NovelToon NovelToon
ISTRI KANDUNG

ISTRI KANDUNG

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Keluarga / Angst / Romansa / Dark Romance
Popularitas:46.8k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi_Gusriyeni

Penolakan Aster Zila Altair terhadap perjodohan antara dirinya dengan Leander membuat kedua pihak keluarga kaget. Pasalnya semua orang terutama di dunia bisnis mereka sudah tahu kalau keluarga Altair dan Ganendra akan menjalin ikatan pernikahan.

Untuk menghindari pandangan buruk dan rasa malu, Jedan Altair memaksa anak bungsunya untuk menggantikan sang kakak.

Liona Belrose terpaksa menyerahkan diri pada Leander Ganendra sebagai pengantin pengganti.

"Saya tidak menginginkan pernikahan ini, begitu juga dengan kamu, Liona. Jadi, jaga batasan kita dan saya mengharamkan cinta dalam pernikahan ini."_Leander Arsalan Ganendra.

"Saya tidak meminta hal ini, tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih sepanjang hidup saya."_Liona Belrose Altair.

_ISTRI KANDUNG_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 : Jemputan Datang

...🥀...

...🎶Kabhi Jo Badal Barse X Tum Hi Ho X Mohabbat Barsa Dena Tu🎶...

...Liona membuat saya lebih semangat untuk menjalani hidup ini, hidup yang selama ini kaku tanpa warna. Kini berubah ceria dengan paduan warna yang sangat indah dan manja. ...

..._Leander Arsalan Ganendra_...

...Menikah dengan Leander terasa sempurna bagiku. Manjaku diladeni, sedihku dihibur, dan kenyamananku dijaga. ...

..._Liona Belrose Altair_...

...***...

Aster dan Narel tidak mampu lagi menaikkan pandangannya, mereka hanya menunduk setelah Leander kembali ke tempat duduknya.

Leander duduk bersandar di sofa kulit dengan sikap tenang yang memancarkan wibawa. Kakinya disilangkan rapi, sepatu hitam mengilap menjejak karpet dengan elegan. Jemarinya yang kokoh menggenggam cerutu, seolah waktu berjalan di bawah kendalinya. Tanpa banyak kata, aura dominan itu sudah cukup memberi jarak bagi siapa pun yang berada di ruangan.

Gerakannya sederhana—sekadar memutar cerutu di antara jemari atau mengetuk ujungnya pelan—namun menyiratkan kendali penuh, seolah seluruh ruangan menunggu keputusan darinya. Leander tidak perlu berteriak untuk menunjukkan kekuatan; diamnya saja sudah menjadi perintah yang tak terbantahkan.

Dari sorot matanya yang redup terselip ketegasan yang tak bisa diabaikan. Cerutu yang ia genggam seperti simbol kekuasaan, setiap tarikan asapnya seolah menegaskan bahwa ia bukan pria yang bisa diganggu. Sepatu hitamnya berkilau, pantulan cahaya membuatnya tampak seperti bayangan yang siap menelan siapa pun yang berani menentangnya. Tak ada kata-kata, hanya diam yang membekukan ruangan. Kehadirannya saja sudah cukup membuat orang lain memilih untuk menunduk.

Aster dan Narel hanya bisa menelan air ludah mereka sendiri, rasa takut begitu mendominasi hati hingga mereka tidak bisa bertindak hal konyol yang bisa mengundang amarah Leander.

“Liona adalah wanita yang tidak akan pernah menjadi hinaan atau sentuhan liar bagi siapa pun. Dia kepunyaan saya, seluruh yang ada dalam dirinya adalah milik saya. Saya memiliki hak penuh atas dia.” Leander buka suara untuk memecah keheningan yang membuat tegang dalam ruangan tersebut.

Leander memiringkan sedikit kepalanya. “Dia bukan barang atau benda, dia hak yang tidak akan pernah saya serahkan pada siapa pun. Dia istri yang selalu saya jaga dan jamin ketenangannya, dan saya tidak pernah berjalan melewati jalan siapa pun. Untuk itu, jangan pernah melewati jalan saya dalam menjaga istri saya sendiri.” Ketegasan itu tidak bisa lagi dipungkiri oleh siapa pun, Leander hanya bicara sesekali dan itu artinya, apa yang dia katakan adalah sebuah peringatan sekaligus informasi yang tidak boleh diabaikan begitu saja.

“Kalian sentuh istri saya, saya sentuh nyawa kalian. Setetes saja air matanya mengalir, saya teteskan juga darah dari kepala kalian. Sekarang pergilah!” usir Leander dengan kejam pada kedua orang yang telah berani mengusik Liona.

Tubuh Leander mendadak condong ke depan, kaki yang tadinya bersilang kini menghentak lantai keras, menciptakan gema pendek. Tangannya yang memegang cerutu menuding ke arah Aster dan Narel dengan bara merah di ujung cerutu itu, seolah api tersebut adalah peringatan terakhir.

Tatapannya menusuk, rahangnya mengeras, dan sesaat ia membiarkan hening mencekik ruangan sebelum akhirnya menepis abu cerutu ke lantai—sengaja, menandai bahwa harga diri mereka sama tak berharganya dengan debu itu.

Aster dan Narel langsung berdiri dan pergi dari ruangan Leander. Wajah mereka begitu pucat karena takut dengan apa yang akan Leander lakukan jika mereka melawan.

Narel ikut bersama dengan Aster kembali ke apartemennya. Di dalam mobil, tak ada percakapan di antara mereka, yang ada hanyalah ketegangan dan ketakutan luar biasa.

“Aku tidak pernah membayangkan, pria setenang Leander ternyata memiliki jiwa psikopat. Lebih baik aku menjauh ketimbang berurusan dengan dia.” Aster berkata dalam hatinya sambil terus menatap fokus ke jalanan dengan kemudi di tangannya.

...***...

Leander duduk nyaman di balik kemudi, pandangannya tak lepas dari gerbang kampus. Sesekali ia melirik jam di dashboard, menghitung menit yang berjalan. Hari ini terasa berbeda baginya, ini hari pertama ia menjemput istrinya pulang kuliah, sesuatu yang sederhana tapi membuatnya menanti dengan sabar.

Memberi peringatan pada Aster dan Narel tadi, cukup membuat energinya terkuras dan dia butuh pengisian energi lagi. Tentunya hal itu bisa dia dapatkan dari Liona, istri cantiknya.

Sepuluh menit berlalu, hingga mata Leander akhirnya menangkap sosok yang begitu ia tunggu. Liona muncul dari arah gedung kampus, berjalan beriringan dengan teman-teman perempuannya. Wajahnya cerah, tawa lepas mengalun ringan dari bibirnya, membuat Leander secara refleks tersenyum lebar.

“Sangat sangat cantik dan indah, bahkan kecantikan dan keindahan itu sendiri takluk padanya,” gumam Leander dengan tatapan yang tak beralih dari Liona.

Ada kehangatan yang menyusup dalam dadanya saat melihat Liona begitu bahagia. Rambut istrinya bergerak mengikuti langkah, matanya menyipit karena senyum yang tak kunjung reda. Leander terdiam, membiarkan dirinya tenggelam dalam pemandangan itu. Hatinya penuh dengan rasa syukur, karena gadis yang kini ia panggil istri mampu tertawa sebebas itu, tanpa beban dan duka lagi.

Sungguh, bagi Leander kebahagiaan Liona adalah yang utama sekarang. Tidak boleh ada yang mengusik dan merusak kebahagiaan itu.

Leander menyandarkan punggungnya sejenak, lalu kembali menatap Liona. Dalam hati ia tahu, ia bisa menunggu berapa pun lamanya asal pada akhirnya yang muncul adalah Liona—dengan senyum dan tawa yang selalu membuat dunianya terasa lebih ringan.

Saat Liona melirik ke arah jalan, matanya menangkap mobil hitam yang menunggu. Liona melambaikan tangan pada teman-temannya, sebelum berlari kecil menuju Leander. Jantung pria itu berdetak lebih kencang, bukan karena gugup, melainkan karena kebahagiaan sederhana yang tak pernah ia sangka akan membuatnya merasa sangat hidup.

Begitu Liona berlari mendekat, Leander segera keluar dari mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan. Detik berikutnya, Liona langsung melompat ke arahnya, kedua tangan Liona melingkar di leher Leander sementara kakinya terangkat, melingkar di pinggang suaminya seperti seekor koala kecil.

Leander spontan menangkap tubuh mungil itu dengan sigap, memeluk erat seakan sudah terbiasa menampung seluruh energi bahagia istrinya. Tawa Leander pecah begitu melihat wajah Liona yang berseri-seri, pipinya memerah karena berlari.

“Liona…” ucapnya pelan, tapi senyumnya tak hilang sedetik pun. Ada binar bangga dan sayang dalam mata Leander.

“Iyaaa...” jawab Liona dengan manja.

Liona tertawa renyah di pelukan itu, masih menempel erat seperti enggan dilepaskan. Rambutnya berantakan sedikit, tapi justru membuat Leander makin gemas.

Leander merapatkan pelukannya, mengayun tubuh istrinya pelan sambil terkekeh, seakan benar-benar menggendong anak kecil yang manja.

Bagi Leander, ini lebih dari sekadar menjemput pulang. Ini momen yang menegaskan betapa hidupnya kini lengkap karena ada seorang Liona yang pulang padanya dengan tawa lepas, lalu memeluknya seerat itu.

Leander mendudukkan istrinya di bangku penumpang samping kemudi dan sedikit menunduk hingga wajahnya sangat dekat dengan wajah Liona.

“Merindukanku?” tanya Leander yang dibalas anggukan oleh Liona.

“Sangat, rasanya kuliah hari ini begitu lama. Padahal dulu aku paling malas pulang kuliah jam segini, aku ingin selalu lama di kampus. Tapi kali ini aku ingin cepat-cepat pulang,” jawab Liona yang mendapatkan gigitan kecil di bibirnya oleh Leander.

Kecupan manis yang ringan, mengantarkan kebahagiaan dan saling berbagi keceriaan di antara mereka berdua.

...🥀...

1
Dewa Gotam
Siapkan kapsul besi mu
Dewa Gotam
Nyari gara2 aja ini org
Reni Irine
Syarat yg luar biasa dan penuh aura dominan si Lean/Chuckle/
Reni Irine
Yakin kalau dia bakalan lebih protek lagi sama Liona ini
Lolly Prameswari
Segitunya Lean ya/Cry//Cry/ aku terharu
Lolly Prameswari
Makanan skrg di kontrol lagi
Rihafa Syamil
Lio, suami kamu gak tidur semalaman karna gak kuat liat kamu sakit
Rihafa Syamil
Dia bukan hanya menjaga fisik, tapi juga hati dan pikiran Liona
Maita Loma
Kalau gue jdi lu sih malu ya
Maita Loma
Ni org gak tau aja kalau Leander marah gmna ya
Helga Lana
Kasian ya Liona, sulit pasti menghilangkan bayangan siksaan dlu
Helga Lana
Diare doang dia udah secemas ini
Humairah
Nurut aja biar dia seneng
Humairah
Kalau suami spek Lean begini, aku mah rela di posesif in tiap hari/Chuckle/
Tambuan
Pria penuh perhatian
Tambuan
Uuhh dia mulai emosi saking khawatirnya, apalagi sejak mengigau semalam
Siti Hanifa
Bosan hidup ya?
Siti Hanifa
Dia kasih perhatian tanpa menghilangkan sisi dominannya 🥰
Kaka Vredi
Mau jadi ayam panggang apa daging kebab lu??
Kaka Vredi
Dia ini manjain Liona tapi gak menghilangkan sisi dominannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!