NovelToon NovelToon
49 Days

49 Days

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / Angst / Penyeberangan Dunia Lain / Hantu
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Suri baru menyadari ada banyak hantu di rumahnya setelah terbangun dari koma. Dan di antaranya, ada Si Tampan yang selalu tampak tidak bahagia.

Suatu hari, Suri mencoba mengajak Si Tampan bicara. Tanpa tahu bahwa keputusannya itu akan menyeretnya dalam sebuah misi berbahaya. Waktunya hanya 49 hari untuk menyelesaikan misi. Jika gagal, Suri harus siap menghadapi konsekuensi.

Apakah Suri akan berhasil membantu Si Tampan... atau mereka keburu kehabisan waktu sebelum mencapai titik terang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Confirmed

Waktu berlalu, namun Dean masih tidak mengerti apa yang hendak Suri pastikan dari tidak datangnya mereka ke rumah sakit hari ini.

Setelah sarapan, Suri menghabiskan jam-jam berikutnya di atas kasur. Satu jam pertama asyik membaca komik. Satu jam berikutnya scroll sosial media (hanya untuk mengumpat begitu hebat saat membaca berita pembunuhan sadis satu keluarga). Satu jam berikutnya mengumpulkan referensi untuk tugas yang tenggat waktunya masih tiga minggu.

Kemudian di jam ke-empat, barulah tubuh mungil itu bergerak meninggalkan kasur. Bukan untuk melakukan hal lain (atau setidaknya konfirmasi apa yang sedang coba ia pastikan), melainkan mengajak Dean duduk berdampingan di depan meja belajar.

Lampu kecil bercahaya putih dinyalakan, kedua tangan terlipat rapi di atas meja, air muka tenang, dan tatapan yang berpindah-pindah dari satu buku ke buku lain. Dari tumpukan yang ada di meja belajar, kepada kelompok bikin yang berjajar rapi di rak.

Dean tidak diberi kesempatan untuk bertanya karena Suri akan langsung mengeluarkan side eye begitu Dean baru akan membuka mulut.

Oke, jangankan bertanya, ketika embusan napas Dean dirasa terlalu mengganggu, Suri akan langsung mengomel. "Jangan berisik," katanya. Seolah mereka sedang ada di dalam gereja, disuruh duduk anteng mendengarkan khotbah. Dilarang berisik. Dilarang melakukan sesuatu yang bisa mematahkan kekhidmatan dan kesakralan yang sedang berlangsung. Jika melanggar, siap-siap mendapat ganjaran yang setimpal.

Tapi, kan, mereka tidak sedang ada di dalam gereja. Dean bahkan tidak mengerti kenapa mereka harus melakukan ini. Jadi, tidak bisakah Suri setidaknya memberikan bocoran, supaya Dean tidak terlalu merasa seperti orang bodoh?

Dean mendesah tertahan. Sudah tidak kuat lagi menahan diri melakukan sesuatu yang tidak dia tahu maksudnya.

"Jelaskan padaku, kita ini sebenarnya sedang apa? Bersemedi?"

"Ssssttt..." Lagi-lagi Suri berusaha membungkam suaranya. Tak tanggung-tanggung, tangan kecilnya bahkan ikut andil, menutup mulut Dean agar bibirnya tak lagi bisa bergerak bebas.

"Tunggu dulu. Sebentar lagi seharusnya akan terjadi sesuatu," kata gadis itu.

Dean menepis tangan Suri dari mulutnya. "Terjadi ap-"

Bugh!

Keduanya menoleh dengan ekspresi jauh berbeda. Dean heran dan terkejut, sedangkan Suri tampak semringah. Senyum di bibir Suri merekah mewah. Seakan apa yang baru saja terjadi adalah sesuatu yang sudah dia tunggu sejak seribu tahun lamanya.

"Ambillah," titah Suri seraya menunjuk buku tebal bersampul merah muda yang jatuh dari rak.

Kendati masih tidak mengerti (dan mulai dongkol), Dean menurut. Diambilnya buku merah muda dengan tebal sekitar 300-450 halaman itu, lalu diserahkan kepada Suri.

Tanpa berbasa-basi, setelah buku itu berpindah tangan kepadanya, Suri lekas meletakkannya ke atas meja. Sebelum membuka halaman pertama, Suri memandang bagian sampul buku itu lekat-lekat. Rasanya ada sesuatu yang tidak asing dari sana, namun Suri tidak bisa mengenali dengan jelas itu apa.

Ah, hanya perasaanku saja. Batin Suri.

Kemudian Suri lakukan seperti yang sudah direncakan. Sampul dibuka, Suri berhadapan dengan beberapa deret kalimat berupa kata sambutan.

Tidak penting. Suri langsung membalik halaman selanjutnya, karena memang bukan isi buku itu yang ingin ia cari. Halaman demi halaman terus dibalik.

Dean di samping menunggu dengan setengah hati. Kalau boleh jujur sih, dia ingin pergi. Ramalan cuaca bilang sebentar lagi akan turun hujan. Dean ingin duduk di teras depan menunggu rintiknya jatuh perlahan. Sambil bernostalgia, mengingat lagi momen-momen indah bersama kekasihnya.

Namun, keengganan yang membelenggu dada Dean seketika menguap saat bunyi halaman yang dibalik berhenti. Suri yang berseru "Nah!" dengan begitu semangat juga semakin menarik perhatiannya.

"Apa?" Dean mendekatkan diri.

Ah... muncul lagi, ya? Dean membatin kala menemukan halaman yang terakhir yang Suri buka menyimpan kelopak bunga dari kamar rawat kekasihnya.

Tidak ada keterkejutan di wajah Dean. Lagi pula kemunculan kelopak bunga itu bukan sesuatu yang mengejutkan lagi. Dua kali bukanlah angka yang cocok untuk dikatakan kebetulan. Jadi meskipun bukan hari ini, Dean yakin kelopak-kelopak bunga itu masih akan muncul di kemudian hari.

"Kau menunggu ini sejak tadi?" tanyanya.

Suri mengangguk antusias. Senyumnya melebar, terasa sampai ke mata.

"Kenapa? Bukannya kemunculan mereka membuatmu bingung dan kesal."

"Betul." Suri menjawab tanpa filter. Tidak berniat berhati-hati.

"Lalu kenapa kau tunggu?"

"Karena aku harus memastikan sesuatu."

"Ah, itu lagi." Dean tampaknya muak sekali. Kursinya sampai terdorong menjauh. Jemari panjangnya bergerak menyugar helaian rambut yang sudah tidak pernah lagi disisir. Jidat seksinya otomatis terekspos selama sepersekian detik. Sebuah pemandangan yang singkat yang ternyata tidak luput dari perhatian Suri.

"Kenapa kau tampak kesal sekali?"

"Karena kau tidak menjelaskan apa pun." Dean menarik kursinya mendekat lagi. Tatapannya terlampau serius, seperti sedang membicarakan perihal hidup dan mati. "Kau hanya bilang ingin memastikan sesuatu, tapi sejak mengajakku duduk di sini pun kau masih tidak mengatakan apa-apa."

"Hei," kata Suri, santai. Telunjuknya mengetuk-ngetuk lutut Dean yang kelewatan menyentuh lututnya. Dean yang sadar langsung mundur sedikit, menjaga jarak. "Aku bilang kan sabar. Aku akan jelaskan begitu sudah selesai memastikan."

Dean mendesah, namun tetap bertanya juga pada akhirnya. "Lalu sekarang sudah selesai memastikan?"

"Sudah."

Dean menjeda sebentar. Mengumpulkan pundi-pundi kesabaran yang sempat hilang dimakan kegelisahan.

"Oke," ucapnya, "coba jelaskan sekarang. Apa yang ingin kau pastikan dengan kelopak bunga itu?"

Suri tersenyum tipis, "Tentu," katanya. Satu kelopak bunga dijumput, ditunjukkan persis ke depan wajah Dean. "Kemunculan mereka pasti memiliki alasan tersendiri, kan? Dan yang kita tahu, selama dua hari berturut-turut, mereka muncul setelah kita berkunjung ke rumah sakit."

Tidak ada respons. Dean tidak menggerakkan bibirnya sama sekali.

"Karena itu, aku sempat berpikir kalau kemunculan mereka adalah sebagai penanda sudah berapa kali kita mengunjungi kekasihmu. Tapi pagi tadi aku terpikirkan satu kemungkinan lain, makanya aku mengusulkan untuk kita tidak datang dulu hari ini."

"Apa?" Tampaknya, Dean mulai kembali tertarik.

"Bisa jadi, ini adalah penanda waktu. Jika dia tetap muncul meski kita tidak datang ke rumah sakit, berarti kemunculan mereka adalah penanda sudah berapa hari terlewati dari 49 hari yang kita miliki."

Mendengar penuturan Suri, perasaan Dean mendadak sendu. Ditatapnya kelopak-kelopak bunga yang bertebaran di atas buku Suri, lantas tangannya bergerak pelan meraba kelopak-kelopak lain yang tersimpan di dalam saku. Tadinya Dean menyimpan kelopak-kelopak bunga itu karena berpikir mereka adalah sesuatu yang berharga. Bagian dari kenangan bersama kekasihnya yang tidak ingin ia hilangkan.

Tetapi jika benar kelopak-kelopak bunga ini datang sebagai pengingat berapa lama waktu yang ia miliki, untuk apa Dean membawa mereka serta? Bukankah itu seperti dipaksa bersandingan dengan malaikat maut, yang setiap hari akan memberitahu berapa lama lagi waktunya akan tiba?

"Dean." Embusan angin lewat di depan wajah Dean, menariknya dari kerumitan isi pikiran.

Dean mengerjap dan menggeleng pelan, berusaha kembali menjernihkan isi kepala. "Oke, lalu apa sekarang? Setelah tahu alasan di balik kemunculan mereka? Apa yang akan kau lakikan?"

"Berusaha lebih keras." Jawaban Suri barusan serupa roller coaster yang perasaan Dean naiki tanpa sadar. Kejutannya ada. Ada sekali, sampai membuatnya kesulitan berkata-kata.

"Tenang saja," kata Suri lagi. Tangan mungil nan halus milik gadis itu merambat berani, menangkup kedua tangan Dean. "Aku akan berusaha lebih keras agar kekasihmu segera bangun. Tidak akan ada satu hari pun yang aku sia-siakan setelah hari ini. Aku janji."

Bersambung....

1
Zenun
Suri itu kekasih Dean, tapi lupa. Atau Suri ketempelan kekasih Dean
Zenun
Kasihan Dean gak tidur nanti😁
Zenun
Lah, berati yang dtemui Suri adalah milk
Zenun
apa ya kira-kira?
Zenun
Oh begindang, jadi kalu tidak boleh cuti lagi ya, Suri😁
Zenun
Suri mau ape nih?
Zenun
Nah itu dia yang ada dalam benaku
Zenun
mungkin itu petunjuk
Zenun
nama authornya Nowitsrain
Haechi
sukak kombinasi suri dean
Zenun
Dean, sesungguhnya kamu tahu apa? Coba ceritakan padaku? 😁
nowitsrain: Tau banyakkkk
total 1 replies
Zenun
Oh ternyata Gumaman Suri.. Jangan-jangan separuh yang masuk ke suri itu kekasihnya Dean
Zenun
Masa sih, ini ngomong Dean? Dean tahu darimana
nowitsrain: Dean itu...
total 1 replies
Zenun
Sekalian temenin mandi juga😁
Zenun: boleeee
total 2 replies
Zenun
Kalau tidurmu gak nyaman, Dean jadi gak nyaman
nowitsrain: Tetotttt. Kalau tidurnya nggak nyaman, nanti tantrum. Kalau tantrum, Dean pucing
total 1 replies
Zenun
Mungkin ini perbuatan kekasih Dean
nowitsrain: Hmmmm
total 1 replies
Zenun
kayanya ketiga hantu itu lagi ada misi juga dah
Zenun
Jangan diangkat Dean, biarkan dia posisinya begitu😄
Zenun
wah, jan baper, bahayul😄
Zenun
harusnya inisiatif kasih tahu duluan bang😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!