Ujian hidup yang di alami Erina Derranica seakan tiada habisnya. Di usia 19 tahun ia dituntut kedua orang tuanya memenuhi wasiat mendiang kakeknya untuk menikah dengan cucu temannya yang menetap di Singapura.
Pernikahan pun telah sepakati untuk dilaksanakan. Mempelai pria bernama Theodoriq Widjanarko, 34 tahun. Seorang pebisnis di bidang real estate. Theo panggilan pria itu tentu saja menolak permintaan orangtuanya meskipun sudah melihat langsung surat wasiat kakeknya.
Pada akhirnya Theo menerima putusan orangtuanya tersebut, setelah sang ayah Widjanarko mengancam akan menghapus namanya dari penerima warisan sang ayah.
Namun ternyata Theo memiliki rencana terselubung di balik kepatuhannya terhadap wasiat mendiang kakeknya tersebut.
"Apa rencana terselubung Theodoriq? Mampukah Erina bertahan dalam rumah tangga bak neraka setelah Theo tidak menganggapnya sebagai istri yang sebenarnya?
Ikuti kelanjutan kisah ini. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEKERJAAN BARU
"Apa maksudnya ini? Ide gila macam apa yang di berikan wanita tidak berpendidikan ini? Tidak akan aku biarkan ia merusak reputasi restoran ku..!!"
Nella yang tidak di undang mengikuti meeting tiba-tiba nyelonong masuk mengagetkan semua yang sedang meeting dengan Theo dan Erin.
"Maaf tuan Theodoriq, kami sudah berusaha melarang nona Nella masuk seperti perintah anda, tapi nona Nella nekad memaksa masuk juga. Bahkan ia melempar kepala saya dengan asbak", ujar security yang memegangi keningnya yang terluka dan mengeluarkan darah.
Dengan sigap Revan berdiri, memerintahkan dua orang security itu menyeret mantan kekasih atasannya keluar ruang meeting.
"Kalian jangan coba-coba menyentuh ku!!", hardik Nella membentak kedua keamanan yang mendekatinya. "Sayang...lihat mereka mau menyakiti ku". Dengan suara manja Nella mengadu pada Theo yang masih duduk di kursinya. Wanita itu hendak menghampiri Theo namun Revan menarik keras tangan Nella.
"Kau berani pada ku, brengsek? Kamu sadar siapa kamu?". Kedua mata Nella melotot pada asisten Theo itu.
"Sebaiknya nona ikuti aturan tuan Theo. Atau saya sendiri yang akan menyeret anda keluar!!", tegas Revan.
Theo berdiri dari tempat duduknya. "Cukup sekian meeting kita hari ini, selebihnya kau yang akan mengurusnya Revan!", perintah Theo.
"Baik tuan", jawab Revan yang di ikuti Aisyah, wakilnya Naomi dan koki kepala yang bernama Robert.
Theo menggenggam tangan Erina hendak pergi. Nella yang melihat kemesraan keduanya tentu saja tidak tinggal diam. Wanita itu menghardik hingga mengeluarkan kata-kata kasar, kata-kata hujatan pada Erina. Bahkan sebelum tangannya di cengkraman kuat keamanan, wanita itu hendak menarik rambut Erina.
Beruntung keamanan bergerak cepat, menyeret Nella pergi.
Tentu saja Nella tidak tinggal diam, wanita itu memberontak sekuat tenaga ingin melepaskan diri.
"Kelakuan wanita itu tidak sepolos wajahnya. Kau itu pelakor Erina. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah menggantikan posisi aku. Sayang... mereka menyakiti aku. Pecat orang-orang tidak berguna ini sayanggg". Nella berteriak lantang. Suara nyaring wanita itu kian menjauh.
Theo memeluk erat pinggang Erina. "Revan akan menyelesaikan masalah dengan Nella. Sebaiknya kita melihat ruangan mu".
Erin menganggukkan kepalanya.
"Kamu tidak apa-apa kan?". Theo menelisik wajah Erina.
"Aku tidak apa-apa", jawabnya singkat. Tapi kalau mau jujur, sebenarnya Erina syok melihat Nella begitu marah padanya beberapa saat yang lalu.
*
Theo membuka sebuah pintu. Seketika aroma yang sudah Erin kenal menyeruak memenuhi indera penciuman nya. Aroma maskulin Theo.
Ruang kerja dengan furniture mewah yang tertata rapi menghiasi ruangan itu. Letak ruang kerja berada paling ujung di lantai dua restoran.
"Tadinya Ini ruangan ku, tapi mulai hari ini akan menjadi ruang kerja mu. Kalau ada yang ingin kamu rubah bilang saja pada Aisyah. Nanti desain interior akan mengerjakannya", ucap Theo sambil memeluk Erin dari belakang dan menyandarkan dagunya pada bahu istrinya yang sedang memperhatikan penjuru ruangan.
Wajar penataan ruang dan pemilihan furniture yang terbaik, terasa sangat nyaman berada di ruangan itu. Karena Theo seorang arsitek.
"Bagaimana...Apa kamu menyukai ruang kerja mu sayang?". Theo mengecup lembut pipi Erina.
"Di mana ruangan Nella?".
Erina tidak menjawab pertanyaan Theo, malah sekarang ia yang bertanya pada suaminya.
Theo duduk di kursi meja kerja. Laki-laki itu menarik pinggang Erina agar duduk di pangkuannya. "Apa pertanyaan itu penting sekali bagi mu, hem?".
Theo menelisik wajah cantik istrinya. Laki-laki itu juga menjumput anak-anak rambut Erin ke belakang telinganya.
Erlina diam saja, tidak menjawab pertanyaan Theo.
"Ruangan Nella ada di bawah dekat pantry. Namun aku berencana melakukan perluasan kitchen, ruangan itu akan menjadi ruangan pendingin. Apalagi kamu sudah memiliki ide untuk menambah menu restoran. Aku sangat setuju dengan ide itu", ujar Theo sambil membuka satu persatu kancing kemeja dalaman blazer Erina.
"Oh ya? Benarkah kakak setuju dengan ide ku?". Kedua netra indah Erina berbinar-binar mendengar perkataan Theo.
"Kalau begitu aku akan belajar cara meracik kopi susu yang pas pada kak Bryant. Kak Bryant sudah janji akan mengajari aku bikin minuman yang pas–"
"Aww.. sakittt kak, jangan di gigit".
Erina terpekik, meringis kesakitan, merasakan Theo menghisap kuat dan mengigit puncak dadanya yang kini menantang tepat di wajah laki-laki itu.
"Demi Tuhan Erina, kenapa kau selalu menyebut nama bastard satu itu saat aku menyentuh mu. Yang benar saja Erin. Mulai sekarang aku melarang mu memanggil Bryant KAK. Sebut saja namanya langsung BRYANT!!!", ujar Theo kesal pada istrinya itu.
"Aku tidak mau kau memanggil teman-teman ku KAK sama seperti kau memanggilku, terutama BRYANT!! Kau paham Erin?!".
"Tapi–"
Erina tidak bisa bicara lagi ketika mulut Theo membungkamnya. Tanpa ampun bibir Theo melumat hingga dalam, menari-nari menggelitik lidah Erin.
"K-ak, aku sesak. Kita sedang di restoran, nanti ada yang melihat kita. Bukankah kakak mau ke kantor, nanti terlambat", ucap Erina terbata-bata dengan nafas tersengal karena ulah Theo.
"Ah sayang aku selalu menginginkan mu", bisik Theo mengigit lembut telinga Erina.
Erin memiringkan kepalanya merasa geli ulah suaminya itu sambil mengancingkan pakaiannya. Theo telah membuatnya berantakan.
"Malam nanti aku meminta penuntasan nya", ujar Theo memeluk pinggang Erin ketika istrinya tersebut merapikan simpul dasi dan blazer Theo yang miring.
"Iya. Sekarang sebaiknya kakak kerja. Aku akan mempelajari pembukuan restoran mu ini pada Aisyah", ujar Erin mengusap lembut dada bidang suaminya.
"Hem". Theo membalikkan badannya hendak keluar.
"Jika ada apa-apa segera hubungi aku. Aku akan menjemputmu pulang kerja nanti", ujar Theo sebelum menutup pintu ruang kerja.
"Iya sayang", jawab Erin menggelengkan kepalanya menghadapi suami posesif nya itu.
...***...