Biar..." (Diana)
"Biar apa sih?"
"Biari... di kira emak-emak yang suka pura-pura kismin minta sedekah tiap jumat." (Diana)
"Ih, asem. Najis, hehehe..."
"Wah, parah! Hehehe, biarin aja Rin... biar Airin di lihatin orang, kita jauh-jauh aja duduknya."
"Hehehe, dasar teman-teman sesat. Dah ah, aku ganti baju dulu."
Aku pun berganti pakaian yang lebih pantas untuk keluar rumah. Lalu bersama teman-teman ku, kami pergi menuju tempat yang akan mengisi perut kami dengan jualan baksonya.
Memang asik nongkrong bersama emak-emak seperti mereka ini. Aku bisa sampai lupa masalah kehidupan Lola yang membuatku pusing kepala.
Harusnya aku nggak perlu sepeduli ini kan? Tapi kalau di biarkan, aku dan Umi yang akan repot nantinya karena kami keluarga yang paling dekat di kota ini. Jika dalam kesulitan, kami lah orang pertama yang akan dimintai tolong oleh Lola.
Ting!
Panjang umur orangnya. Baru saja di sebut dalam hati, dia mengirimkan pesan kepadaku.
Lola : Airin, besok aku udah mulai jualan. Hari ini masak-masak sedikit buat persiapan besok. Ajak temen-temen mu jajan disini ya. Sekalian bantu promosi.
Airin : Insya Allah. Lihat besok deh La.
Aku kemudian kembali pada teman-teman ku yang asik mengobrol sambil menyantap bakso mereka.
"Besok jajan agak jauh yuk?" Ajak ku kepada teman-teman ku.
"Tumben Airin ngajak? Wah, mau traktir kayaknya." ( Yaya)
"Hehehe, bukan. Bantu lakuin jualannya Lola. Besok dia baru mulai jualan. Ngasi rejeki buat dia. Biar jualannya makin semangat." Jelas ku.
"Lola sepupu mu?" ( Yaya)
"Iya. Lola mana lagi."
"Boleh aja. Pagi berarti habis anak-anak masuk langsung cus." (Diana)
"Sari bisa nggak Sar?" (Yaya)
"Boleh. Ajak fitri juga biar lengkap."
"Wa aja dari sekarang biar dia bisa atur jadwalnya besok." (Diana)
"Hehehe, dah kayak Ibu pejabat ye."
"Bukan, biar dia bisa atur jadwal ngantar lebih awal. Kan tahu sendiri, yang di antar 3 tempat." (Diana)
"Resiko punya anak banyak." (Yaya)
"Hebat si Fitri, setiap tahun beranak. Hehehehe..."
"Bakso beranak enak, hehehe." (Yaya)
"Itu lain lagi."
Untungnya teman-temanku mau mengerti dan paham untuk ikut membantu Lola secara nggak langsung. Dan kami pun sepakat akan ke warung Lola besok pagi.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mayan buat iklan biar gk sepaneng kebawa pikiran yg lg ruwet🤭🤣